Nyalakan tungku itu, persembahan jiwa ku pada neraka
Bertepuk tangan lah seraya kau berjalan mundur
Di bawah purnama, berteriak lah, saksikanlah persembahan ini
Bawalah darahku nanti sebagai pengiring langkahmu
Menarilah di atasnya, tertawalah seangkuhmu
Mungkin ini yang ku cari, mungkin itu yang ku nanti."
Lalu ia berhenti sejenak setelah dirasa cukup untuk melampiaskan rasa dan karsanya, ditutuplah bukunya, ia mencoba memahami realita, memandangi kurir yang mengangkut barang bawaannya, pedagang kaki lima yang sibuk menyajikan makanannya, bisingnya lalu Lalang kendaraan dan mesin kereta, tangisan anak kecil hingga pelukan perpisahan atau pertemuan dari perpisahan yang memakan waktu.
"Nugas kok di stasiun mas?" tanya seorang perempuan yang tak dikenali Atman.
"Nggak mba, lagi nulis aja,"
"Oalaahh, jarang-jarang saya ngeliat orang nulis di keramaian gini, biasanya orang kalua nulis nyari tempat yang damai, emang masnya lagi nulis apa?"
"Puisi doang sih mba, lagi bingung mau ngapain sore-sore gini, kayaknya nyantai di sini sambil nulis asik,"