Mohon tunggu...
Anastasia Bernardina
Anastasia Bernardina Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka Aksara

Berbagi energi positif dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Arka Cintanya Tara Kanya

20 Juni 2022   18:00 Diperbarui: 20 Juni 2022   18:21 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh congerdesign dari Pixabay

Thank you ya, Ra. Lo selalu ada di saat gua butuhin. Hal kecil tapi berarti banget.” Arka menatap Tara yang tangannya masih asyik memasangkan dasi untuk Arka.” Tara tersenyum tanpa membalas tatapan Arka, “Santai lah Ka, lagian udah berapa tahun sih kita sahabatan. Ini cuma hal biasa. Anggap aja gua malaikat yang kebetulan lewat. Oke, udah selesai nih." Tara tersenyum manis seraya tangannya merapikan jas yang dipakai Arka. “Lo kelihatan lebih ganteng hari ini. Semoga acara dengan bos besar dan tim lo lancar ya, Ka. Gua bangga, di usia yang masih muda lo udah dapet jabatan manager di kantor ayah gua ini. Sekali lagi selamat, ya.” Tara memeluk Arka layaknya pelukan seorang sahabat.

Sebelum Arka keluar dari ruangan Tara, Arka menoleh lagi ke arah Tara, ia menarik napas dalam-dalam dan menatap Tara penuh selidik, “Yakin, Ra. Kita akan tetap sahabatan selamanya?”

Tara menoleh seakan merasa heran, “Maksud lo?” Arka terkekeh dan segera berlalu dari ruangan Tara.

Tangan Tara terus membolak-balik hasil pemeriksaan medis yang diterimanya sebulan lalu. Ia dinyatakan sulit memiliki anak karena kelainan bentuk rahim yang dialaminya. Selain itu ia juga sering mengalami kram yang sangat menyakitkan ketika menstruasi. Volume darahnya banyak, mual, dan durasi menstruasi yang dialami Tara lebih lama dibandingkan durasi menstruasi pada umumnya. Itu sebabnya Tara memberanikan diri untuk melakukan pemeriksaan dini.

Sebenarnya Tara mengerti akan maksud pertanyaan Arka tadi. Tara juga paham betul bahwa perasaan Arka bukan hanya sebatas seorang sahabat. Setelah sekian lelaki yang Tara pacari dan selalu berujung nggak bahagia, Tara sempat berpikir bahwa sejauh ini Arka sahabatnyalah yang terbaik. Ia bahkan berpikir konyol mau ngajak Arka nikah. Tara pikir sekarang kan lagi musim tuh teman tapi menikah, sahabat tapi menikah atau malah musuh tapi menikah? Namun, setelah Tara menerima hasil pemeriksaan itu dari dr. Tania, ia urung ngajak Arka nikah. Tara tak sampai hati kalau Arka nggak punya keturunan nantinya.

******

Kanya terlihat sangat cantik dengan balutan gaun putih yang sederhana, elegan dan menyegarkan mata yang melihatnya sedangkan Arka tampak gagah dengan setelan jas broken white menawan. Ya! Akhirnya Arka menikah dengan Kanya, adik Tara. Karier Arka yang terus menanjak di kantor, membuat ayah Tara kagum pada Arka. Ayahnya Tara memang pemilik perusahaan di mana Arka bekerja, karena hal itulah ayah Tara sangat setuju untuk menikahkan Kanya dengan Arka. Terlebih ayahnya Tara tahu kalau Kanya telah menyimpan rasa cinta sejak Arka masih kuliah, tepatnya sejak Arka sering main ke rumah Tara karena memang Arka dan Tara bersahabat sejak SMA.

Acara perhelatan pengantin dengan resepsi yang meriah berjalan sangat lancar. Ada rasa bahagia di hati Tara saat melihat adiknya sumringah sepanjang acara, tapi jauh di lubuk hati terdalamnya ada rasa sakit teriris. Tara baru sadar, ia telah benar-benar mencintai Arka. Di saat sekarang Arka sudah menjadi suami adik kandungnya, di saat itu pulalah Tara betul-betul merasa kehilangan Arka. Namun, Tara lebih memilih mengalah saat tahu kalau Kanya sangat mencintai Arka.

******

Malam menjelang, langit seakan tahu mendungnya hati Tara. Tak ada satu bintang pun muncul di sana. Begitu pula bulan yang selalu setia pada bumi, entah di mana sekarang ia berada. Bulan tak memantulkan cahayanya sama sekali. Hati Tara gundah gulana, ia membayangkan mungkin sekarang Arka sedang malam pertama di kamar pengantin, Tara membayangkan Arka dan Kanya saling berpelukan dan ber ….. “Ah, mikir apa aku ini!” Batin Tara meracau tak jelas maunya apa.

Malam yang mendung tanpa hujan membuat udara terasa lebih panas. AC di kamar Tara seakan percuma. Tara memutuskan untuk turun ke dapur mencari setetes kesegaran dari dalam lemari es. Ia meneguk sedikit demi sedikit air es di gelas yang sedang ia genggam. Ingatannya terus melayang pada Arka. Tara menarik kursi meja makan dan duduk termenung di sana. Ekor matanya seperti melihat sesuatu yang berkelebat. Aroma khas Arka tercium oleh Tara. Ia segera menoleh dan benar saja Arka sudah berada di belakangnya.

“Loh, ngapain di sini? Temenin tuh istri lo!” tutur Tara menutupi kegalauannya dengan cengar-cengir. “Kanya udah tidur.” Ungkap Arka ikutan nyengir. Tara merasa bingung, “Kok Kanya malah udah tidur?”

Beberapa saat mereka saling terdiam. Akhirnya Tara kembali membuka pembicaraan. “Lo, beneran cinta kan Ka sama adik gua? Lo jangan sampai ngecewain dia, ya! Dia cinta banget sama lo, Ka.”

Arka melepaskan helaan napasnya yang terasa berat. Hal itu tampak dari suara hembusannya yang cukup keras, seperti sebuah keluhan.  Tangannya meraih gelas berisi air es yang sedang dimainkan Tara kemudian meneguknya. “Tanpa lo tanya, sebenarnya lo tahu perasaan gua kan, Ra. Dari dulu gua hanya menganggap Kanya itu sebagai adik gua. Nggak lebih.” Arka menatap Tara dan kali ini Tara berusaha untuk menghindar dari tatapan Arka. “Terus kenapa lo maksain diri nikahin adik gua kalau emang lo nggak cinta?” suara Tara hampir tak terdengar, ia berusaha menatap Arka, namun akhirnya Tara menunduk seakan tak bisa menahan gejolak rasa yang menghimpit dada. Ada sedikit perasaan bahagia setelah Tara tahu bahwa Arka tak mencintai adiknya. Tapi di sisi lain lagi, Tara merasa kasihan pada Kanya yang sungguh-sungguh mencintai Arka.

“Gua cuma cinta sama lo, Ra. Gua nikahin Kanya supaya gua bisa tetep deket sama lo. Setidaknya kalau suatu saat lo punya suami, gua bisa tetep jadi bagian dari keluarga lo. Sesekali gua masih bisa deket sama lo walaupun rencananya bulan depan  gua dan Kanya pindah ke rumah baru. Lo juga sebenernya punya perasaan yang sama kaya gua kan, Ra? Lo hanya berusaha ngalah sama Kanya, kan? Kalau emang lo nggak mampu mengalah, terus kenapa lo lakuin? Sakit kan, Ra?” tutur Arka seraya mendekat ke arah Tara.

Tara semakin salah tingkah ketika Arka mendekatinya. Dadanya berdegup lebih kencang dari biasanya, darahnya berdesir sampai ke ubun-ubun, kakinya gemetar sehingga kursi yang diduduki terasa tak menapak di lantai. Dengan napas tertahan, Tara tak sanggup menolak saat Arka menariknya berdiri dan memeluknya. Pelukan terakhir yang ia rasakan adalah ketika Arka baru saja diangkat menjadi seorang manager di kantornya, sesaat setelah ia memasangkan dasi untuk Arka. Sekarang Tara merasakan seperti air bendungan yang meruntuhkan tembok pembatas, tumpah ruah dengan gelombang air yang besar meluluh lantakkan apapun yang ada di sekitarnya. Tara membalas pelukan Arka dengan perasaan cinta yang teramat dalam. Bukan perasaan sebagai seorang sahabat lagi.

Tara mencoba mengatur napasnya dan berusaha menenangkan diri. Tara ingin melepaskan pelukan Arka, tapi Arka malah memeluknya makin erat. Persetan dengan perasaan Kanya yang sedang lelap dibawa roh mimpi. Kanya benar-benar terlelap setelah meminum teh jahe hangat yang sedikit ditaburi obat tidur oleh suami tercintanya. Pada dasarnya Arka belum siap dengan Kanya. Biar makin lelap dan Arka merasa lebih tenang, sengaja Kanya diberi sejumput obat tidur di minumannya.

Arka melepaskan pelukannya dari Tara, tangannya membimbing Tara dan menariknya menuju tangga. Satu per satu langkah kaki mereka berdua menaiki tangga dan menuju kamar Tara. Perlahan pintu kamar Tara terbuka sesaat setelah tangan kokoh Arka menekan handle pintu ke arah bawah. Arka menatap Tara dan mencoba meyakinkannya. Tara ingin menolak, tapi Tara juga tak sanggup. Cintanya pada Arka sudah membuat Tara merasa seperti orang paling gila di dunia. Ia ingin berikan sesuatu yang paling suci yang ia jaga selama ini untuk Arka. Lelaki yang berstatus sahabat, kemudian statusnya berubah menjadi lelaki yang sangat dicintainya, dan sekarang telah menjadi adik iparnya sendiri.  Tara yang pintar, lulusan S2 managemen bisnis, menduduki posisi yang apik di perusahaan ayahnya sendiri, ternyata tak cukup iman untuk hadapi situasi seperti sekarang ini.

Arka dan Tara tidak menyadari bahwa ada sepasang mata teduh yang memerhatikan mereka berdua saat menaiki tangga menuju kamar Tara.

******

Air mata mulai mengalir di pipi Tara. “Sudahlah Tara, toh ini semua sudah terlanjur terjadi. Kenapa harus disesali?” Ucapan Arka seolah tak memiliki dosa sama sekali. Tara memohon, “Tolong tinggalin gua sendirian, Ka. Tolong keluar dari kamar ini!” Tara setengah histeris. Wajah Kanya seakan menghantui Tara, ia merasa berdosa, namun semua telah terlambat disadarinya. 

Tanpa menoleh lagi, Arka berjalan gontai keluar dari kamar Tara dan menuju kamar utama yang terletak di lantai bawah. Sesosok bayangan berkelebat cepat menuruni tangga sebelum Arka keluar dari kamar Tara. Sosok itu menjadi saksi skandal mereka berdua. Walaupun hanya sebagai saksi dengar dari balik pintu. “Kenapa lakukan ini, Non?” Dengan nada kecewa sosok itu berlalu menuju kamar tidurnya di ruangan paling belakang.

Dengan sedikit mengendap-endap Arka masuk ke dalam kamarnya dan Kanya terlihat masih terlelap. Arka menghempaskan tubuhnya di samping Kanya, matanya memerhatikan wajah Kanya yang cantik. Namun kecantikan dan kulit putih Kanya yang mirip cewek Korea tak mampu menggantikan sosok Tara yang lebih eksotik dan sedikit bergaya tomboy.

Arka termenung, matanya seperti mencari-cari sesuatu di langit-langit kamar, namun tak ada yang bisa ia jadikan objek penglihatan di sana, cecak pun langka. “Kalau saja bukan karena aku takut kehilangan posisi yang sudah bagus di kantor, mungkin aku nggak akan mau nikahi Kanya, aku nggak mau melepaskan segalanya yang sudah sangat mapan buatku. Selain karena ingin selalu dekat dengan Tara, aku juga ingin posisi dan karierku di kantor semakin menanjak. Aku yang akan menduduki posisi direktur utama pengganti ayah Tara, bukan Tara anak sulungnya.  Kalau aku sudah menjadi menantu pemilik perusahaan, masa iya aku nggak akan dikasih jabatan yang lebih lagi?” Begitulah batin Arka meracau, rupanya ada alasan lain kenapa ia mau menikahi Kanya dan hal itu tidak diketahui oleh Tara.

******

Tara merasa kepalanya pusing dan perutnya mual. Ia segera beranjak dari tempat tidur dan menuju kamar mandi. Mual dari dalam perutnya tak bisa ditahan. Wajahnya pucat dan badannya terasa lemas. Tara termenung dan berusaha berkelit, “Nggak mungkin!”

“Selamat ya, Bu Tara. Anda telah hamil selama lima minggu.” dr. Tania tersenyum pada Tara. “Bagaimana bisa saya hamil dok, bukankah setahun lalu dokter menyatakan kepada saya bahwa berdasarkan hasil medis, saya sulit hamil?” dr. Tania menanggapi dengan senyuman, “Kita tidak pernah tahu akan kuasa Tuhan, hasil lab atau pemeriksaan secara medis bisa saja telah diubah oleh Tuhan selama setahun ini tanpa kita ketahui. Itu yang dinamakan mukjijat, bukan? Sekali lagi, selamat ya, Bu Tara. Jangan lupa selalu periksakan kandungannya secara rutin. Oh ya, suaminya kenapa nggak ikut?” Tara terkesiap dan seketika berubah menjadi orang yang gagap, “Eh, iya dok, aaa…ituu…eee..anu suami saya sibuk di kantor.” Tara pun tersenyum dipaksakan dengan bola mata yang terus bergerak-gerak menghindari tatapan dr. Tania.

******

Seminggu setelah Tara dinyatakan hamil, Kanya menemui Tara di  kantornya. Dengan wajah ceria dan setengah berteriak, ia menghampiri Tara yang tengah asyik dengan pekerjaan di laptopnya. “Hai, Kak. Aku ada kabar baik. Pasti kakak seneng deh mau punya ponakan. Aku hamil, Kak. Kata dokter sih usianya sekitar lima minggu.” Tersambar petir rasanya, Tara mencoba mengubah rasa keterkejutannya dengan rasa senang. Wajahnya berusaha dibuat sumringah dan segera merentangkan tangannya memeluk serta mengucapkan selamat pada Kanya. Tara berpura-pura tersenyum seraya tangannya mengelus dan menepuk-nepuk lembut bahu Kanya. Hal itu ia lakukan agar Kanya tidak tahu apa yang sedang disembunyikannya.

******

Enam tahun berlalu.

“Kapan kita main ke Jakarta, Ma?” Siena yang wajahnya imut dan lucu menatap wajah mamanya penuh harap. Tara membalas tatapan anak tercintanya dengan senyum yang hangat, “Minggu depan kita ke Jakarta untuk ketemu Opa.”

“Yeeaaay, asyiiiik…!” Siena menari-nari dengan penuh girang, seperti sudah tak sabar ingin segera berlibur ke Jakarta dan bertemu dengan ayah Tara, yang mana sekarang telah menjadi Opa dari Siena.

“Papa pasti ikut kan, Ma?” Tara mengangguk mantap dengan tangannya sibuk menyiapkan sarapan untuk suami tercintanya, “Iya, Sayang. Papa pasti ikut, dong!”

******

Semenjak Tara mengetahui kalau dirinya mengandung anak Arka, Tara terlihat sering murung di pojok taman rumahnya. Wajahnya yang pucat dan sering terlihat mual membuat Yanto sopir pribadi ayahnya berusaha mendekati dan duduk di sebelahnya. “Saya bersedia menikahi Non Tara. Itupun kalau Non mau, sebelum perut Non semakin membesar. Saya tahu apa yang Non Tara dan Mas Arka lakukan malam itu. Saya tidak akan ceritakan kejadian itu pada siapapun. Non bisa belajar untuk mencintai saya, kan?”

Tara tahu bahwa Yanto yang asli Yogyakarta dan memiliki attitude sopan dan apa adanya diam-diam sering memerhatikan Tara dan sangat peduli dengan Tara. Yanto juga sopir kepercayaan ayahnya yang sudah cukup lama mengabdi. Yanto dengan berlapang dada menerima Tara apa adanya, sepaket dengan jabang bayi yang sedang dikandungnya. Tara pun tidak ingin ada konflik berkepanjangan di dalam keluarganya jika mereka tahu kalau dirinya sudah mengandung anak Arka. Tara berusaha untuk bisa mencintai Yanto, lelaki yang sangat baik dan mau berkorban untuknya.

Beberapa hari setelah menikah dengan Yanto, Tara memutuskan untuk hijrah ke Yogyakarta, kampung halaman Yanto. Mereka memutuskan untuk hidup mandiri membuka usaha kuliner, yang mana sekarang usahanya semakin maju.

Tara bahkan enggan pulang ke Jakarta kalau seandainya tidak dipaksa oleh ayah yang telah mengurus dan membesarkannya sendirian. Ayah Tara memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah ibunya Tara meninggal karena gagal ginjal yang diderita.

Ayah Tara paham betul bahwa pernikahan Arka dan Kanya sedikitnya telah membuat hati Tara sakit. Untuk itulah ayah Tara tak keberatan saat Tara mengungkapkan keinginannya menikah dengan Yanto. Sangat mengejutkan, namun ayah Tara yakin kalau Yanto bisa menjaga anak kesayangannya dengan baik.

Sampai detik di mana keluarga kecil Tara berkunjung ke rumah ayahnya di Jakarta, Arka tidak pernah tahu kalau Siena yang imut, lucu, dan memanggilnya Om itu adalah buah hatinya.

“Kayanya lo udah bahagia ya Ra hidup berkeluarga dengan Yanto?” Tiba-tiba Arka sudah berada di belakangnya saat Tara menyiapkan minuman dan makanan kecil pelengkap acara keluarga kali ini.

Tara tak bisa menyembunyikan wajah datarnya. “Iya, gua bahagia dengan keluarga kecil gua. Amat sangat bahagia. Lu nggak akan rusak kebahagian gua, kan?” Tara menatap mata Arka penuh penekanan, namun akhirnya Tara segera berlalu, ia nggak memedulikan sikap Arka yang terlihat masih mencintainya. Tara juga nggak peduli kalau Arka sekarang telah menjadi direktur utama di perusahaan ayahnya. Tara cukup bahagia dengan keluarga kecilnya sekarang dan hidup apa adanya. Meniti bisnis kuliner dari nol bersama suami yang telah ia cintai, Yanto. Tara tak ingin menyakiti hati Yanto, ia juga nggak mau mengulangi kesalahan dan menguak kembali sisi gelapnya di masa lalu. Tara memutuskan untuk lebih taat pada Tuhan dan terus melangkah maju. Biarlah yang telah terjadi menjadi bagian dari hidupnya, ia sendiri pun tak bisa menghapusnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun