Mohon tunggu...
Inovasi Artikel Utama

Perubahan Diri Dilan, Mengikuti Perkembangan Zaman

29 Januari 2018   17:30 Diperbarui: 31 Januari 2018   20:19 2401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Charles de Gaulle pernah berkata, "Kamu harus beradaptasi secara mandiri dengan cepat, tidak ada strategi lain." Dunia terus berubah, dan kita dituntut untuk mengikutinya. Era dewasa ini adalah masa di mana orang-orang merasa bahwa tulisan tidaklah cukup, harus ditunjang dengan berbagai tetek bengek guna menunjang konten.

Orang-orang berkata bahwa tulisan dapat menjelaskan secara gamblang apa yang ingin disampaikan, namun gambar mempermudah audiens untuk melihat secara lebih jelas apa yang ingin disampaikan (Riyana, 2007:6). Visualisasi memperjelas keabu-abuan yang ada dalam tulisan.

Seringkali gambar dan tulisan tidaklah cukup untuk menjelaskan konten. Oleh karena itu, dibutuhkan audio yang mendukung. Dalam jurnal yang ditulis oleh Andi Wicaksono (IAIN Solo), dituliskan bahwa audio memberikan dampak positif bagi audiens dalam menangkap konten media. Jika tiga hal yang ada disinergikan, maka akan memberikan pengaruh yang maksimal dalam hal konsumsi media.

Menurut Vaulghan (2011:1), sinergi dari beberapa media yang ada disebut sebagai multimedia. Di dalam multimedia, termasuk di dalamnya adalah audio, animasi, teks, foto, gambar, dan video yang terdigitalisasi. Digitalisasi adalah bagian dari perubahan yang harus diikuti oleh berbagai elemen masyarakat. Tanpa kita sadari, diri kita sudah mulai mengikuti "tren" ini.

Mengenai kata tren, nampaknya multimedia bukanlah sekedar tren. Multimedia adalah sebuah kebutuhan. Menurut survey yang dilakukan oleh Nielsen, jumlah pelanggan internet yang melakukan streaming video melalui YouTube ataupun Vimeo cukup besar, sejumlah 44% dari jumlah surveyor. Sedangkan 28% adalah penonton setia televisi digital berlangganan seperti Netflix, iFlix, dan HOOQ. Dua kelompok besar platform ini adalah contoh penggunaan multimedia. Dalam survey ini juga terlihat bahwa ada sebagian kecil orang masih menggunakan televisi terestrial sebagai media utama memperoleh informasi.

Tidak hanya dalam hal menonton video, penggunaan album foto digital seperti Drop Box, Google Drive, dan Instagram adalah bagian dari gaya hidup. Proses rekrutmen karyawan juga menggunakan cara ini, menyorot kehidupan yang dipublikasikan kandidat ke lini online mereka untuk kemudian dikaji secara psikologis.

Penggunaan multimedia dalam media sosial mempermudah perusahaan dalam melihat perilaku karyawan baik secara verbal maupun non verbal. Postingan video, foto, ataupun blog adalah representasi di dunia maya yang menjadi bahan pertimbangan cara memperlakukan seseorang di dunia nyata.

Dunia perbankan yang dinilai formal dan kaku tidak luput dari perubahan menuju era digital. Misalnya layanan internet banking, iklan layanan masyarakat dalam bentuk video, dan layanan laman web ataupun media sosial perusahaan yang memungkinkan komunikasi dua arah secara real time, tidak peduli tempat dan waktu adalah contoh dari multimedia.

Dunia yang serba digital memaksa kita untuk mengikuti perkembangan zaman. Jika tertinggal, maka kita akan kalah.

Bagaimanapun cara mengaksesnya, entah menggunakan koneksi internet ataupun hanya dengan bermodalkan membayar listrik kepada negara, pengintegrasian berbagai elemen media ini dimaksudkan untuk membuat audiens semakin mudah menyerap informasi yang disajikan.

Di era zaman dahulu, menyampaikan informasi membutuhkan usaha yang besar karena tidak semua dari kita dapat membaca. Oleh karenanya program berantas buta huruf dari pemerintah sangat digalakkan. Televisi pun hanya bisa diakses oleh masyarakat kalangan menengah ke atas. Belum lagi adanya perbedaan bahasa yang menjadi kendala terbesar, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Bahasa lokal adalah satu-satunya kunci dalam menyampaikan pesan.

Tidak semua hal yang disampaikan secara verbal dapat diterima dan diingat selamanya. Multimedia memungkinkan kita untuk menampilkan video, foto, ataupun gambar untuk menunjang pengalaman dalam mengonsumsi media. Menurut teori mengingat dalam psikologi, pengalaman yang mengintegrasikan beberapa (multi) media dapat menjadi cara baru dalam mengingat. Dengan kata lain, mengasosiasikan barang dengan kata dapat memaksimalkan otak dalam memproses informasi.

Namun, sesuai dengan namanya. Multimedia hanyalah sebuah saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Dibutuhkan hal yang lebih besar untuk menyampaikan pesan yang terkandung, yakni pesan/konten itu sendiri. Dengan media yang sangat kekinian, kekreatifan pembuat konten sangat dibutuhkan agar konten tidak hanya berisi vlog liburan ala saya suka kemewahan tanpa ada pesan penting lainnya.

Digitalisasi memudahkan, namun di waktu yang bersamaan juga menyusahkan. Memudahkan dalam mengonsumsi namun juga membuat kita sebagai audiens harus semakin cerdas. Apalagi di era dewasa ini, di mana masyarakat tidak hanya dapat berperan sebagai audiens namun juga sebagai creator (prosumer).

Keberadaan multimedia sebagai saluran memungkinkan pesan dapat dijangkau oleh berbagai kalangan masyarakat dengan usaha sekecil-kecilnya. Misalnya, kita dapat mengetahui apa yang dikatakan oleh presiden negara lain yang tidak berbahasa Inggris karena ada bantuan subtitledari YouTube. Perputaran informasi menjadi sangat cepat karena adanya kemudahan yang ditawarkan oleh saluran ini.

Dalam hal kolaborasi antara video, audio, tulisan, dan foto, kita dapat melihat pada film. Misalnya pada film Dilan 1990 yang diangkat dari novel best seller Pidi Baiq. Pada awalnya, Dilan 1990 hanya menggunakan tulisan (yang tentu saja membuat kaum hawa klepek-klepek membaca linegombalan maut dan sederhana ala Dilan). Media film sebagai media terintegrasi mempermudah audiens dalam memvisualisasikan latar yang ada dalam film.

Sama seperti judulnya, Dilan 1990 mengisahkan tentang kehidupan percintaan antara Dilan dan Milea di tahun 1990. Dengan target audiens yang diutamakan remaja usia kepalang tanggung, mereka tidak memiliki referensi yang cukup untuk membayangkan apa yang terjadi di tahun itu.

Boro-boro bisa membayangkan, mungkin ayah ibu mereka masih belum bertemu di tahun itu.

Dengan target audiens yang sangat tersegmentasi, penggunaan multimedia adalah lebih dari sekedar strategi untuk menyampaikan plot. Penggunaan multimedia memungkinkan kita dapat "lintas waktu dan lintas dunia" ke belahan bumi yang tidak tergapai.

Bila Pidi Baiq hanya menggunakan tulisan untuk memviralkan plot ceritanya, gapaian penikmat "rindu itu berat" hanyalah berhenti sampai masyarakat yang berpendidikan. Namun, melalui film (tentunya dengan melibatkan dialog cheesy dan lagu tema yang enak didengar), mungkin adegan-adegan yang ada dalam novel Dilan dapat dikonsumsi oleh berbagai khalayak.

Tidak ada lagi orang yang tidak menonton film berbahasa asing dengan alasan "Tidak mengerti bahasanya" karena sudah ada subtitle yang tersedia. Multimedia memang semenyenangkan itu.

Dalam membuat konten multimedia, kita juga harus melihat bagaimana karakteristik audiens. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang cenderung sulit menerjemahkan konteks.

Perbedaan terbesar antara soap opera buatan luar negeri dan Indonesia terletak pada adegan dan dialognya. Misalnya, adegan orang bersedih di sinetron Indonesia biasanya menyorot orang yang menangis histeris menyerukan nama Tuhan sambil berkata "Aku sedih banget."

Serial TV luar negeri tidak segamblang itu dalam menyerukan perasaannya. Kamera akan menyorot orang yang menangis karena pihak pembuat konten menanggap bahwa audiens mereka adalah audiens yang cerdas. Tidak perlu ungkapan yang gamblang, orang yang menangis sudah cukup mewakili frasa "bersedih".

Kesuksesan produksi multimedia yang dibuat oleh sutradara Dilan 1990 adalah bukti konkrit bahwa segmentasi audiens dalam pembuatan multimedia sangatlah penting. Plotnya yang sederhana, ringan, sangat berhubungan dengan kehidupan percintaan SMA remaja masa kini, dan karakter Milea yang idaman laki-laki sepanjang segala masa menjadi bumbu utama yang diracik sedemikian rupa. Sangat sesuai dengan karakter orang Indonesia yang melihat film sebagai hiburan.

Pada akhirnya, multimedia adalah saluran yang sangat pas untuk menyampaikan pesan dengan jangkauan audiens yang luas. Selamat datang di era serba digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun