Mohon tunggu...
andaru rahutomo
andaru rahutomo Mohon Tunggu... rakyat jelata -

fulfilling a never ending purpose

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sistem Kepolisian Ideal di Indonesia

7 Desember 2015   22:57 Diperbarui: 4 April 2017   18:23 2659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Aspek Hakekat Ancaman Kamtibmas.

Kondisi multi etnis, kekayaan alam yang luar biasa banyak, wilayah yang luas, dan terdiri dari banyak pulau merupakan sebuah modal keragaman yang sangat menguntungkan bagi Indonesia. Tetapi hal tersebut tidak datang tanpa meninggalkan ancaman terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat. Kondisi Indonesia yang multi etnis dapat membawa bahaya perpecahan dan kerusuhan antara etnis. Gelombang perkembangan ekonomi sering membawa arus penduduk ke daerah tertentu dan menggusur keberadaan penduduk lokal. Timbulnya kelompok dominan dan kelompok minoritas yang tidak berinteraksi dengan baik membawa hakekat ancaman yang tidak bisa diacuhkan. Seperti beberapa contoh kasus yang terjadi di kota-kota dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dimana timbul konflik antar suku bangsa yang berujung kepada jatuhnya korban jiwa dan rusaknya harta benda milik masyarakat. Keberadaan polisi dan tindakan polisi sangat berkaitan dengan hal ini karena menjaga kamtibmas dan melindungi harta benda merupakan tugas pokok kepolisian.

Hakekat ancaman lainnya timbul karena perkembangan ekonomi dan adopsi tekhnologi yang dewasa ini semakin pesat. Dukungan peralatan yang canggih membuat masyaraka semakin mudah melaksanakan pekerjaannya sekaligus membawa kemudahan bagi para kriminal untuk berbuat kejahatan. Kejahatan penipuan saat ini sudah sangat mudah dilakukan dan terkadang pelaku dalam melaklukan kejahatannya tidak harus bertemu dengan korban. Seperti sindikat penipuan "mama minta pulsa" yang belakangan ini ramai dibicarakan di media. Mereka melakukan aksinya hanya dengan duduk di depan komputer dan bisa menipu banyak korban di seluruh Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, mereka dapat memperoleh hasil puluhan miliyar per tahun dari hasil melakukan kejahatan tersebut. Kejahatan seperti ini hanya satu contoh dari banyak kejahatan yang memanfaatkan tekhnologi sebagai alat bantunya. Kejahatan yang dilakukan lintas daerah ini memerlukan penanganan yang komprehensif dan lintas daerah sehingga membutuhkan kerjasama antar kepolisian di seluruh Indonesia. Karenanya perlu sebuah sistem yang lebih luwes dan yang tidak terbatas pada lingkup daerah saja.

III. SISTEM KEPOLISIAN IDEAL INDONESIA

Menentukan sistem kepolisian yang ideal berarti menciptakan sebuah sistem yang dapat memanfaatkan faktor kelebihan dan peluang yang dimiliki serta dapat mengatasi kekurangan dan menangkal ancaman yang dihadapi. Pengetahuan mengenai perbandingan sistem kepolisian dari berbagai negara perlu untuk dipahami sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan formula yang paling cocok digunakan di Indonesia. Formula itu tentunya dengan memperhatikan jatidiri bangsa dan karakteristik lingkungan yang akan dihadapi kepolisian dalam menjalankan tugasnya. Segala faktor penentu itu secara umum dapat kita lihat dari aspek sejarah, sistem ketatanegaraan, sistem tradisional, serta hakekat ancaman kamtibmas yang harus dihadapi. Dengan mempertimbangkan beberapa aspek tersebut, maka kita dapat menilai bagaimana sistem kepolisian yang ideal yang bersifat Indonesia.

Setelah menguraikan keempat aspek tersebut dalam bab sebelumnya, kita dapat menilai bagaimana sistem kepolisian yang cocok di Indonesia. Penulis ingin menegaskan sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan kepolisian disini bukan hanya Polri namun seluruh pengemban fungsi kepolisian di negara Indonesia. Seperti yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi "Pengemban fungsi Kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh : a. kepolisian khusus, b. pegawai negri sipil dan/atau c. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa".

Sejarah menunjukkan bahwa kepolisian sudah ada bahkan sebelum Indonesia merdeka, tujuannya masih sama yaitu untuk menjaga kamtibmas dan menjaga harta beda. Dari sejarah kita mengetahui bahwa setelah proklamasi kemerdekaan, polisi seluruh Indonesia dengan serempak segera melucuti senjata Jepang dan mengambil alih markas-markas Jepang. Pada awal pembentukan kepolisian setelah kemerdekaan, RS. Soekanto sebagai kepala polisi pertama bersikukuh untuk membentuk sistem kepolisian yang terpusat. Alasan yang mendasari hal itu adalah karakteristik wilayah dan masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Akan menjadi sebuah ketidak sesuaian jika persatuan dan kesatuan, yang dijunjung oleh negara sebagai sebuah falsafah perjuangan bangsa Indonesia, tidak diterapkan oleh kepolisian dalam menjalankan tugasnya. RS Soekanto yang bahkan pada saat awal kemerdekaan di perintahkan oleh Presiden Soekarno saat itu untuk belajar mengenai kepolisian ke Amerika Serikat tetap mempertahankan sistem kepolisian terpusat karena semangat nasionalisme dan persatuan. Seperti kita ketahui bersama bahwa sistem kepolisian di Amerika Serikat adalah sistem kepolisian terpisah dimana masing-masing negara bagian dapat mengatur organisasinya sendiri. Kelemahan sistem kepolisian terpisah yang sering timbul adalah susahnya koordinasi antar daerah ketika menangani sebuah perkara yang membutuhkan penanganan lintas wilayah. Walaupun ada undang-undang yang menyatakan kekhususan penanganan terhadap perkara tertentu, namun pada kenyataannya kerjasama itu akan sulit dicapai. Bahkan timbul jarak dan hubungan yang tidak baik antar badan kepolisian di Amerika Serikat.

Indonesia bukan tidak pernah menerapkan sistem kepolisian terpisah, pada tahun 1950 saat RI disahkan menjadi bentuk pemerintahan Indonesia yang baru, kepolisianpun mengikuti bentuk pemerintahan negara bagian. Namun sejarah kembali mengatakan kepada kita bahwa kesatuanlah yang paling cocok dengan bangsa Indonesia. Republik Indonesia Serikat dibubarkan hanya dalam hitungan bulan dan begitu juga institusi kepolisian yang bersifat terpisah. Kepolisian kemudian membuat sebuah sistem organisasi yang berpusat di Jakarta.

Namun menurut penulis, ada beberapa hal dalam sistem kepolisian Amerika yang bagus diterapkan di Indonesia. Selain polisi yang menangani tugas umum, di Amerika juga ada kepolisian yang menangani tindak pidana khusus yang dianggap mengkhawatirkan. Badan kepolisian seperti DEA, FBI, US Secret Service, dan lain-lain memberikan sebuah hasil kerja yang maksimal di bidangnya. Hal ini dikarenakan mereka fokus dalam melaksanakan tugas dan kesehariannya berkutat dengan masalah yang khusus tersebut. Hal ini pun sudah diterapkan di Indonesia melalui pembentukan BNN (Badan Narkotika Nasional) dan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Kedua badan ini menjalankan fungsi kepolisian yang khusus yaitu tentang narkoba dan terorisme. Dapat dikatakan bahwa kinerja dari kedua badan tersebut cukup baik dan mendapatkan aspirasi positif di masyarakat. Di masa yang akan datang kita memerlukan lebih banyak lagi badan-badan yang khusus menangani tindak pidana tertentu sehingga ancaman terhadap keamanan dalam negeri dapat tertangani dengan baik.

Indonesia memang menerapkan sistem kepolisian terpusat, namun dalam pelaksanaannya tidak bisa diterapkan secara kaku. Mempertimbangkan aspek tradisional dan aspek hakekat ancaman kamtibmas yang dibahas sebelumnya, kepolisian memerlukan sebuah sistem yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya. Di Aceh, kepolisian perlu menjadi polisi yang paham akan karakter masyarakat yang agamis. Di Jakarta, kepolisian perlu menjadi polisi yang bergerak sangat cepat dan peka dengan perkembangan situasi selama 24 jam sehari. Di Papua kepolisian perlu menjadi polisi yang menjunjung adat istiadat Papua. Yang penulis maksudkan disini adalah, polisi harus mampu berbaur dengan masyarakat dan menyesuaikan dirinya dengan masyarakat di tempatnya bertugas. Hal ini diperlukan agar persepsi akan nilai-nilai yang dianggap baik oleh masyarakat sama dengan nilai-nilai yang dianggap baik oleh kepolisian sebagai perpanjangan tangan negara. Hal ini sebenarnya sudah diterapkan oleh Polri yaitu dengan membuat KOD (Kesatuan Operasional Dasar) yang tercantum dalam Keputusan Kapolri No 54 Tahun 2002 tentang penetapan polres sebagai KOD (Kesatuan Operasional Dasar). Dalam Keputusan Kapolri tersebut Polres diberikan secara mandiri untuk wewenang menata manajemen dan operasional di wilayahnya. Karenanya kesatuan setingkat Polres sudah memiliki fungsi kemampuan yang lengkap dalam melayani masyarakat. Dengan lengkapnya fungsi ini diharapkan Kapolres dapat membawa organisasinya lebih fleksibel menyesuaikan sistem sosial yang ada di daerahnya. Artinya, di samping memimpin anggota kesatuannya, seorang kapolres harus mampu menjadi pemimpin kemasyarakatan. Apalagi dewasa ini Polri menerapkan Polmas sebagai community policing menjunjung tinggi budaya dan karakter Indonesia. Sistem ini sama dengan sistem kepolisian di Jepang dimana institusi kepolisiannya dibagi menjadi beberapa Prefektur yang mewakili sebuah Provinsi. Prefektur di Jepang dapat mengatur rumah tangganya sendiri walaupun untuk kasus-kasus yang terjadi lintas daerah memerlukan bantuan koordinasi melalui NPA (kepolisian pusat di Jepang).

Berbicara masalah posisi kepolisian dalam susunan pemerintahan negara Indonesia tidak terlepas dari sistem ketatanegaraan Indonesia dan sejarah bangsa Indonesia. Sebagai institusi yang harus menjaga independensi dan netralitas, posisi Polri di bawah Presiden sudah merupakan hal tepat. Wacana beberapa waktu ini yang meragukan posisi Polri di bawah Presiden dan ingin menempatkan Polri di bawah Departemen justru akan membuat pelaksanaan tugas Polri menjadi tidak independen. Ketika Polri berada di bawah Departemen tentunya akan timbul keengganan Polri untuk melaksanakan tugas penyidikan yang mengarah kepada pejabat negara di departemennya. Masalah selanjutnya adalah kepala departemen tersebut dipilih dari hasil tarik-menarik kepentingan politik. Dengan dipimpin oleh seorang yang berasal dari politik, secara tidak langsung menempatkan kekuatan Polri ke dalam konstelasi politik. Hal ini akan membawa akibat buruk bagi pelaksanaan tuggas dan hubungan polisi dengan masyarakat. Kondisi polisi yang kental terpengaruh politik dan kekuasaan pernah terjadi saat masa orde baru dimana polisi dianggap sebagai alat dari penguasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun