Mohon tunggu...
Anastasia Bernardina
Anastasia Bernardina Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka Aksara

Berbagi energi positif dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumah Kos

27 Juli 2022   18:00 Diperbarui: 27 Juli 2022   18:05 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sore yang cerah ini, Kent menyusuri Jalan Bahureksa yang tampak lebih sepi dari biasanya. Padahal, jalan ini berdekatan dengan Jalan Dago yang selalu ramai dengan kendaraan. Jalan Dago merupakan salah satu dari tujuh titik kemacetan di kota Bandung.

Kent berhenti di depan rumah berarsitektur Belanda, temboknya kokoh, pintu dan atapnya tinggi, bentuk jendelanya kecil-kecil dan jumlahnya banyak. 

Kent sangat suka dengan gaya klasik rumah ini. Ia melihat kembali alamat rumah yang tertera di instagram. Alamatnya sama persis dengan rumah itu dan di depan pagar memang benar  tertera tulisan "Ada Kamar Kosong".

Baca juga: Kemecer

"Wah, benar! Rumah ini adalah rumah kos yang iklannya ada di instagram," tutur Kent dengan wajah sumringah.

Kent mencoba membuka pintu gerbang rumah itu, matanya mengitari halaman rumah yang terlihat asri. Beberapa jenis tanaman berbunga yang tumbuh di taman depan rumah terlihat sangat terawat. Kent tidak terlalu paham, jenis tanaman apa saja itu, namun jelas terlihat oleh matanya bahwa penghuni rumah ini memiliki tangan yang dingin dan rajin merawatnya.

Dua buah kursi dan satu buah meja berbentuk bundar mengisi ruang teras sehingga orang yang duduk di situ akan merasa betah karena disajikan berbagai jenis tanaman berbunga yang indah.

Baca juga: Winanti

Kent kemudian mengetuk pintu rumah itu. Keluarlah seorang ibu yang masih tampak muda, berkulit putih, bermata agak sipit, rambut sebahu dan agak bergelombang, serta berperawakan mungil. "Cari siapa ya, Mas?" tanya ibu itu seperti agak menyelidik dan memerhatikan Kent dari ujung kaki sampai kepala.

"Apa benar di sini ada kamar kosong, Bu?" Kent bertanya dengan sopan.

"Iya betul, Mas. Di sini ada kamar kosong. Mas mau kos di sini? Yuk, mari lihat kamarnya dulu. Keduanya pun memasuki rumah. Saya pemilik rumah ini, daripada kamarnya kosong, akhirnya saya sewakan. Hanya ada 1 kamar kosong. Ibu pemilik kos membuka pintu kamar yang kosong itu. 

Di dalamnya terdapat tempat tidur, lemari, meja dan kursi untuk belajar atau bekerja dengan jendela yang menghadap ke taman. Di dalamnya ada sebuah pintu lagi yang ternyata itu merupakan pintu kamar mandi.

Beralih ke ruang tengah, ibu pemilik kost kembali berucap, "Mas bisa pakai ruangan tengah ini untuk belajar atau bersantai. Kalau jenuh, televisi bisa menjadi teman santai.

"Yuk, ke bagian belakang," ujar ibu pemilik kos ramah. "Nah, ini bagian dapur, kalau perlu nasi, saya juga menyediakannya. Kalau mau masak sendiri, dapur dan segala peralatannya bisa dipakai kemudian dirapikan lagi. Sebelah dapur ini ada tempat untuk mencuci pakaian sekaligus menjemurnya di tempat jemuran ini," tutur ibu kos seraya menunjuk tempat jemuran yang berbahan stainless steel dan tersenyum ke arah Kent.

"Anggap saja, saya ini keluarga Mas sendiri supaya Mas juga bisa merasa nyaman tinggal di sini." Begitu penjelasan ibu muda pemilik kos.

"Oh, ya. Nama Mas siapa? Saya, Suzy." Kent yang sedari tadi mengekor ibu Suzy menjabat tangan beliau lalu  menyebutkan namanya. "Saya, Kent, Bu. Sepertinya saya merasa cocok dengan kamar dan suasana rumah ini. Saya jadi sewa kamarnya ya, Bu."

Saat itu juga Kent kembali ke kos lamanya untuk membereskan barang-barangnya dan segera pindah ke kos baru hari itu juga. Kamar kos yang baru setiap hari selalu dibersihkan, jadi sekarang Kent bisa langsung tinggal di kamar itu. Kent pun kelelahan dan tertidur pulas di atas kasur.


_&&&&_

Kent mendengar alunan gitar klasik dan suara merdu sedang bernyanyi. Suara itu seperti sebuah magnet yang menariknya berjalan ke ruang tengah. Kent terkesima. 

Di sana ada seorang gadis cantik berbulu mata lentik, tubuhnya semampai dengan rambut agak bergelombang sedang asyik memainkan gitarnya. Jika dilihat sekilas, gadis ini mirip dengan ibu Suzy.

Kent menghampiri sang empunya suara merdu itu. Hai, suara kamu bagus banget. Kenalin, aku Kent. Penghuni kamar kosong itu." Tangan Kent menunjuk ke arah kamar kosong yang sekarang sudah disewanya.

Gadis itu pun menyambut hangat tangan Kent. "Tita." Jawaban yang pendek, sedikit senyum, kemudian gadis itu beranjak dari tempat duduknya dan berlalu. Kent menatap punggung gadis itu dan ia melihat telapak tangannya yang tadi baru saja bersalaman dengan Tita. Kent merasakan tangan Tita sangat dingin.


_&&&&_

Keesokan harinya, Kent seolah mendengar suara bisikan lembut di telinganya sehingga ia terbangun. "Kent, ayo bangun!" Kent menepis pikiran konyolnya, "Ah, mungkin hanya mimpi atau halusinasi." 

Sebentar kemudian, Kent mendengar kembali alunan gitar dan suara merdu dari ruang tengah. "Ah, itu pasti Tita," dengan semangat ia bangkit dari tempat tidur, merapikan rambut, dan segera keluar kamar.

Kent buru-buru menghampiri sumber suara di ruang tengah. Kent disambut oleh senyum Tita, "Sudah bangun?" Kent membalas sapaan Tita dengan ceria,  "Pagi, Tita. Eh, kamu kos di sini juga, ya?" Tita menggeleng dengan tangannya terus memetik lembut senar gitar, "Aku anak ibu kos. Aku lahir dan besar di rumah ini."

"Oh, pantas, sekilas kamu memang mirip ibu."

"Memangnya, rumah ini selalu sepi, ya? belum terjawab rasa penasaran Kent, Tita sudah beranjak lagi dari tempat duduknya hendak meninggalkan Kent. Namun, sebelum Tita benar-benar berlalu, ia berucap, "Anak ibu meninggal 40 hari yang lalu, tuh kamarnya yang sekarang kamu tempati."

Kent bengong mendengar perkataan Tita barusan, namun Kent berusaha berpikir positif, pasti Tita cuma mau mengerjainya atau hanya sekadar bercanda.

Kent pun bersiap-siap mandi karena hari ini ada kuliah pagi. Setelah mandi, ia segera memakai kemeja kotak-kotak hitam andalannya. Kancingnya dibiarkan terbuka karena ia memakai kaos polos putih di bagian dalamnya.

 Celana jeans yang robek di bagian lutut dan sudah satu bulan belum ia cuci, dipakainya agak terburu-buru. Ia meraih sepatu ketsnya seraya matanya melirik jam di dinding dan bergumam sendiri, "Wah, jangan sampai telat, nih."

Setelah meraih tasnya, Kent segera membuka pintu kamar, dan menuju pintu depan. Ternyata, Tita pun sudah siap untuk pergi kuliah.

"Kamu, kuliah di mana?" Kent berusaha membuka obrolan sementara tangannya menutup pintu gerbang. "UNPAD," tutur Tita pendek. "Wajahmu kok pucat? Kamu lagi kurang enak badan?" 

Sambil keduanya berjalan kaki menuju ujung jalan, Kent menyelidik wajah Tita, namun Tita hanya menggeleng dan tersenyum.

Selama berjalan kaki menuju ujung jalan untuk mendapatkan angkot, Kent merasa bahwa orang-orang yang berpapasan dengan mereka berdua, memerhatikannya seperti heran. Pada dasarnya Kent adalah orang yang selalu berpikir positif sehingga Kent menyangka jika orang-orang itu terkesima dengan ketampanan dan kecantikan wanita di sebelahnya, Tita.

Angkot yang hendak dinaiki pun sudah muncul di ujung jalan, Kent dan Tita langsung menaiki angkot tersebut. Kent senang karena obrolannya dengan Tita semakin hangat dan menyenangkan. Beberapa penumpang  memerhatikannya tanpa berkedip. "Ah, pasti mereka terkesima dengan kegantenganku dan juga kecantikan wanita di sebelahku ini. 

Kami memang pasangan serasi." Lagi-lagi Kent berpikir positif, bahkan cenderung terlalu percaya diri. Ia senyum-senyum sendiri dan penumpang yang memerhatikannya pun turut tersenyum melihatnya."

Setelah sampai di kampus, Kent dan Tita berpisah. "Nanti siang kita makan bareng ya, Kent." Seperti mendapat angin segar, Kent tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. "Oke, cantik...," seru Kent girang.

_&&&&_


Bakmi Jawa di Jalan Dipati Ukur ini enak banget, kamu pasti ketagihan, Kent. Oh, ya, aku senang loh berteman denganmu, aku jadi nggak kesepian lagi." Ungkap Tita  tanpa perasaan rikuh atau malu.

Kent celingak-celinguk, kembali ia merasa ganteng sewarung bakmi Jawa itu karena hampir semua orang yang sedang makan di situ menatap ke arahnya. Kent juga menyangka bahwa orang-orang itu menganggap mereka berdua sebagai pasangan serasi.

Setelah Kent dan Tita selesai makan siang, mereka berdua pun kembali pulang ke rumah Tita, yang mana sekarang merupakan tempat kosnya Kent juga.

_&&&&_

Malam harinya, Kent termenung di kamar kosnya. Baru jalan sehari bersama Tita, rasanya Kent sudah mulai jatuh cinta.

Lamunan Kent buyar oleh suara ketukan di pintu kamarnya. Ternyata, itu Tita. "Kent, kamu bisa antar aku keluar rumah nggak sekarang?" Kent menjawab dengan penuh semangat, rasanya dewi fortuna memang sedang berada di pihaknya. 

"Bisa, dong! Memangnya, kamu mau aku antar ke mana?" Tita menjawab seraya berlalu ke ruang tengah dan tangannya meraih gitar kesayangannya, "Nanti juga kamu tahu. Sepuluh menit lagi, kita berangkat ya, Kent!"

_&&&&_

"Pemakaman di Jalan Pandu? Kenapa aku diajak ke sini?" Kent bingung sekaligus merasakan jika bulu kuduknya mulai meremang. Tita menggenggam tangan Kent. Dada Kent berdegup kencang, seperti ada aliran listrik menyengat tubuhnya. Tangan Tita yang ada di genggamannya terasa dingin.

"Kent, inilah rumahku yang sebenarnya." Kent menatap batu nisan bertuliskan nama Tita Octariani. Kent lemas, keringat membanjiri tubuh dan bajunya.  

"Kamu memiliki kelebihan dibandingkan orang lain, maka dari itu, kamu bisa melihatku dan berbicara denganku. Memangnya kamu sendiri nggak sadar ya kalau aku ini hantu?" Tita tertawa menyeringai. Aku mau minta tolong, Kent. Tolong antarkan aku ke suatu tempat lagi."

Akhirnya, Kent menuruti kemauan Tita. Ia mengantarkan Tita ke salah satu rumah di Jalan Surya Kencana. Sampailah mereka di depan rumah yang asri dengan layout yang minimalis namun terkesan modern. "Ini rumah papaku, namanya Pak Andy. Sampaikan padanya kalau sekarang putri kecilnya ingin memeluknya terakhir kali. Setelah bercerai dengan mama, aku tak bisa merasakan pelukan papa lagi."

Kent pun mengetuk rumah Pak Andy. Seorang lelaki berperawakan tinggi, berisi, dan berkumis tebal membukakan pintu. "Malam, Pak. Saya Kent. Saya datang ke sini mau mengantarkan Tita karena...," belum selesai Kent berbicara, Pak Andy sudah memotongnya.

"Heh, kamu jangan aneh-aneh! Tita itu sudah meninggal dan hari ini genap 40 hari." Pak Andy sedikit marah karena ia menganggap Kent main-main terhadap orang yang lebih tua.

"Pa, aku ingin memelukmu untuk yang terakhir kali. Ini aku, Tita." Kent mendekati Pak Andy hendak memeluknya. Pak Andy mundur beberapa langkah. "Kamu sudah nggak waras, ya? Nggak dikenal, tiba-tiba datang, mau peluk-peluk pula!"

"Ini aku, Pa. Tita. Aku ada di dalam tubuh Kent. Ia anak kos mama yang menempati kamarku. Coba, lihat ini!" Tita menunjukkan gaya tos yang sering dilakukan dengan ayahnya sewaktu kecil, setelah itu Tita meletakkan tangannya di dada ayahnya dan diakhiri dengan memencet hidung ayahnya, lalu berkata, I Love You."

Pak Andy dan Kent pun akhirnya saling berpelukan. Kent memeluk Pak Andy erat lalu berbisik, "Terima kasih Papa, sudah menjadi ayah yang baik buat Tita. 

Sudah mau ajak Tita jalan-jalan berdua dengan Papa setelah kita jarang bertemu. Pamit ya, Pa. Nanti, kita ketemu lagi di surga ya, Pa.

_&&&&_

Kali ini Kent benar-benar terbangun dari tidurnya karena mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. "Tidurnya kelihatan pulas sekali Nak, kelelahan beres-beres barang, ya? Dari tadi ibu membangunkanmu, tapi kamu nggak bangun-bangun. 

Ini ada nasi kotak untukmu, tadi ibu mengadakan pengajian memperingati 40 hari anak ibu dan mantan suami ibu. Waktu itu, mobil yang mereka kendarai mengalami kecelakaan hebat. Padahal, saat itu mereka ingin menikmati waktu untuk jalan-jalan berdua. Sejak perceraian kami, Tita dan papanya jarang bertemu.

Kent terhenyak dan menghempaskan tubuhnya di sisi tempat tidur. Kent betul-betul tidak percaya saat membaca tulisan di kardus nasi kotak yang sekarang ada di tangannya.

"Mengenang 40 hari meninggalnya Tita dan Papa Andy."

_&&&&_

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun