Masih di bayangi rasa kantuk yang teramat berat dan pikiran tidak tentu arah, kami pun diarahkan ke tempat dimana perjalanan dimulai, disitu terdapat dua panitia yang memberikan aturan dan nasihat kepada kami agar kami sampai dengan tujuan akhir.
Abang berambut pendek dengan badan tinggi menggunakan topi hitam pun berdiri dan hendak berbicara.
"Kalian kelompok pertama yang melakukan perjalanan jurit malam. Dengarkan dengan seksama aturannya. Yang pertama kalian harus mengikuti jalan yang di beri tanda petunjuk dengan tanda tali berwarna merah yang di ikat di setiap petunjuk jalan, yang kedua setiap bertemu orang kalian harus bilang "Judiko konama" sampai 3 kali jika ia menjawab "Kena do" maka itu adalah panitia yang wajib kalian ikuti perintahnya. Jika ia tidak menjawab berarti itu bukan panitia dan kalian tetap melanjutkan perjalanan dengan mengikuti pertanda jalan, mengerti?" Tanya abang.
"Mengerti." Jawab kami kompak.
"Oke sekarang kalian boleh mulai." Ucap Abang panitia, sedangkan abang lainnya berwajah bulat dan pendek memberikan kami satu buah lilin yang menyala, "Lilin ini tidak boleh padam." Jelasnya.
Malam yang sangat senyap dan sunyi ditambah suara bunyi binatang liar yang bersahutan menambah kesan yang menyeramkan, pohon-pohon besar yang menjulang keatas. Angin malam yang begitu kuat berhembus membuat kami berjalan dengan hati-hati agar lilin yang dipegang oleh Juki tidak padam. Beruntung malam ini bulan begitu terang sepertinya sedang purnama, sehingga jalan masih terlihat meski samar-samar. Kami berlima pun seperti gerombolan anak ayam yang sedang berpetualang tanpa induk.
"Ya ampun ini kegiatan apa sih ,tengah malam buta kita disuruh keluyuran, memangnya kita lagi nyari setan apa." lirih Doni, pemuda lembut seperti perempuan itu kelihatan sekali mengantuk berat.
"Bacot nya kamu Don. Udah ikutin saja, ini pasti seru." Cetus Juki.
"Aku masih ngantuk, lagian lambat sekali Juki, sini biar aku saja memegang Lilinnya,"Doni pun langsung mengambilnya dari tangan Juki.
"Aku saja Donita, aku kan ketuanya jika kamu pegang nanti bisa padam apinya." Langsung meraih lilinnya dari Doni, dan seperti yang kami duga Lilinnya padam dan patah. Mereka berdua pun terdiam sejenak kemudian saling menyalahkan.
Aku menghela nafas panjang. "Ini," dengan memegang lilin yang patah dan memperlihatkannya kepada mereka. "Ini Slayer bukan Lilin yang bisa kalian tarik sesuka hati kalian.
"Kalian itu kenapa sih selalu bertengkar disituasi yang tidak tepat. Sekarang kita lagi ada ditengah hutan, tanpa lilin kita mau lihat petunjuk bagaimana." Kali ini aku benar-benar marah. Terlihat mereka semua terdiam.