Mohon tunggu...
Andi Chairil Furqan
Andi Chairil Furqan Mohon Tunggu... Dosen - Menelusuri Fatamorgana

Mengatasi Masalah Dengan Masalah Baru

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Peran "Rumah Tangga" Memitigasi Ancaman Krisis Keuangan di Tengah Pandemi Covid-19

30 April 2020   23:07 Diperbarui: 30 April 2020   23:23 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Tak Pelak lagi, ancaman krisis keuangan/ekonomi akibat Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia sejak awal tahun 2020 ini telah berada di depan mata, termasuk di Indonesia. Tidak hanya berimbas pada keuangan negara, ancaman krisis keuangan ini juga bisa dipastikan akan menyasar dunia usaha, bahkan mempengaruhi kestabilan keuangan rumah tangga maupun individu yang ada didalamnya.

Perlu untuk dipahami bersama bahwa dampak Pandemi Covid-19 ini tidak lagi semata-mata terkait masalah kesehatan masyarakat, namun efek dominonya bisa berdampak pada ekonomi dan sosial di suatu negara. 

Atas metode penularan/penyebarannya yang bersifat eksponensial dan tak kasatmata, menyebabkan "pembatasan aktivitas/mobilitas masyarakat" merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk memutus mata rantai penyebarannya. Akibat dari pembatasan inilah yang menyebabkan terjadinya perlambatan roda perekonomian di suatu wilayah, yang diantaranya ditandai dengan penurunan permintaan serta terganggunya proses produksi, sehingga dapat berujung pada krisis keuangan negara/perusahaan/rumah tangga.

Wujud dari krisis ini bagi suatu negara kemungkinan tidak hanya mengakibatkan ketidakseimbangan antara pendapatan dan belanja negara, terganggunya likuiditas dan utang negara yang semakin membengkak. Namun, jika tidak diantisipasi sejak dini, bisa menyebabkan resesi ekonomi, bahkan depresi ekonomi (keuangan negara kolaps). Pada perusahaan pun demikian, selain penurunan likuiditas/peningkatan leverage, akibat dari tidak adanya pendapatan selama masa pandemi, beberapa diantaranya bahkan terancam gulung tikar.

Sedangkan pada rumah tangga, wujud krisisnya akan berbeda-beda, tergantung dari individu pada rumah tangga tersebut. Bagi individu yang pekerjaan ataupun pendapatannya terkena dampak pandemi covid-19, tentunya akan mengalami pengurangan pendapatan yang drastis, bahkan terancam kehilangan pendapatan (baik karena usahanya tutup/bangkrut maupun korban PHK).

Namun dibalik ancaman itu, kabar baiknya adalah bahwa saat ini Pemerintah telah menjalankan beberapa strategi untuk memitigasi ancaman krisis ekonomi tersebut bagi kestabilan keuangan negara, perusahaan maupun rumah tangga. 

Bank Indonesia (BI) bersama-sama dengan Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan beberapa program/kebijakan strategis, diantaranya menjaga stabilisasi pasar valas dan pasar keuangan, serta nilai tukar rupiah; melakukan relaksasi ketentuan bagi investor asing terkait lindung nilai dan posisi devisa neto; pelonggaran makroprudensial agar tersedia pendanaan bagi eksportir, importir dan UMKM, serta memperkuat kebijakan sistem pembayaran non tunai. (kompas.com, 19 Maret 2020). 

Selain itu, untuk pemulihan ekonomi, terutama pada sektor UMKM, setidaknya telah disiapkan 5 program strategis, yaitu Program bansos; Insentif perpajakan; Rileksasi dan restruturisasi kredit UMKM; Perluasan pembiayaan bagi UMKM berupa stimulus bantuan modal kerja darurat; Peningkatan peran kementerian, lembaga, BUMN  dan PEMDA sebagai buffer dalam ekosistem usaha UMKM (kompas.tv, 29 April 2020). 

Untuk mewujudkan strategi tersebut maka Pemerintah telah melakukan perubahan atas APBN Tahun 2020 (melalui  Perpres 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun 2020), dengan menurunkan target pendapatan negara menjadi Rp1.760,9 triliun dan meningkatkan anggaran belanja negara menjadi Rp2.613,8 triliun, sehingga diperkirakan akan terjadi defisit sebesar Rp852,935 triliun atau 5,07% terhadap PDB, dan menyebabkan peningkatan Pembiayaan negara sebesar Rp545,7 triliun.

Pertanyaannya kemudian, Apakah strategi yang dicanangkan Pemerintah tersebut telah cukup untuk memitigasi ancaman krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia?

Jawabannya tentu tidak. Mengapa? 

Karena selain faktor ekonomi dan politik yang menjadi penyebab utama krisis keuangan, faktor "kepanikan warga masyarakat" juga dapat menjadi pemicu semakin parahnya krisis keuangan pada suatu negara. Sebut saja krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1998. Akibat dari "ketidakpercayaan masyarakat" terhadap perbankan pada saat itu, maka terjadi penarikan dana nasabah besar-besaran (rush), dampaknya inflasi semakin meningkat, dunia perbankan ambruk dan krisis moneter pun semakin parah. Berbeda halnya dengan krisis ekonomi pada tahun 2008, karena salah satunya tidak terjadi rush, maka dampaknya terhadap perbankan dan perekonomian negara pun dapat diminimalisir.

Karenanya, bukan hanya Pemerintah dan Dunia Usaha saja yang harus berstrategi dalam memitigasi ancaman krisis keuangan di tengah pandemi covid-19, setiap rumah tangga pun dapat berperan serta menjaga stabilitas keuangan negara, diantaranya dengan cara:

1.  Memperbaiki literasi.

Sejatinya, kepanikan itu bisa terjadi lebih diakibatkan karena ketidakcukupan/kesalahan informasi yang diterima ataupun kurangnya pengetahuan. Saat ini, dimana informasi sangat banyak bersileweran di media sosial, kita mungkin akan mendapatkan informasi yang tidak dapat dijamin kevalidannya, bahkan hoaks. Informasi yang tidak valid/hoaks tersebut tidak hanya terkait langsung dengan penyebaran penyakit covid-19, namun juga terkait dengan aktivitas/kebijakan Pemerintah, dunia usaha, perbankan, kelompok masyarakat dan individu lainnya yang dapat membuat masyarakat resah, panik dan bahkan tidak percaya kepada pihak-pihak tersebut.

Karenanya, memperbaiki literasi dengan cara meningkatkan pengetahuan, kemampuan analisis, dan pemilahan terhadap setiap informasi yang diperoleh maupun yang akan dibagikan kepada pihak lain dapat menjadi strategi utama bagi setiap rumah tangga menghadapi kondisi saat ini. Ketika Literasi seluruh anggota keluarga berkualitas maka dapat dengan mudah terhindar dari kegelisahan dan kepanikan yang tidak perlu. Bahkan akan menciptakan suasana yang tenang, damai dan bahagia di rumah tangga, serta membuat betah untuk stay at home. 

2. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengeluaran rumah tangga.

Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk bisa bertahan di masa pandemi ini, sangat diperlukan kekuatan mental dan fisik (Imunitas) yang prima. Setelah memperbaiki literasi, seiring dengan keterbatasan dana yang tersedia, harus disusun prioritas pengeluaran rumah tangga, agar bisa efektif dan efisien.

Pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan sembako, kebersihan, kesehatan, serta untuk peningkatan pengetahuan harus menjadi prioritas. Kebutuhan diluar itu sebaiknya dikesampingkan untuk sementara waktu. Namun demikian, jangan pernah berpikiran untuk menimbun sembako, walaupun alasannya hanya untuk memenuhi keperluan pribadi rumah tangga saja (tidak untuk dijual). Karena selain merupakan tindakan tidak terpuji, hal itu bisa menyebabkan langkanya persediaan sembako di pasaran dan mengakibatkan harga sembako melambung tinggi serta krisis ekonomi semakin parah.

3. Berpikir positif & produktif.

Keuntungan utama dari memperbaiki literasi diantaranya adalah dapat memahami suatu masalah dari berbagai sudut pandang, sehingga dapat memiliki optimisme dan menemukan hikmah dibalik permsalahan tersebut. Khususnya bagi rumah tangga yang pendapatannya berkurang drastis/hilang akibat bangkrut/PHK, kondisi ini tentunya akan menjadi hantaman keras. Karena jangankan berpikir untuk meningkatkan imunitas setiap anggota keluarganya, untuk memenuhi kebutuhan sembako sehari-hari pun pasti akan mengalami kesulitan. Dalam kondisi seperti ini, dengan adanya program Bansos Pemerintah maupun bantuan para dermawan akan sangat membantu.

Namun demikian, perlu diingat bahwa bantuan tersebut hanya bersifat sementara, sehingga agar bisa mandiri, kita dituntut untuk berpikir positif, & produktif, sehingga bisa menemukan hikmah dan peluang bisnis/ekonomi dibalik pandemi. Apalagi dengan adanya program kartu prakerja, padat karya dan perluasan pembiayaan/stimulus bagi UMKM yang dicanangkan oleh Pemerintah, seharusnya dilihat sebagai peluang yang perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan pengetahuan/keterampilan dan menangkap peluang bisnis yang ada.

4. Meningkatkan penggunaan transaksi non tunai.

Mengapa pada krisis kali ini rush menjadi tidak relevan? Setidaknya terdapat 3 alasan, yaitu pengawasan terhadap kesehatan perbankan yang sudah lebih baik (prudent) dari sebelumnya; telah tersedianya fasilitas transaksi belanja berbasis online; dan adanya potensi penyebaran penyakit covid-19 melalui uang tunai. Terlebih lagi dengan adanya pembatasan aktivitas/mobilitas masyarakat di luar rumah, transaksi non tunai akan sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga dan menjalankan aktivitas keseharian di rumah.

5. Berinvestasi pada instumen investasi Pemerintah dan/atau pada UMK di lingkungan sekitar.

Bagi Rumah Tangga yang tidak terkena dampak pandemi covid-19 secara langsung ataupun yang taraf ekonominya menengah ke atas tentunya dapat mengandalkan tabungan di Bank untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Bahkan diantara mereka, masih ada yang memiliki dana berlebih yang dapat dialokasikan untuk berinvestasi.

Salah satu langkah untuk menutupi pembengkakan defisit negara yang akan ditempuh Pemerintah adalah peningkatan pembiayaan melalui penerbitan surat utang khusus atau diistilahkan dengan "Pandemic Bond". Karenanya, agar tidak terjebak pada investasi bodong (daftar investasi bodong menurut OJK dapat dilihat disini) maka selain berinvestasi dalam bentuk deposito di lembaga perbankan, saat ini masyarakat juga dapat berinvestasi pada instrumen investasi obligasi/surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) jenis ritel, seperti ORI, SBR dan Sukuk. Bahkan, menjalin kemitraan (baik berinvestasi/bentuk kemitraan lainnya) dengan UMK di lingkungan sekitar kita (yang mengalami kekurangan modal) menjadi hal positif juga untuk dilakukan.

6. Ikut Mengawasi pelaksanaan kebijakan Pemerintah.

Satu hal yang perlu dicatat bahwa ancaman moral hazard akan selalu ada pada setiap program/kebijakan Pemerintah, termasuk dalam pelaksanaannya. Karenanya, selain berpartisipasi dalam menyukseskan program Pemerintah, masyarakat pun diharapkan dapat mengawasi pelaksanaan setiap program Pemerintah agar tercapai tujuannya.

Dalam hal ini, pengawasan yang dapat dilakukan adalah minimal terkait pendataan dan penyaluran Bansos/insentif di sekitar lingkungan kita, agar mencakup keseluruhan, tepat sasaran dan sesuai dengan yang ditentukan oleh Pemerintah.

7. Bersedekah.

Bersedekah atau berbagi (sesuai kemampuan) kepada sesama, terutama kepada pihak yang mengalami kesulitan merupakan anjuran bahkan perintah dalam semua agama di Indonesia. Banyak manfaat yang dapat dirasakan ketika bersedekah, bukan hanya oleh penerima, namun juga bagi pemberi sedekah (baik secara langsung maupun tidak langsung).

Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara yang berpenduduk terbesar di dunia dan sejak dahulu memiliki dasar semangat gotong royong yang menunjukkan kuatnya persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia maka sangat besar potensi bantuan yang dapat terkumpul ketika setiap rumah tangga lebih meningkatkan sedekah pada saat ini. Selain untuk membantu memenuhi kebutuhan sembako masyarakat, sedekah yang terkumpul juga bisa diarahkan untuk modal usaha mereka. Ketika hal tersebut bisa dioptimalkan maka mereka tidak hanya dapat bertahan hidup, bahkan dapat meningkatkan produktivitas/kualitas ekonominya.

Akhirnya, walaupun dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan strategi diatas tidak sebesar peran Pemerintah dan dunia usaha dalam memitigasi ancaman krisis ekonomi, namun dengan melaksanakan beberapa (seluruh) strategi tersebut, setidaknya rumah tangga sudah menunjukkan kontribusi nyatanya dalam berperan aktif menyelesaikan persoalan bangsa secara bersama-sama.

Adapun pembagian peran antara Kepala Vs Ibu Rumah Tangga dalam kondisi seperti ini, tergantung keputusan masing-masing rumah tangga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun