Namun apa mau dikata itu lah warga  dusun. Dusun mereka terlalu terpencil , di ceruk lereng Bukit Barisan Pulau Sumatera. Hingga kini listrik saja belum masuk. Karena terkendala listrik itupula lah maka  tidak ada satupun lembaga perbank an yang sanggup membuka kantor cabangnya didusun tersebut.
Mereka menabuh piring, baskom, kuali dan arak arakan setiap  terjadi Gerhana , Menurut warga dusun tersebut , tidak berkaitan dengan agama , tapi lebih kepada budaya dan hiburan belaka. Karena dusunnya terlalu terpencil , maka tidak ada hiburan yang mudah didapat disana.
Dulu  penulis pernah bertanya , kepada tetua dusun setempat , darimana asalnya budaya setiap ada gerhana bulan atau gerhana matahari warga dusun beramai ramai membuat arak arakan dan  menabuh alat alat dapur dan  beduk di masjid masjid.
Jawab mereka dengan entengnya.“ Ya , tanya bapak mu “
Menurut ceritera guru ngaji kami , kegiatan menyambut kedatangan gerhana bulan atau gerhana matahari didusun itu dengan cara  membunyikan tetabuhan alat alat dapur adalah tradisi turun temurun dari dulu dulunya , dari sononya , hingga sekarang belum berubah.
Miris  rasanya,  didusunku ,  walaupun dunia sudah berubah dan era globalisasi dan tehnolgi informasi sudah melanda Indonesia, dusun kami seperti masih berkutat seperti  zaman batu tempo dulu.
Itulah yang penulis maksud cara unik orang  di sebuah dusun terpencil dilereng Bukit Barisan Sumatera menyambut  kedatangan gerhana matahari.
Â
Pertanyaanya : Â Siapa yang salah ya... pemerintah...atau ... salah sendiri kenapa mau tinggal di desa terpencil seperti itu?
Â