Berbicara tentang secara spesifik atas BPJS Kesehatan, maka ini sebenarnya sejak awal memunculkan  berbagai polemik. Hal ini karena sifat dari BPJS yang meng-cover seluruh penduduk Indonesia dengan basis data yang kurang dapat diandalkan.Â
Di samping itu, transformasi kelembagaan PT Askes (yang pada 31 Desember 2013, berganti nama menjadi BPJS Kesehatan di era Presiden SBY), menjadi badan penyelenggara kesehatan tidak semulus saudaranya PT Jamsostek untuk menjadi badan penyelenggara ketenagakerjaan. Kekayaan kedua lembaga ini juga berbeda.Â
Sekalipun kemudian ditambahkan PT Asabri dan PT Taspen, namun sejak awal BPJS Kesehatan memiliki tantangan yang besar. Â Setelah 25 November 2011 ditetapkan UU BPJS, namun baru pada tanggal 1 Januari 2014 program BPJS Kesehatan ini diluncurkan oleh SBY di Istana Bogor. Melalui Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, SBY menetapkan tarif yang berlaku untuk BPJS kesehatan hingga 1 Juli 2015.
Presiden Jokowi yang dillantik sebagai Presiden pada tanggal 19 Oktober 2014, pada akhirnya menerima tongkat estafet pelaksanaan BPJS Kesehatan di masa awal pemerintahannya.Â
Fokus Jokowi sendiri pada masa awal pemerintahannya tahun 2014 adalah konsolidasi politik, karena cukup banyaknya perlawanan politik terutama di DPR. Baru melalui Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2016 yang diundangkan 1 Maret 2016, Jokowi merubah tarif BPJS. Bila melihat data yang ada, maka terlihat jelas, bahwa sejak awal pendirian BPJS Kesehatan telah mengalami defisit  (Perhatikan table)         Â
BPJS Kesehatan sebagai Produk Politik
 BPJS Kesehatan sendiri sebenarnya adalah sebuah produk kelembagaan dari interaksi politik yang ada. Sejak diberlakukannya UU SJSN tahun 2004 hingga penerapan pelaksanaan BPJS Kesehatan, semuanya tidak lepas dari tekanan -- tekanan dan dialog politik yang dilakukan oleh aktor -- aktor politik.Â
Apabila kita melihat kisaran waktu, maka sejak ditetapkan UU SJSN hingga dirasakannya pelaksanaan program BPJS Kesehatan, maka waktu yang dibutuhkan adalah kurang lebih 10 (sepuluh) tahun.Â
Waktu yang cukup lama untuk menunggu bagi rakyat Indonesia utuk dapat merasakan layanan kesehatan yang ada. Sekalipun sudah diamanatkan oleh UU SJSN, namun tetap saja kemoloran penerapan terjadi.
Keluarnya berbagai komentar dari tokoh -- tokoh politik baik yang membela keputusan Presiden Jokowi, maupun yang mencaci Keputusannya tentang BPJS makin menunjukkan bahwa BPJS Kesehatan ini adalah komoditi politik yang sangat mungkin digunakan untuk kepentingan politik.Â