Beban akuntabilitas ini bukanlah hal yang sederhana. Keputusan untuk meningkatkan pengeluaran dalam situasi yang penuh ketidakpastian menimbulkan tantangan dalam penyusunan anggaran yang berkelanjutan. Di tengah keadaan ini, sumber pendanaan untuk menutupi defisit anggaran menjadi sumber perhatian yang krusial. Ketergantungan pada utang untuk membiayai pengeluaran yang meningkat dapat mengarah pada masalah yang lebih besar di masa depan.
Pada saat yang sama, utang luar negeri Indonesia melonjak menjadi $398 miliar, dengan rasio pembayaran utang (DSR) meningkat menjadi 15% (Bank Indonesia, 2021). Kenaikan ini menimbulkan kekhawatiran terkait keberlanjutan fiskal. Ketika sebagian besar anggaran digunakan untuk menanggulangi dampak pandemi, utang yang terus meningkat akan membebani anggaran di masa mendatang. Hal ini menciptakan dilema---bagaimana mempertahankan pertumbuhan ekonomi sambil mengelola utang yang semakin tinggi?
Bahkan, ada risiko jangka panjang yang perlu diantisipasi, di mana pemenuhan kewajiban utang semakin sulit untuk dipenuhi jika kondisi ekonomi tidak membaik. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk membuat langkah-langkah strategis dalam pengelolaan utang.
Di tengah keadaan darurat kesehatan ini, tantangan yang dihadapi Indonesia menjadi sangat krusial, mengingat dampak jangka panjang yang dapat ditimbulkan terhadap ekonomi nasional. Tanpa strategi yang solid, peningkatan utang dan defisit anggaran dapat menjadi bumerang bagi stabilitas perekonomian Indonesia. Sekalipun situasi saat ini menuntut kebijakan fiskal yang lebih proaktif, tetap penting untuk melihat ke depan dan menghindari ketergantungan pada utang sebagai satu-satunya solusi.
Tantangan ke Depan: Strategi Pengelolaan Utang dan Defisit
Dalam menghadapi tantangan ini, sangat penting bagi pemerintah untuk menerapkan strategi pengelolaan utang yang solid. Pemerintah perlu memastikan bahwa utang digunakan untuk investasi produktif yang dapat menghasilkan pertumbuhan jangka panjang dan bukan hanya untuk membiayai pengeluaran rutin. Selain itu, program pendidikan dan literasi keuangan di masyarakat perlu ditingkatkan untuk membekali individu dengan pengetahuan yang memadai tentang pengelolaan finansial.
Dari pengalaman sejarah hingga saat ini, jelas bahwa pengelolaan twin deficit tidak boleh menjadi hal yang sepele. Kita harus mengingat bahwa perekonomian yang kuat dan berkelanjutan adalah tanggung jawab bersama pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Sebuah sinergi antara kebijakan fiskal yang bijaksana dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dapat mengantisipasi tantangan twin deficit agar tidak menjadi beban bagi generasi mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H