- PENDAHULUAN
Polisi adalah sebuah institusi pemerintah yang bergerak di bidang keamanan dan ketertiban dalam negeri. Dalam perkembangannya model perpolisian berubah dari waktu ke waktu dari polisi yang berparadigma kekuasaan menjadi polisi yang berparadigma masyarakat. Dahulu tugas polisi dijabarkan sebagai Bureaucratic Policing atau ‘Perpolisian Birokratik’ ditandai antara lain oleh kiprah polisi yang sifatnya impersonal, hirarkis, otoritatif, dan tersentralisasi. Era gaya perpolisian birokratik pada akhirnya tidak dapat diterima dengan baik.
Kemudian pada tahun 1840-an hingga 1930-an mulailah era Political Policing yang dicirikan oleh hadirnya pengaruh politis yang substansial dalam segala lini tugas kepolisian dimana ada campur tangan kepentingan politik dalam penyelenggaraan perpolisian yang menyebabkan polisi dianggap sebagai salah satu alat kekuasaan. Pada era ini masyarakat menganggap polisi mendapat pengaruh politis yang berlebihan, tidak efektiv dalam melaksanakan tugas, dan merupakan salah satu perwujudan aparat yang korup.
Mengatasi permasalahan di era political policing dimana polisi dianggap sebagai alat kekuasaan, kemudian dikembangkanlah era Legalistic Policing. Perpolisian model ini menerapkan prinsip organisasi klasik serta penegakan hukum yang ketat yang membuat polisi hanya sebagai alat penegakkan hukum formal semata. Gaya perpolisian ini kemudian juga tidak dapat mengambil hati masyarakat karena polisi dinilai sebagai sebuah mesin yang menjalankan hukum secara "text book" dan kaku. Kemudian untuk memperbaiki era legalistik yang kaku maka dimasukilah era Service Policing yang pengaruhnya mulai dirasakan sejak tahun 1960-an. Pada era ini hubungan antara polisi dan masyarakat mulai coba didekatkan dan menghindari jarak. Pada era ini kinerja polisi lebih ditekankan pada community relations serta pencegahan tindak kriminal.
Selain jalur di atas, ada juga gaya Paramilitary Policing yang ditandai dengan pendekatan militeristik dan otoriter terhadap penegakan hukum. Pada gaya ini polisi sering bersikap dingin, keras dan tanpa menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Gaya tersebut dianggap sebagai modal utama dalam menuju profesionalisme polisi, namun anggapan itu terbukti salah karena gaya perpolisian tersebut justru semakin menjauhkan polisi dari masyarakat. Gaya paramilitary policing ini dianut oleh Indonesia di masa Orde Baru dimana polisi merupakan bagian dari ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).
Pada masa-masa tersebut, banyak permasalahan muncul terutama dalam hubungan polisi dan masyarakat. Berbagai permasalahan dan persepsi yang timbul di masyarakat terhadap polisi ini kemudian menjauhkan hubungan masyarakat dan polisi yang muaranya mengakibatkan menurunnya citra Polisi dimata publik. Melihat hal ini tidak sedikit pakar yang kemudian merasa rindu kepada suasana harmoni antara polisi dan masyarakat dulu. Masa dimana polisi hadir di tengah masyarakat karena masyarakat membutuhkan kehadiran polisi untuk menjaga kehidupannya. Kemudian para pemerhati kepolisian mencoba untuk merubah paradigma itu dan membawa suasana demokratik policing dalam kehidupan Polri dan masyarakat Indonesia. Dari sana berkembanglah beberapa paradigma perpolisian seperti Problem Oriented Policing, Community Based Policing (CBP), Community Oriented Policing, dan Community Policing.
Community policing adalah suatu strategi perpolisian dimana masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dilibatkan dalam berbagai kegiatan kepolisian untuk mencapai tujuan kepolisian yaitu mewujudkan public safety, dan pelaksanaannya dapat dilakukan bersama atau atas nama polisi. Polisi dalam paradigma community policing mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa keamanan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama dan oleh karena itu masyarakat didorong untuk aktiv dalam upaya menjaga keamanan tersebut. Community policing juga memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa dalam menangani masalah keamanan ini akan lebih maksimal pelaksanaannya apabila dilakukan hubungan yang kolaboratif dan konsultatif antara polisi, berbagai kelompok masyarakat, dan institusi publik maupun swasta.
Namun, perpolisian yang berparadigma masyarakat tidak dapat lepas dari sistem budaya yang ada dalam masyarakat tersebut. Jika polisi hadir sebagai sebuah sistem sosial yang berfungsi untuk menjaga sistem budaya tersebut maka corak dari perpolisian ini tidak dapat lepas dari corak sistem budaya masyarakat Indonesia. Pada akhirnya, segala paradigma itu teramalgamasikan dengan sistem budaya masyarakat Indonesia dan membentuk sebuah paradigma perpolisian baru yang bersifat Indonesiais yang disebut Polmas. Jadi penulis tegaskan kembali disini bahwa Polmas bukan merupakan community policing, Polmas adalah Community Policing as Democratic Policing yang bersifat Indonesia.
Polmas memegang peranan penting dalam mensukseskan tujuan kepolisian yaitu mewujudkan public safety karena dewasa ini permasalahan dalam kamtibmas semakin membesar dan multibidang. Sedangkan negara sebagai fungsi eksekutif mempunyai keterbatasan dalam mendukung pelaksanaan tugas Polri. Keterbatasan inilah yang harus disiasati oleh Polri sehingga tujuan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban di masyarakat tetap terwujud. Cara mensiasatinya menurut penulis adalah dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam mencapai tujuan tersebut. Sesuai dengan salah satu unsur utama polmas yaitu partisipasi masyarakat.
Melihat karakteristik masyarakat yang sangat beragam dan aktivitas yang selalu ramai selama 24 jam, penulis merasa perlu melihat dan meninjau pelaksanaan Polmas di wilayah hukum Polsek Metro Tamansari. Lokasi ini dipilih karena menurut berita yang berkembang pelaksanaan Polmas di Polsek Metro Tamansari merupakan salah satu yang berhasil di wilayah Polda Metro Jaya. Dengan melakukan kunjungan ini maka penulis berharap dapat mengetahui gambaran nyata pelaksanaan Polmas di wilayah Polsek Metro Tamansari dan menganalisanya sehingga dapat dijadikan bahan masukan untuk pengambil kebijakan level pimpinan Polri.
- LANDASAN KONSEPTUAL
Untuk membahas topik di atas penulis akan menggunakan beberapa konsep dan teori yang ada dalam Polmas, antara lain:
- Konsep Polmas
Prof. Erlyn Indarti mengatakan bahwa Polmas adalah “Suatu pemahaman atau gagasan tentang perpolisian yang memposisikan polisi, sebagai producer-fasilitator, dan masyarakat, sebagai co-producer-aktor, di dalam suatu relasi kemitraan sejajar, untuk kemudian melalui proses demokrasi; dengan bertumpu pada partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas publik; seraya menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia; sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan/atau kesepakatan yang berlaku; serta secara kontekstual dan sinergis― memecahkan permasalahan yang muncul di tengah masyarakat dalam rangka bersama-sama mewujudkan tujuan kepolisian.”
- Teori
1.) Teori keterbatasan negara
Adam Crawford mengatakan : The current limitations of the state stem from a fourfold crisis of effectiveness, efficiency, cost and confidence in the criminal justice process. Teori ini menyatakan bahwa pergeseran paradigma perpolisian harus dilakukan karena adanya keterbatasan negara di bidang (1) crisis of effectiveness, (2) efficiency,(3) cost and (4) confidence dalam proses peradilan pidana.
2.) Routine Activities Theory
Kejahatan akan terjadi bila terjadi pertemuan antara 3 faktor kejahatan yaitu adanya calon pelaku yang termotivasi (motivated offender); adanya sasaran yang menarik (suitable target) dan ketiadaan penjaga yang berkemampuan (uncapable guardian).
3.) Strain Theory.
Strain Theory dikemukakan oleh Robert Merton yang mengajarkan bahwa akan timbul ketegangan ketika tercipta suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhannya dalam cara-cara yang secara lazim diperbolehkan oleh lingkungannya. Maksudnya bahwa apabila tidak ada atau tidak tersedia sarana (means) yang legal untuk orang bisa mencari nafkah (menggapai keberhasilan material) maka bukan tidak mungkin, akan ada sejumlah orang yang melakukan kejahatan (melawan hukum).
- TEMUAN LAPANGAN
Polsek Metro Taman Sari adalah salah satu polsek di jajaran Polres Metro Jakarta Barat yang letaknya di pusat perekonomian Jakarta. Di daerah tersebut banyak terdapat pusat perbelanjaan, perkantoran, dan pemukiman. Di Tamansari ini kehidupan hampir tidak berhenti selama 24 jam dikarenakan bervariasinya jenis masyarakat dan kegiatan yang dilakukannya. Polsek Metro Tamansari wilayah hukumnya mencakup 8 kelurahan dan 60 RW. Jumlah anggota Polsek adalah sebanyak 140 orang dimana seharusnya sesuai perencanaan diisi oleh 240 orang. Dengan karakter wilayah yang tidak berhenti selama 24 jam, serta karena adanya kekurangan personil inilah kemudian Polsek Metro Tamansari secara berkelanjutan berupaya mengoptimalkan Polmas sehingga dalam melaksanakan tugasnya dapat terbantu oleh masyarakat sekitar.
Hal senadapun diutarakan oleh Ketua FKPM Tamansari bapak Wong. Pak Wong mengatakan bahwa kerjasama antara Polsek dan warga ini sudah terbentuk sejak lama. Sejarah kerjasama aktiv masyarakat ini dimulai di tahun 1998. Pada saat terjadilah peristiwa yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu kerusuhan 98'. Pada saat itu warga Tamansari merupakan warga yang paling terluka karena pada tahun tersebut banyak sekali terjadi penjarahan dan perampokan di wilayah Tamansari. Dengan dasar itulah warga bersama-sama berniat untuk menjaga wilayahnya sendiri dengan tentunya bekerjsama dengan Polsek. Menurut Pak Wong, keamanan itu merupakan kebutuhan warga juga, jadi warga disini melakukan kegiatan Polmas ini dengan penuh kesadaran. Pada saat itu Polmas belum terkenal seperti sekarang ini, namun bentuk kerjasama antara polisi dan masyarakat sudah terbentuk dan hampir sama dengan paradigma Polmas yang dianut Polri saat ini.
Pada saat itu, perwujudan kerjasama antara Polsek dan masyarakat Tamansari tergabung dalam wadah yang disebut Citra Bhayangkara. Pak Yasin Ketua Citra Bhayangkara Polsek Tamansari mengatakan bahwa dulu Citra Bhayangkara sangat sulit berkembang dikarenakan banyaknya etnis, suku dan agama. Namun dengan berjalannya waktu dan atas bimbingan dan dorongan dari anggota Polsek maka sinergitas itu mulai terjadi. Dari Zaman dahulu sinergitas antara Polsek, Koramil dan masyarakat setempat sangat baik dimana dalam menghadapi kejahatan tiga pilar ini sangat kompak dan saling membantu satu sama lainnya. Sampai sekarang dengan hubungan yang baik itu dan manfaat yang sangat dirasakan oleh masyarakat maka banyak anggota yang tertarik untuk menjadi anggita Citra Bhayangkara.
Di Polsek Tamansari kegiatan FKPM ini sudah berada di lingkup wilayah RT dimana petugas FKPM bersama dengan bhabinkamtibmas mempertemukan pihak yang bermasalah untuk mencari solusi terbaik. Menurut Wong, tujuannya dalam FKPM ini bukan mencari siapa yang salah namun mencari solusi terbaik bagi kedua belah pihak. Apabila dalam proses mediasi tersebut tidak tercapai kesepakatan barulah petugas membawa permasalahan itu ke Polsek untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari FKPM tentunya membutuhkan dana sebagai pendukungnya. Dana yang digunakan oleh FKPM Tamansari ini tidak ada sama sekali dari bantuan Polsek melainkan dari dana sumbangan dari para donatur dan dana operasional RW yang didapat Pemda DKI. Para anggota FKPM merasa bahwa keamanan merupakan kebutuhan pribadi mereka sehingga mereka dengan sukarela mengupayakan dana tersebut. Salah satu cara FKPM memeperoleh dana adalah dengan mensosialisaikan program FKPM ini kepada pengusaha-pengusaha di wilayah Tamansari dan terkadang beberapa pengusaha memberikan sumbangsihnya kepada FKPM.
Penulis melihat di Polsek Tamansari ini pemberdayaan masyarakat oleh polisi sangat bagus. Terlihat dari keanggotaan FKPM dan Citra Bhayangkara yang cukup banyak dan dalam kesehariannya aktiv mendukung pelaksanaan tugas kepolisian. Wakapolsek Metro Tamansarti Kompol M. Syafi'i mengataka bahwa Polsek Tamansari mempunyai tingkat penyelesaian perkaranya paling tinggi dibandingkan dengan Polsek lainnya di wilayah Jakarta Barat. Penyelesaian perkara ini ditinjau dari jenis kejahatan Curat, Curas, dan Curanmor. Penyelesaian perkara yang baik ini menurut Wakapolsek tidak terlepas dari peran aktiv anggota Citra Bhayangkara. Jadi pada saat terjadi sebuah kejahatan seperti pencopetan misalnya, kejadian tersebut akan segera dipancarkan melalui HT dan dari pancaran HT itulah anggota Citra Bhayangkara dapat memonitor kejadian sehingga secara cepat dapat memberikan feed back apabila ada informasi mengenai kejadian tersebut. Feed back yang diberikan oleh Citra Bhayangkara dalam bentuk informasi pelaku, saksi kejadian, barang bukti, dll. Dengan adanya Citra Bhayangkara yang membantu melakukan tugas polisi maka pelaksnaan tugas kepolisian Polsek Tamansari menjadi lebih ringan dan lebih efektiv.
Pada awalnya Citra Bhayangkara tidak mempunyai perangkat seperti rompi dan HT (handy talky) yang dapat digunakan untuk memonitor kondisi keamanan wilayah, namun salah satu anggota Citra Bhayangkara yang kebetulan juga menjabat sebagai ketua RW menggunakan dana operasional keamanan RW untuk membeli HT bekas sehingga dapat digunakan bagi anggota Citra Bhayangkara. Sekarang di wilayah RW tersebut sudah ada 26 Citra Bhayangkara dan semuanya mempunyai HT. Dengan kerjasama dan bimbingan dari Polsek, anggota Citra Bhayangkara kemudian secara aktiv baik siang dan malam hari menjaga keamanan Tamansari. Salah satu contohnya adalah ketika di malam hari ada pengendara yang membuat gaduh wilayah dengan melakukan kebut-kebutan. Tanpa dikomando, anggota Citra Bhayangkara yang mengetahui kejadian tersebut langsung memancarkannya melalui jaringan HT dan kemudian bekerjasama menghadapi pengendara tersebut. Hal tersebut merupakan satu contoh bagaimana masyarakat wilayah Tamansari diberdayakan dengan baik untuk mendukung terjaga kamtibmas diwilayahnya sendiri. Dan semua itu menunjukkan bahwa petugas Polmas berhasil menumbuhkan kesadaran bahwa keamanan merupakan sebuah kebutuhan masyarakat pribadi.
Kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh petugas Polmas di Polsek Tamansari dapat penulis rangkumkan lagi dalam beberapa kegiatan seperti:
- Pemberdayaan masyarakat dalam Forum Kemitraan Polri dan Masyarakat (FKPM) dengan melibatkan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan itu sendiri dimana petugas FKPM bersama dengan bhabinkamtibmas mempertemukan pihak yang bermasalah untuk mencari solusi terbaik. Tujuannya adalah bukan mencari siapa yang salah namun mencari solusi terbaik bagi kedua belah pihak.
- Memberdayakan Citra Bhayangkara untuk memonitor perkembangan kamtibmas di sekitar tempat tinggalnya kemudian meneruskan perkembangan informasi kamtibmas tersebut melalui jaringan HT.
- Memberdayakan anggota masyarakat dalam mencari informasi terkait kejahatan yang terjadi di wilayah Tamansari. Informasi yang diberikan dapat berupa informasi mengenai keberadaan tersangka, saksi, dan petunjuk lain tentang kejahatan tersebut.
- Memberdayakan Citra Bhayangkara dengan mengikutkan dalam operasi rutin sebagai bantuan perkuatan sekaligus betujuan untuk mempererat hubungan antara polisi dan masyarakat.
- Bekerjasama dalam membuat Sistem Pencegah Kejahatan. Program ini merupakan salah satu upaya Polsek Metro Taman Sari yang membuat wilayah kelurahan menjadi ( pilot Project ) bebas dari tindak kejahatan. Program ini dilakukan dengan membuat pos di setiap RW / RT, memasang alarm keamanan, memasang portal di setiap RW / RT, dan bekerjasama dengan masyarakat dalam mengoperasikan sarana prasarana tersebut demi keamanan wilayahnya Tamansari.
- Memberdayakan anggota Citra Bhayangkara sebagai corong kamtibmas untuk mengkomunikasikan pesan kepada masyarakat luas akan pentingnya keamanan dan ketertiban sebagai kebutuhan bersama.
- PEMBAHASAN
Setelah mengetahui bagaimana pelaksanaan Polmas di wilayah Polsek Metro Tamansari, penulis akan mencoba menganalisa bagaimana pelaksanaan Polmas tersebut berdasarkan teori dan konsep yang telah dicantumkan sebelumnya.
Dalam melaksanakan Polmas di wilayah Tamansari, anggota Polri sudah menempatkan masyarakat bukan hanya sebagai objek pelaksanaan tugas namun sebagai mitra dalam menjaga kamtibmas. Prinsip ini terinternalisasi dalam perilaku hubungan antara polisi dan masyarakat dimana diantara keduanya bekerja layaknya mitra yang saling bekerjasama menjaga kamtibmas di wilayahnya. Polsek Tamansari secara aktiv mendorong masyarakat untuk membantu melaksanakan tugas menjaga kamtibmas yang merupakan tugas pokok polisi. Kesadaran bahwa keamanan merupakan kepentingan bersama ditumbuhkan dalam diri masyarakat sehingga masyarakat secara aktiv berkontribusi dalam membantu polisi melaksanakan tugasnya.
Pelaksanaan Polmas yang dijalankan oleh Polsek Tamansari sudah senada dengan Polmas yang didefiniskan oleh Prof Erlyn dimana dalam pelaksanannya polisi memposisikan diri sebagai fasilitator, bukan pembina atau aparat birokrasi. Jadi dalam Polmas yang dijalankan, polisi bukan bertindak sebagai pembina atau koordinator melainkan sebagai pendorong / fasilitator berkembangnya kesadaran masyarakat. Masyarakat disadarkan dan didorong dengan pemahaman bahwa keamanan merupakan kebutuhan bersama yang menjadi tanggung jawab bersama seluruh komponen dalam masyarakat.
Diketahui juga bahwa Polsek Tamanasari telah berhasil mendorong masyarakat untuk membentuk sebuah wadah Forum Kemitraan Polri dan Masyarakat (FKPM) yang berfungsi sebagai wadah komunikasi dan mediasi pemecahan masalah yang ada di masyarakat. FKPM yang ada di wilayah Tamansari bahkan sudah menyentuh permasalahan warga di tingkat yang paling kecil yaitu wilayah RT. Pembentukan FKPM merupakan salah satu bentuk kemitraan yang sejajar antara polisi dan masyarakat dalam melakukan pemecahan masalah. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Polsek Tamansari sudah melaksanakan kegiatan dengan memenuhi 2 unsur utama Pomas yang dikatakan oleh Farouk dalam bukunya Memahami Polmas yaitu unsur kemitraan dan unsur pemecahan masalah.
Bentuk kemitraan dan pemecahan masalah dalam pelaksanaan Polmas juga tercermin dalam berbagai kegiatan yang telah dilakukan oleh warga Tamansari. Seperti tindakan salah seorang ketua RW yang mengumpulkan anak-anak yang senang begadang di lingkungannya untuk menjadi anggota Citra Bhayangkara. Dengan menjadi anggota Citra Bhayangkara saat sedang "nongkrong" di lingkungannya mereka juga dapat melaksanakan fungsi menjaga lingkungannya. Selain itu mereka mendapatkan makanan dan minuman yang sumbernya dari kas iuran masyarakat sebagai dukungan selama berjaga. Tindakan ini memberikan efek yang sangat banyak, di satu sisi pemuda yang "nongkrong" tadi dapat tetap melaksanakan hobinya, di sisi lain para pemuda tadi melaksanakan fungsinya untuk menjaga kampungnya dari kejahatan. Pelibatan pemuda ini juga memberikan rasa tanggung jawab kepada para pemuda sebagai bagian dari warga kampung tersebut. Dengan adanya makanan dan minuma yang diberikan oleh perangkat RW maka para pemuda itu juga tidak akan berfikiran negatif untuk memalak orang lewat hanya untuk sekedar membeli makan atau rokok.
Peristiwa ini mengakomodir prinsip pemecahan masalah dalam Polmas. Dikatakan Farouk dalam bukunya bahwa pemecahan masalah sejatinya tindak hanya mencegah kejahatan terjadi, namun juga menghilangkan 3 faktor penyebab terjadinya kejahatan yaitu calon pelaku yang termotivasi (motivated offender), adanya sasaran yang menarik (suitable target) dan ketiadaan penjaga yang berkemampuan (uncapable guardian). Menjadikan para pemuda yang kesehariannya senang begadang menjadi Citra Bhayangkara tentunya menghilangkan faktor ketiadaan penjaga dalam lingkungan tersebut karena sekarang banyak pemuda yang menjadi penjaga kampung. Di sisi lain pemuda tersebut sebagai warga kampungnya sendiri dapat mengingatkan ibu-ibu atau wanita untuk tidak memancing terjadinya kejahatan dengan tidak jalan sendirian di tempat yang sepi, tindakan itu menghilangkan faktor suitable target dalam Routine avtitivies theory.
Keberadaan para pemuda tadi dapat dibahas ke dalam dua teori. Pemuda yang senang begadang namun tidak mempunyai penghasilan yang jelas akan mencari cara untuk mendapatkan uang untuk membeli makan atau rokok. Inilah yang membuat seringnya terjadi tindakan pemerasan di malam hari. Karena pada dasarnya menurut Merton, akan timbul ketegangan dalam diri seseorang ketika tercipta suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhannya dalam cara-cara yang secara lazim diperbolehkan oleh lingkungannya. Maksudnya bahwa apabila tidak ada atau tidak tersedia sarana yang legal untuk orang bisa mendapatkan uang, maka bukan tidak mungkin orang itu akan melakukan kejahatan.
Tindakan ketua RW yang merekrut pemuda ini sebagai citra bhayangkara disadari atau tidak membuat ketegangan yang mungkin dirasakan oleh pemuda tadi selama ini menjadi hilang. Kebutuhan akan makan, minum, dan rokok saat malam hari telah dicukupi oleh perangkat RW sehingga tidak ada lagi ketegangan untuk mencoba mencari uang melalui cara yang tidak legal. Di sisi lain, kondisi para pemuda tadi yang berpotensi untuk menjadi motivated offender akan menghilang seiring kondisi ketegangan sudah dieliminir.
Konsep pemecahan masalah yang seperti inilah yang sebenarnya menjadi tujuan Polmas sebagai falsafah dan strategi Polri. Akan menjadi tidak efektiv apabila penegakkan hukum yang dianut oleh Polri lebih mengutamakan pemenjaraan pidana bagi pelaku kejahatan minor daripada penyelesaian masalah secara mendasar. Bukan merupakan sebuah penyelesaian yang konkret apabila Polri secara massive menangkapi pelaku pemerasan yang mungkin dilakukan hanya untuk memperoleh "uang rokok". Tindakan itu akan membuat semakin banyak tenaga terbuang dan biaya penyelesaian yang membengkak. Untuk itulah perlu kiranya Polri untuk bersinergi dengan bidang kebijakan lainnya dalam memecahkan masalah di masyarakat.
Dengan menerapkan Polmas, Polsek Tamansari dapat mensiasati keterbatasan negara melalui pemberdayaan masyarakat sehingga tujuan untuk mewujudkan public safety tetap tercapai. Polsek Tamansari mengalami keterbatasan personil, dana anggaran, waktu, dan prosedur dalam melaksanakan penegakkan hukum. Namun Polsek Tamansari juga mendorong warga untuk secara bersama-sama menciptakan daya tangkal terhadap kejahatan di wilayahnya. Bentuk partisipasi masyarakat itu antaranya dengan keikutan masyarakat dalam operasi cipta kondisi setiap malam, membeli HT menggunakan dana sukarela untuk mengontrol situasi kampungnya, di bulan puasa mengadakan pengajian sekaligus menyampaikan himbauan kamtibas, dan lain-lain. Pada akhirnya kemitraan polisi dan masyarakat itu memadukan kemampuan polisi dengan segala keterbatasan sarana dan anggarannya dengan masyarakat dengan segala keragamannya sehingga terbentuk suatu kerjasama yang saling melengkapi.
- PENUTUP
Dari fakta yang ditemukan di lapangan serta hasil analisa, penulis menemukan beberapa poin yang dapat dijadikan kesimpulan, antara lain:
- Pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan Polmas di Polsek Metro Tamansari dilakukan dengan membentuk FKPM yang aktiv memecahkan permasalahan di masyarakat, membentuk sebuah pola pengamanan swakarsa yang dapat memproteksi lingkungan masyarakat itu sendiri, dan melibatkan masyarakat dalam serangkain kegiatan yang membantu tugas kepolisian.
- Pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan Polmas di Polsem Metro Tamansari dilakukan menggunakan prinsip kemitraan dan pemecahan masalah yang tidak hanya berfokus pada upaya masyarakat untuk mencegah pelaku berbuat jahat, namun juga pemecahan masalah yang mengeliminir 3 faktor terjadinya kejahatan.
- Polmas yang diterapkan petugas Polmas di Polsek Tamansari sudah berhasil memposisikan diri petugas Polmas sebagai fasilitator sehingga tertanam pemikiran bahwa keamanan merupakan kebutuhan bersama masyarakat yang menjadi tanggung jawab bersama.
- Dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat, petugas polmas Polsek Tamansari sudah menerapkan prinsip synergy with other policy arenas yang mendorong bidang kebijakan lainnya seperti bidang ekonomi, keagamaan, pendidikan, dll untuk memecahkan permasalahan masyarakat secara bersama-bersama.
Adapun rekomendasi yang penulis berikan agar dapat lebih mengembangkan Polmas di kemudian hari adalah:
- Karena pihak yang terlibat dalam polmas ini bukan hanya polisi tapi juga masyarakat, maka perlu kiranya untuk melakukan sosialisasi program Polmas menurut Perkap No 3 Tahun 2015 kepada berbagai kalangan. Dengan pahamnya masyarakat tentang prinsip-prinsip Polmas, diharapkan Polri akan semakin membuat kemajuan yang yang pesat dalam pelaksanaan Polmas.
- Menindaklanjuti Perkap ini, penulis menyarankan kepada pimpinan Polri untuk membuat sebuah nota kesepahaman bersama institusi pemerintah daerah sehingga program Polmas ini mendapat dukungan baik fasilitas maupun dana yang mendorong pelaksanaannya ke arah yang lebih baik. Adanya landasan formal kerjasama akan mempermudah menumbuhkan sinergi dengan arena kebijakan lain dalam memecahkan masalah.
- Dalam mendesentralisasi kewenangan/ tugas polisi kepada masyarakat, perlu diatur lebih lanjut mengenai batasan apa saja tugas polisi yang dapat di desentralisasi kepada masyarakat sehingga tidak menimbulkan kebingungan bagi masyarakat di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Farouk. (2015). Memahami Polmas : Paradigma Perpolisian Baru di Indonesia.
Crawford, Adam. (2002). Public Participation in Criminal Justice.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat.
Surat Keputusan Kapolri No.Pol. : Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Skep Kapolri No. Pol. : SKEP/433/VII/2005 Tanggal 1 Juli 2006 tentang Panduan Pembentukan dan Operasionalisasi Perpolisian Masyarakat (Polmas)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H