Hal ini dapat dibuktikan pula dengan banyaknya unggahan masyarakat di media sosial. Masyarakat kini bertindak seolah-olah apa pun yang mereka lakukan dan rasakan harus diketahui semua orang sehingga setiap harinya hampir semua orang pasti mengunggah salah satu kegiatannya di media sosial.
Unggahan-unggahan di media sosial pun kerap kali dijadikan standar dalam kehidupan, seperti gaya berpakaian yang kini lebih cenderung ke budaya pakaian luar negeri, gaya berpacaran, harus mengambil makanan yang dipesan sebelum dimakan dan sebagainya.
Dengan standar-standar yang kian lama menjadi budaya itu memberikan dampak yang negatif pada kebudayan Indonesia. Budaya Indonesia yang dikenal ramah pada siapa pun tak lagi dirasakan sebab setiap pertemuan semua orang sibuk dengan gawainya masing-masing, tidak berniat untuk bercengkrama dengan orang-orang disekitarnya.Â
Kebudayaan Indonesia pun tidak terlalu menonjol lagi sebab banyak kebudayaan negara lain yang menarik perhatian generasi milenial, seperti mengikuti tarian K-Pop. Banyak sekali acara-acara yang mengadakan lomba tarian K-Pop dan jarang acara-acara yang mengadakan lomba menari daerah, kecuali acara-acara yang diselenggarakan pemerintah.
Anak-anak usia di bawah 18 tahun yang melihat tren ini secara otomatis akan mengikuti perkembangan ini, mengapa? Sebab anak-anak di bawah 18 tahun secara psikologis belum dapat menentukan dengan benar apa yang harus dilakukan maupun tidak. Ketika ada tren tertentu mereka akan segera mengikuti dengan tujuan akan menjadi pusat perhatian seperti tren tersebut.Â
Selain tariannya, mereka pun cenderung mengikuti cara berpakaian luar negeri yang bebas dan terbuka. Akibatnya anak-anak yang mengikuti tren tersebut tidak lagi disebut anak-anak dikarenakan gayanya yang sudah seperti orang dewasa.
Tidak hanya tren luar negeri, tetapi juga gaya berpacaran dan bentuk tubuh. Media sosial tidak menyaring unggahan apa pun yang ada di linimasanya sehingga ketika orang-orang dewasa mengunggah kegiatannya dengan pasangannya itu dapat dilihat dengan mudah oleh anak-anak di bawah umur yang memiliki media sosial yang sama.Â
Sama seperti tren luar negeri, ketika melihat gaya berpacaran orang dewasa tersebut anak-anak dengan cepat akan mengikutinya kerena mereka menganggap itulah standar yang ada. Sehingga banyak bermunculan kasus-kasus anak SD yang berpacaran di luar batas.
Bentuk tubuh ideal bagi generasi milenial, khususnya wanita, seolah menjadi hal yang wajib. Para remaja di Indonesia berlomba-lomba menunjukkan bahwa bentuk tubuh mereka yang terbaik. Sehingga mereka tak segan lagi menggunakan pakaian-pakaian yang terlampau ketat dan terbuka. Ini mencoreng budaya Indonesia, sebagai negara timur yang identik dengan pakaian sopan dan tertutup. Tidak hanya media sosial, tayangan televisi pun menjadi sumber tiruan anak-anak di zaman ini.
Inilah alasan mengapa pendidikan sangat dibutuhkan sebagai tameng masyarakat Indonesia dalam menghadapai kemajuan teknologi. Tidak hanya pendidikan formal tetapi juga pendidikan nonformal yang dapat diperoleh di luar sekolah, seperti keluarga dan lingkungan tempat tinggal.
Para pendidik di sekolah diharapkan dapat mendidik anak-anak muridnya menjadi anak yang cerdas dan berkarakter. Hal ini dapat dilakukan tidak hanya dengan menetapkan berbagai peraturan dan sanksi tetapi juga dengan cara sederhana yang dimulai dari para pendidik, seperti selalu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan santun, tidak menggunakan kata-kata kasar, bertingkah laku sopan sekalipun pada anak muridnya yang notabene jauh lebih muda darinya, tidak datang terlambat ke sekolah dan lain sebagainya.Â