Mohon tunggu...
Andi Ansyori
Andi Ansyori Mohon Tunggu... advokat -

selalu ingin belajar, bersahabat, menambah pengetahuan " Tidak ada salahnya baik dengan orang " dan lebih senang mendalami masalah hukum

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penetapan Tersangka Setya Novanto Dipastikan Tidak Ada Motif Politik

18 Juli 2017   15:55 Diperbarui: 18 Juli 2017   18:08 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis tidak heran membaca Breaking News Kompas.com dengan judul Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetapkan Setya Novanto sebagai Tersangka Kasus E-KTP. (17/7). Sebenarnya KPK terlalu berhati hati untuk menetapkan Novanto sebagai tersangka Korupsi Proyek E KTP. Melihat bukti yang terungkap ke media sosial , jauh jauh hari sebelumnya bahkan sebenar Novanto sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka bersamaan waktunya dengan penetapan Irman dan Sugiharto dua pejabat Kemeneterian Dalam Negeri yang kini duduk sebagai pesakitan perkara Korupsi pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Namun dalam kasus Novanto ini, nampaknya KPK sangat berhati hati dan lebih mendahulukan melengkapi alat bukti sebelum menetapkan Novanto sebagai tersangka. Hal ini dapat dimaklumi bahwa Novanto diketahui orangnya licin bagaikan belut sawah. Beberapa kasus kegiatan bisnis Nowanto dimasa lalu yang diduga terindikasi pidana dengan lihay dan lobbyingnya Novanto dapat melepaskan diri dari jerat hukum pidana. Dengan lengkapnya alat bukti dimiliki KPK, terkait korupsi pengadaan E KTP elektronik yang melibatkan Novanto, KPK berharap Novanto tidak akan dapat " ngeles " lagi sebagai mana dia ngeles pada kasus kasus pidana yang melibatkannya diwaktu lalu . Tak tanggung tanggung kali ini KPK berharap KPK dapat langsung memasukan Novanto di balik kerangkeng jeruji besi ruang tahanan bawah tanah gedung KPK .

Masih segar dalam ingatan kita, bahwa Novanto ini memang orangnya licin bagaikan belut. Pada kasus " papa minta saham " Novanto terang benderang telah mencatut Nama Presiden RI, Jokowi untuk meminta Fee perpanjangan Kontrak karya PT. Freeport Indonesia. Disini lagi lagi Novanto bernasib mujur . dengan lobynya dan risk taker melalui kroni kroninya Novanto lagi lagi lepas dari jerat hukum. Walaupun akibat perbuatan " Papa minta saham " itu, beberapa saat Novanto sempat dijungkir balikan dari kursi Ketua DPR RI dikala itu, namun dengan loby dan berbagai langkah licinnya akhirnya Novanto dapat merebut dan dan duduk kembali selaku Ketua DPRRI periode 2014-2019.

Itulah Novanto.

Novanto licin bagaikan belut sawah

Tidak ada kaitan dengan Politik

Lalu untuk memudahkan urusannya bisnisnya Setelah Novanto berhasil meraih kedudukan selaku Ketua Umum Partai Golkar , Novanto tak tangung tanggung kembali Novanto melakukan stretegi licinnya yaitu dengan mendukung dan akan mengajuan kembali Jokowi untuk maju ke Pilpres pada periode kedua Tahun 2019 -2024 mendatang.

Semua strategi politik Novanto itu, tidak Cuma Cuma , ada harganya. Novanto menyadari benar bahwa dia sebenarnya banyak sekali terlibat pada kegiatan bisnis yang terindikasi masuk ke wilayah pidana , terakhir salah satunya adalah kegiatan bisnisnya terkait mega Proyek E KTP. Harapan Novanto, dengan ada jasanya mendukung Jokowi untuk maju ke Pilpres 2019-2024, Novanto berharap agar Jokowi dapat melakukan intervensi ke KPK , agar KPK dapat menganulir keterlibatan Novanto dalam kasus korupsi E KTP. Namun harapan Novanto itu tinggal harapan. 

Harapan Novanto tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Ternyata Presiden Jokowi serius untuk melakukan pemberantasan korupsi di negeri ini. Jokowi tidak pernah melakukan intervensi terhadap lembaga KPK. KPK berjalan sendiri. Sejak kasus Ahok hingga ke Kasus Korupsi Proyek E KTP yang melibatkan Novanto, mantan menteri, gubernur dan anggota DPR Periode 1999-2014, ternyata Jokowi tidak pernah melakukan intervensi politik terhadap KPK. Tegasnya bahwa penetapan sebagai tersangka Novanto pada kasus korupsi E KTP murni berdasarkan hukum. Tidak ada kaitannya dengan motif politik, tidak ada kaitannya dengan dukung mendukung Jokowi maju ke Pilpres periode kedua. Tidak ada kaitannya dengan hak angket KPK. Tidak ada kaitannya dengan kegiatan politik yang hiruk pikuk di gedung Parlemen ,

Hal ini ditebali lagi oleh pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo bahwa Penetapan Ketua Umum Partai Golkar yang juga ketua DPR RI , Setya Novanto, sebagai tersangka pada kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), tidak ada kaitan sama sekali dengan politik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka murni berdasarkan hukum di Gedung KPK Jakarta senin (17/7/207)

Pasal yang ditembakkan KPK ke Novanto

Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo , kasus yang melibatkan Novanto pada proyek skandal korupsi E KTP ini, Novanto diduga berperan menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi. Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan. Novanto diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.

Masih menurut Agus Rahardjo , berdasarkan hal tersebut , Lalu selanjutnya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dari penjelasan Agus Rahardjo tersebut diatas, Untuk memudahkan kita memahami pasal korupsi yang ditembakan KPK ke Novanto, pasal yang dikenakan KPK ke Novanto bersifat pasal alternatif. Maksudnya apabila Novanto lolos pada pasal 3, lalu KPK akan mengejar Novanto dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Melihat bukti bukti permulaan yang muncul kepermukaan keterlibatan Novanto pada skandal kasus Korupsi E KTP, sebagaimana di muat dalam berbagai medsos sudah terang benderang , maka untuk menyingkat pembahasan , penulis hanya akan membahas pasal 3 saja.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) KUHP sebagai berikut :

 

" Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau sesuatu korporasi menyalagunkan kewenangan , kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara "

 

Maka dengan demikian unsur unsur pasal 3 sbb :

  • Setiap orang
  • Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
  • Menyalahgunakan kewenangan , kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan ataun kedudukan
  • Dapat merugikan keuangan negara ataun perekonomian negara
  • Sebagai orag yang melakukan atau menyuruh lakukan atau turut melakukan tindak pidana

Maka secara sederhana marilah kita melihat apakah penetapan Novanto sudah memenuhi unsur Pasal 3 UU Tipikor atau Novanto tidak tertutup kemunkinan bisa lolos dari jerat KPK

Kita mulai dari pasal yang paling penting terlebih dahulu dalam pembuktian tindak pidana korupsi.

Ad Pasal penyalagunaan kewenangan

Disini, jelas Novanto menyalagunakan kewenangannya. Tidak ada dalam Tugas dan Fungsi ketua DPR RI bertemu dengan penyelenggara Proyek . Sebagai mana kesaksian Irman, Sugiharto, Diah anggreni pejabat kementerian Dalam Negeri , sebelum pelaksanaan Proyek bahwa Novanto bersama sama para pejabat tersebut membahas proyek E KTP di salah satu tempat.. Maka disini unsur penyalagunaan kewenangan terpenuhi.

Ad. Pasal tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Bahwa yang dimaksud dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain untuk simpelnya berdasarkan catatan yang tersebar di berbagai medsos, bahwa Novanto menerima Rp. 574, 2 Milyar. Artinya Novanto telah menguntungkan dirinya sendiri dan orang lain, maka unsur menguntungkan diri sendiri dan orang lain terpenuhi

Ad Pasal Dapat merugikan keuangan negara

Bahwa berdasarkan hasil investigasi BPK dan KPK , Korupsi E KTP.

mengakibatkan kerugian eg ara Rp 2,3 triliun dari nilai total proyek Rp 5,9

triliun.

Dengan demikian unsur merugikan keuangan negara terpenuhi.

Ad Pasal bersama sama melakukan tindak pidana

Bahwa melihat kronologis kegiatan yang muncul di persidangan Tindak

Pidana Korupsi E KTP yang tersangkanya Irman dan Sugiharto , maka peran

Novanto adalah mengatur perencanaan anggaran E KTP dan menentukan

perusahaan pemeanangnya. Maka unsur bersama sama melakukan tindak

Pidana Korupsi terpenuhi.

Dari uraian tersebut diatas penetapan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka pada skandal Kasus Korupsi Mega Proyek E KTP, tidak ada kaitannya dengan kegiatan dukung mendukung Jokowi maju pada Pilpres 2019 mendatang, tidak ada kaitannya dengan hak angket KPK, tidak ada kaitannya dengan motif Politik

Bahwa penetapan Ketua Umum Partai Golkar yang Juga saat ini selaku Ketua DPR RI , murni penetapan berdasarkan hukum. Karena sebagaimana yang kita bahas bersama, bahwa perbuatan Novanto dalam skandal kasus Proyek E KTP sudah memenuhi seluruh unsur Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) KUHP

Sampai disini kita dapat mengabaikan beberapa opini dari para netter, bahwa opini mereka bahwa penetapan Ketua DPR RI sebagai tersangka pada kasus korupsi E KTP lebih kepada motif politik. Penetapan tersangka terhadap Novanto seolah bekejaran waktu dengan penanda tangan hak angket tentang KPK di gedung parlemen. Semua opini itu dapat dipastikan tidak benar. Sebagaimana yang sudah kita bahas penetapan Novanto sebagai tersangka pada kasus Korupsi E KTP, murni berdasarkan hukum. Tidak ada kaitan sama sekaliu dengan motof politik.

Kembali ke judul :

Dipastikan Penetapan Tersangka Setya Novanto tidak ada motif politik.

 

Sumber :

 

  •  Kompas ,com 17/7/2017
  •  Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) KUHP

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun