Korupsi saat ini sudah menjadi trend dimana-mana, yang melakukan korupsi pun sudah tidak mengenal kelas dan strata lagi, mulai dari level menteri, sampai kepada level kepala desa, korupsi pun kini sudah mulai menjalar sampai ke penegak hukum dan swasta.Â
Bahkan yang menyandang status PNS (Pegawai Negeri Sipil) pun, tanpa disadari dalam kesehariannya telah melakukan perilaku korupsi kecil-kecilan dengan modus "terlambat masuk kantor dan cepat pulang sebelum waktunya" padahal telah digaji oleh negara dengan jam kantor yang sudah ditentukan.
Perilaku korup memang sudah menggurita dan sudah menjadi kanker ganas stadium empat yang susah disembuhkan dan yang lebih parah lagi terduga korupsi pun sudah tidak mempunyai rasa malu lagi tampil di depan publik. Lihat saja ketika mereka diwawancarai oleh awak media (cetak maupun elektonik) mereka tidak menampakkan wajah penyesalan apalagi perasaan bersalah dan dengan enteng mereka menjawab "kan ini baru dugaan belum tentu kami bersalah dan kita harus menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah".
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasalpasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada
tindak pidana lain yang yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu adalah:
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi.
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar.
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka.
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu.
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau
memberikan keterangan palsu.
6. Saksi yang membuka identitas pelapor.
Pasal-pasal berikut dibawah ini dapat dikaitkan dengan tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Bagaimana Islam Memandang Korupsi?
Saat ini di Indonesia bisa dikatakan kasus korupsi sudah menjadi hal yang biasa. Bisa kita lihat dalam data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2019 kasus korupsi dalam lingkup penyuapan mencapai 661 kasus, ini menandakan begitu banyaknya koruptor di Indonesia. Dengan segala macam tuntutan dan dorongan dari pihak yang memaksa para koruptor untuk mengambil yang bukan haknya.
Lalu bagaimana islam memandang masalah ini?
Agama islam sendiri membagi istilah korupsi dalam beberapa poin yakni Risywah atau suap, Saraqah atau pencurian, Al-gasysy atau penipuan dan juga khianat atau pengkhianatan. Korupsi dalam dimensi suap atau Risywah di dalam pandangan hukum islam adalah perbuatan yang tercela dan juga menjadi dosa besar karna perusakan massal, dan Allah pun melaknat pelakunya.
Allah melarang keras kita untuk melakukan korupsi, hal ini terdapat dalam:
An-nisa':29
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Al-Ma'idah:2
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Al-Ma'idah:42
Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.
Allah tidak melarang sesuatu yang didalamnya terkandung banyak mudhorot bagi pelaku dan banyak orang. Begitu juga halnya dengan korupsi atau ghulul. Pelaku ghulul akan dibelenggu atau akan membawa hasil dari korupsi di hari kiamat sebagaimana Nabi bersabda : "Demi Allah, yang jiwaku berada ditangan-Nya. Tidaklah seseorang mengambil sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari kiamat membawa sesuatu di lehernya. Jika yang diambil seekor unta, makan unta itu bersuara. Jika yang diambil sapi, maka sapi itupun bersuara..."
Dan juga tidak menerima Shadaqah dari hasil korupsi, bagaimana bisa kita menyedekahkan sebagian harta yang bukan menjadi hak kita, tentu saja pada dasarnya hal ini adalah sesuatu yang haram. Sehingga berdampak bagi pelakunya yaitu bisa menghalangi terkabulnya doa yang ia panjatkan.
Hukum yang berikan kepada pelaku ghulul yaitu potong tangan. Tentunya ada hikmah dibalik adanya hukum ini, seperti di Arab Saudi diterapkannya hukum ini, misalnya ada seorang pencuri yang mencuri dihari jum'at kemudian diiklankan dimedia massa. Kemudian ke esokkan harinya akan ada mobil polisi yang membawa pencuri tersebut, dan juga ada mobil ambulans serta tim medis yang akan mengurus setelah tangannya dipotong, dan ada mobil pengadilan yang melaporkan kepada raja ketika eksekusi telah dilaksanakan. Kemudian tangan pelaku akan diletakkan di atas meja kemudian di ikat tangan kirinya lalu di potong telapak tangannya.
Dengan adanya hukum ini sebagian orang mengatakan bahwa ini adalah hukuman yang kejam, hukuman yang keras dan juga sebagainya.Â
Coba kita bayangkan dengan diterapkannya hukum ini di Indonesia, bagaimana besarnya dampak yang ditimbulkan. Kita iklankan para koruptor dan akan di eksekusi lewat media sosial seperti yang diterapkan di Arab Saudi, kemungkinan besar peluang untuk korupsi akan menghilang. Karena hukuman yang di terapkan sangat keras, tetapi pada kenyataannya hukuman bagi para koruptor hanya harus tinggal di jeruji besi yang mempunyai fasilitas layaknya "rumah sendiri". Hukuman seperti ini tidak akan membuat jera para koruptor, akan muncul banyak pelaku yang akan korupsi.
Semoga Indonesia bisa semakin serius dalam mengatasi masalah ini. (Dr. Ira Alia Maerani, M.H. (dosen FH Universitas Islam Sultan Agung), dan Andhi Rohman (Mahasiswa Teknik Informatika fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Sultan Agung).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI