Disebuah kompleks perumahan, tinggallah seorang PNS dan keluarganya. Dia hidup bersama istrinya, anaknya yang masih kecil dan ayahnya yang tua renta. Setiap hari istri si PNS berdagang kecil-kecilan di pasar sekedar untuk menambah penghasilan suaminya yang tak cukup untuk memenuhi gaya hidup mereka di kota besar.
Saat waktu berlalu, ayahnya pun semakin renta dan lumpuh pula sehingga tidak mampu lagi untuk membantu istrinya di pasar. Menyadari hal itu, sepasang suami istri tersebut merasa ayahnya sudah tidak berguna lagi. Sudah tidak bisa di andalkan. Apalagi ditambah dia tidak bisa lagi berjalan karena kedua kakinya lumpuh. Tentu sangat merepotkan mereka berdua. Belum lagi ditambah mengurus anak semata wayang mereka yang masih kecil dan rutinitas sehari-hari mereka yang sangat menyita waktu.
Ayah mereka benar-benar tak terurus. Bahkan tempat tidurnya pun sudah merangkap meja makan dan toilet. Sepasang suami istri petani itu benar-benar sudah tidak punya waktu lagi untuk memperhatikan orang tua semata wayang itu.
Untunglah masih ada cucunya yang semata wayang juga. Dia lah yang rajin, setiap hari, setelah kedua orang tuanya pergi bekerja, mengurus kakeknya mulai dari memberi makan sampai membersihkan kotoran yang dikeluarkan kakeknya bahkan mengelap tubuh kakeknya tersebut. Anak itu betul-betul menyayangi kakeknya.
Hingga suatu hari, entah angin apa yang menyebabkan sepasang suami isteri pulang lebih awal dari biasanya. Demi mendapati perlakuan yang diberikan anak mereka terhadap ayah mereka, mereka langsung marah besar dan menghukum si anak.
Setelah mengetahui apa saja yang telah dilakukan anak mereka selama mereka pergi bekerja membuat mereka akhirnya berunding dan mendapat kata sepakat untuk menitipkan ayahnya ke Panti Jompo.
“Bagaimana kalau seandainya tetangga bertanya tentang keberadaannya?” tanya istri petani khawatir.
“Ah.. Bilang saja dia sudah pulang kampung..”Jawab si petani.
Mereka tidak mengetahui bahwa diam-diam anak mereka mendengarkan pembicaraan mereka tersebut.
Hari berikutnya, saat si PNS pergi mengurus segala yang diperlukan di Panti Jompo, anak itu bertanya kepada ibunya,
“Mengapa ibu mau membawa kakek ke Panti Jompo?”
“Oh..” Jawab ibunya, “ Kami hanya ingin kakek itu mendapat tempat yang lebih layak dan lebih baik ketimbang di rumah ini. Kamu kan tau, kalau kami tidak bisa mengurus kakek karena waktu kami habis untuk bekerja memenuhi kebutuhan kita. Jangankan mengurus kakek, mengurus kamu saja kami sudah tidak mampu. Untunglah kamu bisa mengurus diri kamu sendiri..”
“Tapi kan aku mampu mengurus kakek selama kalian pergi bekerja bu..”Ujar si anak.
“Sudahlah.. Kamu itu masih kecil. Ini urusan orang dewasa. Jadi kamu jangan ikut campur. Main saja kamu diluar sana. Karena anak kecil itu waktunya hanya untuk bermain bukan mengurus orang tua jompo, ngerti kamu….”hardik ibunya.
Sore harinya, kembalilah si PNS dari Panti Jompo. Setelah itu diapun bergegas menemui ayahnya yang berada di dalam kamar.
“Apa yang ingin kau lakukan terhadapku, Man?” tanya ayahnya.
“Ayah.. Ayah kan tau. Kami tidak punya waktu sama sekali untuk mengurus ayah. Waktu kami habis untuk bekerja. Jadi saya dan Minten sepakat untuk membawa ayah ketempat yang lebih baik. Siapa tau disana nanti ayah bisa sehat dan tidak sakit-sakitan seperti ini.”
Setelah menyudahi kata-katanya itu, si PNS pun bergegas membopong ayahnya kedalam mobil dan bersiap-siap hendak berangkat ke Panti Jompo.
Di luar rumah, si anak menatap heran pada apa yang terjadi sesaat setelah ayahnya keluar dari rumah. Dengan berlari-lari kecil, ia menghampiri ayahnya yang berjalan menggendong kakeknya dan berkata,
“Ayah.. Abang ikut, Ya!”
“Gak usah.. Abang dirumah saja sama Ibu.”
“Tidak! Pokoknya Abang harus ikut!”
“Untuk apa Bang?”tanya si PNS.
“ Biar Abang tau Panti Jompo itu seperti apa. Jadi nanti kalau ayah sudah tua, giliran Abang yang akan membawa ayah ke tempat itu…”
Sejenak si PNS tertegun. Dia kemudian menghentikan langkahnya. Sembari menatap si anak dalam-dalam, dia pun mulai meneteskan air matanya. Di raut wajahnya tampak sekali penyesalan yang teramat dalam hingga akhirnya..
“Ayolah Bang.. Mari kita bawa kakek kedalam.”
RENUNGAN KITA HARI INI :
Fenomena seperti cerita diatas munkin saja masih terjadi pada sebagian kita yang terlalu sibuk dengan kompetisi kehidupan sehingga melupakan makna kasih sayang. Lihatlah betapa Panti Jompo selalu ramai oleh para orang tua yang mirisnya masih mempunyai anak-anak yang sanggup mengurusnya.
Kebanyakan selalu berlindung dibalik pernyataan bahwa orang tua tersebut akan mendapatkan perlakuan dan perawatan yang lebih baik ketimbang dirumah yang belum tentu dapat mereka lakukan ditengah kesibukan mereka mengejar materi. Karena toh kalaupun di rumah, pasti tugas tersebut tetap saja akan di emban oleh pembantu rumah tangga yang belum tentu dapat mengurus orang tua tersebut dengan baik.
Lantas bagaimana cara kita mencurahkan perhatian dan kasih sayang terhadap orang tua tersebut? Ada yang mengatakan, toh kami setiap minggu akan mengunjunginya ke Panti Jompo. Jadi walaupun kami tidak dapat setiap hari memperhatikan dan mencurahkan kasih sayang padanya tapi setidaknya kami masih punya waktu seminggu sekali di sela-sela kesibukan kami. Dan pada saat itu pasti kita juga akan turut membawa buah hati kita kan? Lantas kita akan selalu menjawab pertanyaan si kecil yang bertanya mengapa kakek neneknya berada disini dengan mengatakan seperti pernyataan di awal bahwa mereka akan mendapat perawatan yang lebih baik tanpa kita sadar, bahwa kita telah menanamkan ke alam bawah sadarnya bahwa suatu saat kelak hal seperti inilah yang harus dilakukannya pada kita…
Kalau suatu saat anak-anak kita bakal sukses juga seperti kita sehingga kita paling tidak mendapat Panti jompo yang lumayan elit karena anak kita mampu mmembayarnya. Tapi bagaimana kalau anak-anak kita ternyata hidupnya tak sesukses kita? Sehingga mereka mungkin tak mampu menempatkan kita di Panti jompo elit atau malah tidak sanggup menempatkan di Panti jompo kelas melati sekalipun. Lantas kemana kita mau dibuang????
Beruntung kalau kta hidup di negara Singapura yang pemerintahnya masih perduli dengan orang tua jompo untuk di karyakan(bisa jadi ini perintah Lee Kuan Yew yang juga sudah jompo sehingga tak mau teman-teman seangkatannya terlunta-lunta karena tidak diperhatikan oleh anaknya yang sibuk mengejar uang untuk membayar tagihan dan pajak yang tinggi di negara tersebut) sehingga kita tidak perlu terlalu bergantung kepada anak kita walaupun sekedar mengelap kaca di instansi-instansi milik pemerintah.
Tapi kita hidup di Indonesia. Yang tak punya orang tua jompo yang disegani seperti Lee Kuan Yew. Yang presidennya selalu ganti sebelum jompo. Ada dulu presiden yang memerintah sampai jompo tapi kemudian dihujat karena dianggap memelaratkan orang indonesia dan sekarang malah dikenang-kenang setelah dia meninggal sampai keluar buku terbarunya(Untold Stories of Presiden Suharto) yang katanya masih lebih baik ketimbang presiden kita sekarang yang hampir mendekati jompo juga..
Hidup manusia moderen seperti kita saat ini memang sangat singkat. Bahkan sangking singkatnya kita tidak tahu bisa saja kita mati esok hari dengan sebab-sebab yang dulu tidak pernah terjadi sebelumnya. Ada yang meninggal habis olah raga. Padahal kita tahu olah raga itu bisa menyehatkan tubuh. Tapi sekarang kita jadi tahu bahwa ternyata olah raga pun bisa membuat kita mati.
Tapi cobalah kita merenung sebentar bagaimana kalau ternyata kita diberi umur panjang sehingga pada akhirnya kita merasakan yang namanya jadi jompo. Bayangkan apa kira-kira yan akan dilakukan anak-anak kita kelak setelah kita jompo. Kalau ga kebayang, coba kita perhatikan apa yang telah kita perbuat pada orang tua kita saat ini. Kira-kira begitulah cerminan yang akan kita terima kelak pada saat kita diberi umur panjang.
Maka mulai sekarang,kalau kita telah memperlakukan orang tua kita dengan semena-mena berdoalah kepada Tuhan agar diberi umur pendek. Agar kita tidak merasakan apa yang telah dirasakan orang tua kita saat ini.. Hehehehe.. Just Kidding!
MARI SEBARKAN KEPADA SESAMA MUSLIM SEBAGAI SEDEKAH RUHANIYAH KITA DAN SEMOGA MENAMBAH AMAL JARIYAH KITA SEMUA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H