Mohon tunggu...
Levianti
Levianti Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Dosen Psikologi Universitas Esa Unggul

Suka diam sejenak, refleksi, menulis, dan ngoepi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bank Indonesia Melayani Sistem Pembayaran ASEAN (Insya Allah Dunia)

19 Juni 2023   15:52 Diperbarui: 19 Juni 2023   15:59 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panen Raya Padi (Pardoli Fadli-Saatchi Art-pinterest)

Seorang murid bertanya kepada gurunya.

"Guru, tolong ceritakanlah kepada kami, bagaimana uang semarak di muka bumi."

Guru tersenyum dari hati, menatap binar mata murid-muridnya yang bening.

"Baiklah anak-anakku, jadi awal mula ceritanya begini..."

Sejak zaman dahulu kala,

manusia selalu berupaya,

untuk mempertahankan hidupnya,

dan untuk lebih sejahtera.

Upaya nenek moyang masih berjalan sampai sekarang.

Manusia berburu menangkap hewan,

menangkap ikan di lautan,

maupun memetik tanaman.

Dengan begitu, manusia bisa makan.

Namun, tidak menjamin manusia bebas kelaparan.

Lapar dahaga bahkan sering kali merongrong jiwa.

Akibat keinginannya terus menandingi realita.

Otak manusia terus menerus bekerja,

memikirkan aneka ragam cara.

Agar dengan waktu dan tenaga yang ada,

manusia dapat memenuhi semua.

"AHA! Aku tahu, Guru!"

"Mereka lalu saling tukar menukar hasil jerih payah!"

"Bahkan bangsa Romawi menjadikan salarium (garam) sebagai alat tukar!"

"Oleh karena itulah pendapatan untuk membeli kebutuhan kemudian kita kenal sebagai salary!"

"Meski hampir semua salary kini berbentuk uang, namun uang sendiri ada banyak macamnya!"

"Aku tahu, aku tahu! Berdasarkan bahan pembuatnya, ada uang logam dan uang kertas!

"Ah, ya! Kalau berdasarkan kawasannya, ada uang lokal, regional, dan internasional!"

"Uang lokal hanya berlaku di satu negara. Misalnya mata uang rupiah berlaku di negara Indonesia. Uang regional berlaku di kawasan yang lebih luas. Misalnya mata uang euro berlaku di beberapa negara yang bersepakat di benua Eropa. Sementara uang internasional berlaku di seluruh dunia. Misalnya mata uang dolar Amerika Serikat."

"Hmmm... Guru, mengapa uang internasional menggunakan mata uang salah satu negara, tidak seperti uang regional, yang menciptakan mata uang baru dari buah kesepakatan antar negara anggota?"

Guru tersenyum bahagia.

Antusiasme murid-murid membuat pohon pengabdian guru berbunga aneka warna.

Asri nian taman sukma!

Sujud syukur guru selalu hanya kepadaNya!      

"Terima kasih, anak-anak.

Semangat kalian membuat belajar bersama kita asyiknya semakin tanak!

Sebelum saya melanjutkan cerita,

Apakah barusan ada yang sudah menelusuri internet dan menemukan jawabnya?"

"Guru, aku mau coba melanjutkan cerita! Terima kasih untuk kesempatannya, Guru dan kawan-kawanku.

Jadi, dulu, uang diterbitkan oleh masing-masing pemilik bank. Nominalnya harus ditulis lebih dahulu sesuai kebutuhan, dan nominalnya tidak terbatas. Hal ini membuat nilai uang tidak pasti, karena tidak langsung tertera. Nilainya pun hanya dijamin oleh bank yang mengeluarkan, sehingga waktu bank itu bangkrut, uang nasabahnya pun hangus.

Maka berdirilah bank sentral, yang menerbitkan uang dengan nominal sudah tertera, dan nilainya dijamin oleh pemerintah. Dengan begitu, iklim kepastian terbangun, nyata sesuai dengan kebutuhan, dan oleh karenanya didukung oleh segenap warga.

Pada waktu perang dunia I, ekonomi Amerika Serikat adalah yang terkuat, sehingga dapat meluncurkan pinjaman kepada banyak negara, termasuk negara-negara maju. Cadangan emas Amerika Serikat juga yang terbesar, di mana pada masa itu, emas berfungsi sebagai simpanan utama dari negara-negara maju. Dua kekuatan ini mendorong lahirnya kesepakatan di antara negara-negara maju, untuk menjadikan mata uang dolar Amerika Serikat sebagai nilai tukar bersama."

"Wah... wah... wah...

Kebutuhan utama di balik riwayat uang itu adalah membantu manusia merasa aman untuk rebah.

Iklim kepastian 'kan membantu manusia 'tuk ringan maju melangkah.

Adakah bank sentral di negara kita, Bank Indonesia, juga mencetak sejarah?"

"Wahai, Kawan, Bank Indonesia sedang melayani sistem pembayaran di ASEAN!

Sekarang ini eranya digital, maka sistem pembayaran melalui uang pun bertransformasi digital, iya kan?!

Kerjasama QR Cross Border Indonesia-Thailand, dan interkoneksi fast payment Singapura-Thailand, mendorong lahirnya komitmen 5 negara ASEAN untuk memiliki multilateralisme dan regional payment connectivity secara bilateral.

Ada layanan QR standard, fast payment, dan konektivitas mata uang lokal (local currency settlement), sehingga monopoli pengaruh dolar Amerika Serikat melemah, dan sebaliknya, melalui ASEAN 5, konektivitas retail berpotensi menjadi konektivitas global."

Semua bangkit berdiri,

bertepuk tangan keras, lama!

Diikuti oleh bel sekolah yang berbunyi,

menyudahi semaraknya belajar secara merdeka!

***

Usai beberes tanggung jawabnya di kelas, sang guru diam sejenak sebelum pulang.

Dalam diamnya, semarak merdeka belajar tadi terentet ulang.

Dari tutur riwayat uang, hiduplah semangat berkembang.

Seperti riwayat jiwa yang tidak lagi kerontang oleh hujan lebat rahmat yang tertuang.

Sejak dulu hingga sekarang,

manusia terus berjuang memenuhi keinginan yang tak kunjung usai.

Meski transformasi seolah bergerak maju, dan mundur pun pantang,

namun adakah jiwa pun tumbuh tersemai damai?

Guru jadi teringat pesan mendiang ibu.

Keinginan akan dunia tidak akan pernah ada habisnya.

Terus berjuang memenuhi keinginan dunia sudah pasti 'kan berujung kembali dahaga.

"Nduk, maka jadilah kau seperti padi, yang semakin berisi malah semakin merunduk."

Air mata rindu sang guru menetes ke dalam bait doa.

"Gusti Allah, dan ibuku tersayang, terima kasih, telah sudi bertandang.

Bimbing anakmu ini, dan segenap manusia,

sanggup fokus melayani pun melepas jemawa."***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun