Mohon tunggu...
Anang Saefulloh
Anang Saefulloh Mohon Tunggu... PNS -

#petugaspemasyarakatan #ayahduaoranganak #penulis #mahasiswa #kelasinspirasi #sukakajianpendidikanislam #sukamembaca #sukamusikjazz #sukabersepeda #pekalongan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

SYAIR KEHIDUPAN DARI PENJARA

3 Juni 2015   15:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:22 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau masih identik dengan sebutan Penjara bukanlah akhir segalanya. Di Lapas, narapidana bisa mengikuti program pembinaan, baik pembinaan kepribadian maupun pembinaan kemandirian. Salah satu bentuk pembinaan kepribadian di Lapas Kelas IIA Pekalongan adalah Kelas Inspirasi. Kelas Inspirasi adalah sebuah wadah kreatifitas narapidana Lapas Kelas IIA Pekalongan dalam bidang menulis, melukis dan desain batik. Berikut akan kami tampilkan karya-karya puisi dari Taufik Hidayat, salah satu anggota Kelas Inspirasi Lapas Pekalongan yang kami rangkum dalam judul Syair Kehidupan dari Penjara.

 

1.   CARA TUHAN

 Aku berkata lagi pada pintalan benang

 Kenapa terjatuh terlebih engkau berfadhilah

 Jayamu pada slogan pinggir jalan

 Tanpa jawab bagi sayap-sayap burung

 Dalam untaian angkasa

 Terus menenun udara yang menjatuhkan langkah

 Tiada sapa bagi riak gemuruh itu

 Diam...

 

 Aku yakin itu

 Kain ini bersulam sutera

 Berdalamkan basahan

 Semua tertanggal karena pijar menampar lengan

 Sumpah!!!

  

 Aku berbantal lengan hingga sayup sore ini

 Gemuruhnya hilang dibuai senja

 Mata-mata terkatup

 Memandang bebas dengan organ terdalam

 Sepanjang jalan

 Semua bangkit

 Daun angsana bergerak

 Lambat

 Sadarkah itu?

  

 Genangan karma mengangkat derajat

 Kutukan -Nya lenyap

 Wajah kita menyirami kemuning

 Namun dalam menggusur langkah

 Ada seikat cahaya terhalang fatamorgana

 

 Disana....

 Aku temukan cara Tuhan

 (Pekalongan, 04 Syawal 1435 H)

 

2.   SYAIR PULANG

Kidung sore merelung dingin melintas pipi

Alunan rintih menghasut korban aniaya

Terlalu demikian teraniaya

Terasing ke pulau jawa legenda wayang-wayang orang

Orangnya sungguhan

Dari serut kayu di padati es hingga beku berjejer siap lakon

Diikat besi

Dikalung jerami

Berperan watak sedikit gila

Kalam-kalam dihafal

Cukup satu kalam

 

Karena wajahnya berbalur malu

Kotornya menoleh tepi kanan atas bawah

Ia tatap lalu lalang atau buana

Tersandung

Dagunya pecah tak sadar

Ia diculik Drupadi entah kemana dalam waktu lama

 

Menebus murka

Jangan sampai azab

Ampunan itu lapang

Minta saja untuk kembali

Kembali pulang

(Pekalongan, 12 Muharrom 1436 H)

 

3.   SURUT IMAN

Ada langkah seperti berayun

Lunglai di tengah lalu lalang

Ia bersedih ditengah luapan amarah

Dengki menjadi biasa

Sama murahnya harga lap kaca

 

Imannya surut

Seperti Mesir bersedih setelah Nil mengering

Hatipun kerontang

Seakan satu tahun lalu bersua hujan

Sajadah lusuh seperti tergadai

Hanya sendirinya saja tahu

Kapan setiap keadaannya tertebus

 

Ibarat buih di bawah kapal

Ia terus menghitung kesulitan

Kesenangan hanya sebentar di tangan

Lantas hilang dengan kepulan api

 

4.   TULANG MALAM KORVE

 Ada kecemasan yang bergulir seiring angin Slamaran

 Masih tercium amis yang dikabarkan untul berbulu pendek

 Namun belikat-belikat manusianya selalu seperti itu

 Tegang dan kaku

 Saling meremas urat jemari meremuk sendi

 Tulangnya sakit

  

 Selama siang berkayuh sampan di sengatan fatamorgana

 Nyaris terbakar semua bulu-bulu pori-porinya

 Debu-debu hingga sore berkarat di setiap ketiak

 Itu...

 Tugas wajib setiap malam

  

 Ya....

 Hingga malam menetesi mata yang tak mampu menembus langit-langit

 Sekalipun langit-langit plastik

 Ia tak terlelap

 Karena belikat-belikat manusianya selalu seperti itu

 Tegang dan kaku

 Sumsum rongga belakangnya kelelahan

 Dijemur atas kawat-kawat panjang sejauh pengasapan

 

 Benar saja...

 Kainnya terbakar

 Kepanasan

 Ia menangisi setiap helai yang terrlepas dari jamaahnya

 Tak tahu lagi jadi apa auratnya

 Jua sisa makannya terlampau banyak

 Nasinya terbumbui lembab tembok

 Tertumpuk di pojok kiri dekat jempol

 Terus seperti itu, lembab

 Esokpun sama

  

 Tulangnya sakit, mungkin urat pengikatnya sakit

 Belikat-belikat manusianya selalu seperti itu

 Tegang dan kaku

 (Pekalongan,29 Dzulhijjah 1435 H)

 

5.   SAJAK PLIN-PLAN AYAH

Lama.....

Aku melangkahi prosa terdalam ayah yang terombang-ambing lima belas tahun lalu

Penglihatannya kini kabur tapi tidak dengan ceritanya yang takkan berakhir anti klimaks

Puisi-puisinya rapih

Tempo-temponya berirama sedang

Rambut bergelombang

Itulah ayah

Tapi juga plin-plan

 

Ayah...

Dulu berkata empat puluh tiga kali dibawah ayunan

Gunduku hilang

Manjaku hanyut

Tapi ayah tak hendak berang

 

Ayah...

Sajak-sajakmu ku simpan dari kecil

Masanya akan bebas semasa lagi

Tahukah ayah??

Sajakmu sebanyak rambut

Tapi rambutku

Bukan rambut ayah

Bukan...

Rambut ayah plin-plan

Cukup rambutku saja

(Pekalongan, 07 Muharrom 1436 H, Jam 12:47 WIB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun