Mohon tunggu...
Anastasia Bernardina
Anastasia Bernardina Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka Aksara

Berbagi energi positif dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Arka Cintanya Tara Kanya

20 Juni 2022   18:00 Diperbarui: 20 Juni 2022   18:21 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh congerdesign dari Pixabay

Tanpa menoleh lagi, Arka berjalan gontai keluar dari kamar Tara dan menuju kamar utama yang terletak di lantai bawah. Sesosok bayangan berkelebat cepat menuruni tangga sebelum Arka keluar dari kamar Tara. Sosok itu menjadi saksi skandal mereka berdua. Walaupun hanya sebagai saksi dengar dari balik pintu. “Kenapa lakukan ini, Non?” Dengan nada kecewa sosok itu berlalu menuju kamar tidurnya di ruangan paling belakang.

Dengan sedikit mengendap-endap Arka masuk ke dalam kamarnya dan Kanya terlihat masih terlelap. Arka menghempaskan tubuhnya di samping Kanya, matanya memerhatikan wajah Kanya yang cantik. Namun kecantikan dan kulit putih Kanya yang mirip cewek Korea tak mampu menggantikan sosok Tara yang lebih eksotik dan sedikit bergaya tomboy.

Arka termenung, matanya seperti mencari-cari sesuatu di langit-langit kamar, namun tak ada yang bisa ia jadikan objek penglihatan di sana, cecak pun langka. “Kalau saja bukan karena aku takut kehilangan posisi yang sudah bagus di kantor, mungkin aku nggak akan mau nikahi Kanya, aku nggak mau melepaskan segalanya yang sudah sangat mapan buatku. Selain karena ingin selalu dekat dengan Tara, aku juga ingin posisi dan karierku di kantor semakin menanjak. Aku yang akan menduduki posisi direktur utama pengganti ayah Tara, bukan Tara anak sulungnya.  Kalau aku sudah menjadi menantu pemilik perusahaan, masa iya aku nggak akan dikasih jabatan yang lebih lagi?” Begitulah batin Arka meracau, rupanya ada alasan lain kenapa ia mau menikahi Kanya dan hal itu tidak diketahui oleh Tara.

******

Tara merasa kepalanya pusing dan perutnya mual. Ia segera beranjak dari tempat tidur dan menuju kamar mandi. Mual dari dalam perutnya tak bisa ditahan. Wajahnya pucat dan badannya terasa lemas. Tara termenung dan berusaha berkelit, “Nggak mungkin!”

“Selamat ya, Bu Tara. Anda telah hamil selama lima minggu.” dr. Tania tersenyum pada Tara. “Bagaimana bisa saya hamil dok, bukankah setahun lalu dokter menyatakan kepada saya bahwa berdasarkan hasil medis, saya sulit hamil?” dr. Tania menanggapi dengan senyuman, “Kita tidak pernah tahu akan kuasa Tuhan, hasil lab atau pemeriksaan secara medis bisa saja telah diubah oleh Tuhan selama setahun ini tanpa kita ketahui. Itu yang dinamakan mukjijat, bukan? Sekali lagi, selamat ya, Bu Tara. Jangan lupa selalu periksakan kandungannya secara rutin. Oh ya, suaminya kenapa nggak ikut?” Tara terkesiap dan seketika berubah menjadi orang yang gagap, “Eh, iya dok, aaa…ituu…eee..anu suami saya sibuk di kantor.” Tara pun tersenyum dipaksakan dengan bola mata yang terus bergerak-gerak menghindari tatapan dr. Tania.

******

Seminggu setelah Tara dinyatakan hamil, Kanya menemui Tara di  kantornya. Dengan wajah ceria dan setengah berteriak, ia menghampiri Tara yang tengah asyik dengan pekerjaan di laptopnya. “Hai, Kak. Aku ada kabar baik. Pasti kakak seneng deh mau punya ponakan. Aku hamil, Kak. Kata dokter sih usianya sekitar lima minggu.” Tersambar petir rasanya, Tara mencoba mengubah rasa keterkejutannya dengan rasa senang. Wajahnya berusaha dibuat sumringah dan segera merentangkan tangannya memeluk serta mengucapkan selamat pada Kanya. Tara berpura-pura tersenyum seraya tangannya mengelus dan menepuk-nepuk lembut bahu Kanya. Hal itu ia lakukan agar Kanya tidak tahu apa yang sedang disembunyikannya.

******

Enam tahun berlalu.

“Kapan kita main ke Jakarta, Ma?” Siena yang wajahnya imut dan lucu menatap wajah mamanya penuh harap. Tara membalas tatapan anak tercintanya dengan senyum yang hangat, “Minggu depan kita ke Jakarta untuk ketemu Opa.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun