“Tentu tidak. Kau aneh!”
Gadis muda itu bangkit dari kasur. Membawa Dion untuk diserahkan kepada Delina, setelah itu dia kembali ke tempat semula.
“Tanyakan pada Dion. Dia akan mengatakan yang sejujurnya kepadamu…. Dia pasti akan bercerita, di malam yang sangat larut dan orang rumah sudah bergumul dengan bunga tidurnya. Tiba-tiba saja aku diserang oleh tiga nyamuk. Nyamuk yang pertama seperti pesawar Sukhoi, deru mesinnya memekakkan telinga. Nyamuk yang kedua lebih ganas, seperti hujan badai yang petir dan halilintarnya tak kunjung behenti menyambar. Dan yang terakhir seperti suster membawa jarum suntik. Tapi, seberapa keraspun aku berteriak, ketika jarumnya menusuk kulit, entah mengapa tak satupun orang rumah yang terbangun.”
Dengan Dion yang sekarang berada di pangkuannya. Mulut Delina menganga. Dia tercengang akan cerita seorang gadis muda yang dikenalnya sebagai sahabat itu.
“Baiklah.”
“Ah, akhirnya kau percaya.”
“Ya. Tapi aku ingin memutar musik. Tanpa musik, kita seperti di pantai tanpa kicauan camar.” Kata Delina.
“Terserah. Tapi tutuplah jendela itu.”
Kini, gadis muda itu telah kembali merebahkan badannya. Tangannya mengelus bulu halus Dion. Tak berapa lama, terdengar lantunan lagu memenuhi ruangan. Delina duduk diatas kasur meletakkan tumpukan buku panduan yang diambil dari lemari. Dia menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya yang sedari tadi berbicara dengan Dion.
“Jadi kau tadi hanya duduk di teras rumah satu jam lebih, tanpa melakukan apapun?” Tanya Delina.
“Iya.”