Â
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau masih identik dengan sebutan Penjara bukanlah akhir segalanya. Di Lapas, narapidana bisa mengikuti program pembinaan, baik pembinaan kepribadian maupun pembinaan kemandirian. Salah satu bentuk pembinaan kepribadian di Lapas Kelas IIA Pekalongan adalah Kelas Inspirasi. Kelas Inspirasi adalah sebuah wadah kreatifitas narapidana Lapas Kelas IIA Pekalongan dalam bidang menulis, melukis dan desain batik. Berikut akan kami tampilkan karya-karya puisi dari Taufik Hidayat, salah satu anggota Kelas Inspirasi Lapas Pekalongan yang kami rangkum dalam judul Syair Kehidupan dari Penjara.
Â
1. Â Â CARA TUHAN
 Aku berkata lagi pada pintalan benang
 Kenapa terjatuh terlebih engkau berfadhilah
 Jayamu pada slogan pinggir jalan
 Tanpa jawab bagi sayap-sayap burung
 Dalam untaian angkasa
 Terus menenun udara yang menjatuhkan langkah
 Tiada sapa bagi riak gemuruh itu
 Diam...
Â
 Aku yakin itu
 Kain ini bersulam sutera
 Berdalamkan basahan
 Semua tertanggal karena pijar menampar lengan
 Sumpah!!!
 Â
 Aku berbantal lengan hingga sayup sore ini
 Gemuruhnya hilang dibuai senja
 Mata-mata terkatup
 Memandang bebas dengan organ terdalam
 Sepanjang jalan
 Semua bangkit
 Daun angsana bergerak
 Lambat
 Sadarkah itu?
 Â
 Genangan karma mengangkat derajat
 Kutukan -Nya lenyap
 Wajah kita menyirami kemuning
 Namun dalam menggusur langkah
 Ada seikat cahaya terhalang fatamorgana
Â
 Disana....
 Aku temukan cara Tuhan
 (Pekalongan, 04 Syawal 1435 H)
Â
2. Â Â SYAIR PULANG
Kidung sore merelung dingin melintas pipi
Alunan rintih menghasut korban aniaya
Terlalu demikian teraniaya
Terasing ke pulau jawa legenda wayang-wayang orang
Orangnya sungguhan
Dari serut kayu di padati es hingga beku berjejer siap lakon
Diikat besi
Dikalung jerami
Berperan watak sedikit gila
Kalam-kalam dihafal
Cukup satu kalam
Â
Karena wajahnya berbalur malu
Kotornya menoleh tepi kanan atas bawah
Ia tatap lalu lalang atau buana
Tersandung
Dagunya pecah tak sadar
Ia diculik Drupadi entah kemana dalam waktu lama
Â
Menebus murka
Jangan sampai azab
Ampunan itu lapang
Minta saja untuk kembali
Kembali pulang
(Pekalongan, 12 Muharrom 1436 H)
Â
3. Â SURUT IMAN
Ada langkah seperti berayun
Lunglai di tengah lalu lalang
Ia bersedih ditengah luapan amarah
Dengki menjadi biasa
Sama murahnya harga lap kaca
Â
Imannya surut
Seperti Mesir bersedih setelah Nil mengering
Hatipun kerontang
Seakan satu tahun lalu bersua hujan
Sajadah lusuh seperti tergadai
Hanya sendirinya saja tahu
Kapan setiap keadaannya tertebus
Â
Ibarat buih di bawah kapal
Ia terus menghitung kesulitan
Kesenangan hanya sebentar di tangan
Lantas hilang dengan kepulan api
Â
4. Â TULANG MALAM KORVE
 Ada kecemasan yang bergulir seiring angin Slamaran
 Masih tercium amis yang dikabarkan untul berbulu pendek
 Namun belikat-belikat manusianya selalu seperti itu
 Tegang dan kaku
 Saling meremas urat jemari meremuk sendi
 Tulangnya sakit
 Â
 Selama siang berkayuh sampan di sengatan fatamorgana
 Nyaris terbakar semua bulu-bulu pori-porinya
 Debu-debu hingga sore berkarat di setiap ketiak
 Itu...
 Tugas wajib setiap malam
 Â
 Ya....
 Hingga malam menetesi mata yang tak mampu menembus langit-langit
 Sekalipun langit-langit plastik
 Ia tak terlelap
 Karena belikat-belikat manusianya selalu seperti itu
 Tegang dan kaku
 Sumsum rongga belakangnya kelelahan
 Dijemur atas kawat-kawat panjang sejauh pengasapan
Â
 Benar saja...
 Kainnya terbakar
 Kepanasan
 Ia menangisi setiap helai yang terrlepas dari jamaahnya
 Tak tahu lagi jadi apa auratnya
 Jua sisa makannya terlampau banyak
 Nasinya terbumbui lembab tembok
 Tertumpuk di pojok kiri dekat jempol
 Terus seperti itu, lembab
 Esokpun sama
 Â
 Tulangnya sakit, mungkin urat pengikatnya sakit
 Belikat-belikat manusianya selalu seperti itu
 Tegang dan kaku
 (Pekalongan,29 Dzulhijjah 1435 H)
Â
5. Â SAJAK PLIN-PLAN AYAH
Lama.....
Aku melangkahi prosa terdalam ayah yang terombang-ambing lima belas tahun lalu
Penglihatannya kini kabur tapi tidak dengan ceritanya yang takkan berakhir anti klimaks
Puisi-puisinya rapih
Tempo-temponya berirama sedang
Rambut bergelombang
Itulah ayah
Tapi juga plin-plan
Â
Ayah...
Dulu berkata empat puluh tiga kali dibawah ayunan
Gunduku hilang
Manjaku hanyut
Tapi ayah tak hendak berang
Â
Ayah...
Sajak-sajakmu ku simpan dari kecil
Masanya akan bebas semasa lagi
Tahukah ayah??
Sajakmu sebanyak rambut
Tapi rambutku
Bukan rambut ayah
Bukan...
Rambut ayah plin-plan
Cukup rambutku saja
(Pekalongan, 07 Muharrom 1436 H, Jam 12:47 WIB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H