Pengaruh lain hingga memperkuat toleransi, juga dibentuk oleh lingkungan dan akses pasar akibat banyaknya pendatang asing. Pergulatan bisnis dan transaksi ini menjadi Pidie gemilang.
Bahkan Hall juga menulis dalam bukunya, tentang mata uang asing yang sangat banyak beredar di Pidie, dan 500 orang mengambil peran dengan profesi sebagai penukar mata uang.
Bukan hanya di pelabuhan, pada saat itu masyarakat juga sudah familiar menggunakan ragam alat tukar, seperti emas, perak dan tembaga.
Sebanyak 123 desa dengan luas wilayah 100x200 mil, membuat kerajaan pedir mengalami masa keemasan pada sektor pertumbuhan ekonomi.
Hubungan dagang tersebut terbentuk bukan tanpa sebab. Dalam sebuah riwayat disebutkan, pada tahun 413 Masehi, seorang musafir Tiongkok (China), Fa Hian, melawat ke Yeep Po Ti dan singgah di Poli--nama lain Pidie.
Kemudian pada tahun 518 Masehi, karena kepiawan diplomatik Raja Poli, mengirimkan utusan ke Tiongkok untuk menjajaki hubungan kerjasama dalam berbagai bidang, terutama bisnis perdagangan.
Pada saat itu, Tiongkok dipimpin Dinasty Liang, awal abad ke-V atau tahun 413 Masehi.
Lalu hubungan terus berlanjut, pada tahun 671 Masehi, seorang yang bernama I Tsing dari Tiongkok juga melawat ke Poli, dan tinggal selama lima tahun di beberapa kerajaan di Aceh, termasuk kerajaan Poli (Pidie).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H