Ia juga menderita PTSD atau stres paska kejadian traumatis. So-won harus hidup seperti itu seumur hidupnya. Kasus perkosaan itu tak hanya membuatnya takut dengan lelaki dewasa tetapi juga takut melihat ayahnya sendiri.
Ternyata tidak semudah itu menangkap pelaku karena kurangnya bukti mempersulit proses tersebut. Sedangkan keadaan So-won sendiri dalam trauma berat. Bersyukur ada seorang terapis dari sebuah yayasan bernama "Sunflower" yang membantu menangani trauma anak-anak yang dilecehkan secara seksual.
Terapis tersebut menyewa beberapa konstum tokoh kartun Kokomong untuk menghibur So-won. Bahkan sang Ayah rela memakai kostum kokomong setiap ingin berjumpa dengan anaknya karena So-won tidak mau melihat dan berbicara dengan ayahnya.
Beberapa kali terapis tersebut bertemu dengan So-won dan akhirnya ia mampu untuk bangkit walaupun tidak semudah yang dibayangkan.Â
Teman-teman So-won yang tidak mengetahui kejadian tersebut berupaya mencari tahu apa yang terjadi pada So-won, terutama saat ia menyembunyikan plastic bag kotorannya di dalam bajunya dan itu menjadi luka tersendiri pada diri So-won. Bersyukur para sahabat dan orangtua terus ada bersamanya.
Bagaimana dengan nasib pelaku? Pelaku terus membela diri kalau ia tidak ingat. Bahkan berkata kalau ia rela dihukum mati jika melakukannya, masalahnya ia tidak ingat melakukan hal tersebut.
Pelaku beralibi mabuk dan bajunya dicuri. Pembela juga memberikan hasil RS yang menyatakan kalau pelaku adalah pencandu alkohol dan membuatnya hanya dihukum 12 tahun.
Saya tidak berhenti mengucurkan air mata sejak tragedi dimulai. Dan ada satu adegan emosional yang membuat air mata saya mengucur lebih deras, yaitu saat So-won mengetahui kalau Kokomong yang selalu ada di dekatnya adalah sang ayah dan ia menyadari kalau selama ini ia mengacuhkan ayahnya (karena trauma).Â
So-won kemudian mengajak sang ayah pulang bersama sambil menggandeng tangannya, kemudian membasuh keringat sang ayah karena kepanasan memakai kostum Kokomong di hadapan ibunya.