Mohon tunggu...
Andhika AhmadMaulana
Andhika AhmadMaulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga

Idealisme dan realistisme

Selanjutnya

Tutup

Politik

Aliansi Baru dalam Kontestasi Pilpres 2024

8 Juni 2022   11:00 Diperbarui: 8 Juni 2022   11:48 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesta demokrasi atau yang dikenal dengan sebutan pemilihan umum (pemilu) merupakan pemilihan yang dilakukan serentak oleh seluruh rakyat dalam suatu negara demokrasi, yang biasanya diselenggarakan dalam kurun waktu 5 tahun sekali. Pemilihan umum di Indonesia sudah mengalami proses perjalanan yang cukup panjang. 

Kompetisi politik mengarah pada pemilihan umum  2024, terus mengalami amplifikasi. Pemerintah sudah menetapkan jadwal tentang persiapan pemilihan umum  dan pemilihan kepala daerah yang serentak pada tahun 2024. Dalam ujarannya lewat pidato di Istana Kepresidenan Bogor, Presiden meminta para menteri ataupun jajarannya untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa penetapan pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak sudah disepakati yang akan dilaksanakan pada 14 Febuari 2024. 

Pemerintah menegaskan, penetapan jadwal pemilu ini untuk meminimalisir munculnya isu baru seperti adanya potensi penundaan pemilu di masyarakat. Isu yang sedang marak diperbincangkan oleh publik, menimbulkan spekulasi baru  bahwa pemerintah sedang merancang perencanaan untuk melakukan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden untuk tiga periode. Proses tahapan demi tahapan sudah dimulai pada pertengahan bulan, tepatnya pada bulan Juni 2022. Meskipun pemilu diselenggarakan dalam dua tahun yang akan datang, isu terkait prediksi calon presiden kini mulai marak diperbincangkan oleh publik. Berbagai pengamat politik memprediksikan beberapa nama yang relatif maju dalam pertarungan Pilpres 2024.  

Poros Baru Dalam Koalisi Pemerintah

Ketua umum partai politik, kini sudah mulai ancang-ancang dalam mempersiapkan calon yang kompeten untuk bisa bertarung dalam pilpres nanti. Pemilihan umum pada 2024 bisa berpotensi akan ada tiga kandidat calon presiden yang akan ikut bertarung, pasalnya partai politik yang berkoalisi di dalam pemerintahan Indonesia Maju atau pemerintah Jokowi -Ma’ruf sudah membentuk koalisi baru yaitu Koalisi Indonesia Bersatu. 

Partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu di motori oleh Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Terbentuknya koalisi partai politik tersebut, bukan koalisi di dalam koalisi pemerintah yang aktif. Koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf tetap ada dan bagian dari itu. Koalisi Indonesia Bersatu, tidak akan terbentuk apabila tidak adanya suatu kesamaan diantara partai politik yang tergabung. Hal yang mendasari terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu, untuk meminimalisir terjadinya polarisasi politik. 

Sebagimana diketahui bahwa pemilihan presiden pada 2014, membawa basis ataupun corak yang populis. Dua kandidat calon presiden yang berkompetisi pada 2014 agenda dan tema yang dibawa, apabila dilihat secara detail basisnya yaitu populisme. Dengan demikian persoalan tersebut kemudian mengkristal dan membawa lebih lanjut pada pemilihan presiden 2019 menjadi sebuah pertarungan ideologis, sehingga memanifestasikan politik identitas. Hal tersebut justru membahayakan demokrasi karena politik identitas akan melahirkan suatu polarisasi di masyarakat. 

Polarisasi yang timbul di masyarakat cenderung sangat berbahaya. Masyarakat pun tidak akan bicara lagi mengenai gagasan, ide, ataupun konsep. Hal yang dibicarakan oleh masyarakat merujuk kepada pilihan warna, partai, ataupun idelogi yang mereka anut. Ini menjadi sebuah formula kemunduran demokrasi secara dinamis, karena demokrasi menjadi hal yang tidak menarik. Tidak ada sebuah pembelajaran pendidikan yang bisa diberikan kepada masyarakat serta tidak ada proses pendewasaan dalam demokrasi. 

Dalam politik identitas elit yang di atas sangat cepat untuk menyatu, akan tetapi formasi yang ada di bawah masih terpecah. Persoalan tersebut menjadi sebuah aspek keprihatinan para ketua umum partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu. Pertarungan berbasis ideologis pada pemilihan presiden sudah tidak relevan lagi, aspek yang harus dikedepankan yakni gagasan, program, ataupun konsep. Dan ini merupakan aspek yang penting untuk meminimalisir terjadinya disintegrasi di masyarakat, hal ini menimbulkan suatu budaya politik baru dalam perpolitikan di Indonesia. 

Safari Politik Dalam Meningkatkan Elektabilitas.

Gerilya partai politik hingga tokoh politik dalam persiapan menuju bursa Pilpres 2024 sudah mulai nampak. Ketua umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto menghabiskan liburan hari raya dengan melakukan safari ke beberapa ulama dan tokoh di Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Yogyakarta. Bersamaan dengan itu Partai NasDem tengah bersiap menyambut forum Rakernas yang dilaksanakan pada 15 sampai 17 Juni.

Partai NasDem tengah mengusulkan tiga nama kandidat calon presiden untuk diserahkan kepada Ketua umum yakni Surya Paloh, untuk mendapatkan restu dan dukungan pada Pilpres 2024. Nama kandidat yang menguat di pengurus DPW, yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Andika Perkasa. Strategi NasDem dalam mengusulkan nama dari awal, agar mempunyai nama calon presiden yang berkompeten serta punya asosiasi dengan Partai NasDem supaya memiliki kesempatan dalam memperoleh dampak positif dari elektabilitas calon presiden yang diusung. Elektabilitas seorang kandidat akan sangat berpengaruh pada persepsi para pemilih ketika pemilihan presiden nanti. Para pemilih tentu memerlukan perhitungan track record calon kandidat secara rasional bukan hanya sekedar pencitraan semata. 

Partai politik sebagai fasilitator dalam mempertimbangkan latar belakang, rekam jejak, serta potensi setiap kandidat harus sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat. Berbagai tokoh politik mulai gencar melakukan kampanye dengan memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk meningkatkan elektabilitasnya. Beragam konten yang dibuat di media sosial oleh tokoh politik sangat berpengaruh terhadap elektabilitasnya. Untuk merealisasikan elektabilitas menjadi sebuah kenyataan tentu membutuhkan modal yang tidak sedikit, tidak menutup kemungkinan para kandidat juga akan mengeluarkan dompet pribadi mereka demi memenangkan kontestasi pada Pilpres 2024. 

 Koalisi Strategis Antara Gerindra -NasDem 

Pertemuan tokoh politik dinilai sebagai sebuah koalisi untuk mempersiapkan kontestasi Pilpres 2024. Ketua umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto melakukan pertemuan dengan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh. Pertemuan kedua ketua umum ini dinilai akan menciptakan sebuah koalisi baru dalam kontestasi Pilpres 2024. Berbeda dengan Koalisi Indonesia Bersatu. Koalisi Gerindra -NasDem mempunyai kekuatan secara signifikan. Pasalnya kedua partai politik ini mempunyai potensi tokoh dan elektabilitas yang mumpuni. 

Selain itu dua partai politik ini didukung dengan sokongan dana yang cukup. Dari segi calon presiden kedua partai politik ini tampak memiliki potensi bursa kandidat dengan elektabilitas tertinggi. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan digadang-gadang menjadi bursa Capres dari Partai NasDem sedangkan dari Partai Gerindra akan mengusung Prabowo Subianto. Elektabilitas kedua tokoh tersebut sangat berbeda jauh dengan elektabilitas Ketua DPR RI yakni Puan Maharani, yang akan kemungkinan menjadi kandidat capres utama dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). 

 Politik Ojo Kesusu Ala Jokowi

Projo atau pendukung Jokowi mulai mempersiapkan diri menjelang kontestasi perhelatan politik pada pilpres 2024. Organisasi masyarakat pendukung Jokowi tersebut menggelar Rapat Kerja Nasional(Rakernas) V Projo di Balkondes Borobudur, Magelang, Jawa Tengah . Presiden Jokowi menyebutkan arah dukungan dirinya dan para kaderisasi Projo menjadi salah satu hal yang patut diperhitungkan dalam peta politik nasional. Politik merupakan suatu hal yang relatif dan dinamis, politik Ojo Kesusu yang di sampaikan Jokowi dalam Rakernas ke-V itu membina para kader-kadernya agar tidak buru-buru dalam menentukan sikap dukungan terhadap calon kandidat presiden yang akan berkompetisi pada 2024. 

Karena makna Ojo Kesusu yang di bilang Jokowi secara tersirat mengandung pesan bahwa situasi politik kerap berubah-ubah. Saat bersamaan, Jokowi pun kerap memberikan kode dukungan terhadap salah satu calon presiden yang hadir dalam acara Rakernas ke-V itu. Bukan hanya sekedar dari sebuah kebetulan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hadir dalam acara itu. Sejumlah kader Projo pun kendati meneriaki nama Ganjar usai Jokowi memberikan pertanyaan tersebut. 

Ketua Umum Projo mengklaim bahwa bahwa pendukung Jokowi mengarah kepada Ganjar Pranowo untuk bersaing di Pilpres 2024. Dilihat dari segi elektabilitas, nama Ganjar Pranowo menempati urutan posisi pertama dalam berbagai survei. Hal tersebut sebagai manuver politik bagi Projo untuk bisa mendapatkan simpatisan dari masyarakat apabila Ganjar Pranowo bisa dicalonkan pada kompetisi Pilpres 2024

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun