Bagi Holo ada kucing yang mati, ada anjing yang tergilas, atau ada hewan lain yang ..... - pokoknya ada sesuatu yang tidak sesuai dengan buku pegangannya selalu berpotensi menjadi proyek yang membawa berkah.
Melihat kondisi si Kabri yang tidak menampakkan tanda-tanda kehidupan, Yang Mulia Holo langsung membaca sesuatu yang maknanya tidak dipahami oleh siapapun juga... Kemudian, "Getaran dan pola energi suatu tempat dimana ada kucing yang terbunuh sudah pasti kacau. Bisa membawa sial kepada kalian semua. Lebih baik kita ke alun-alun dan membicarakan persoalan yang sangat serius ini di hadapan kepala desa, kepala ...., kepala .... dan kepala ....."
Jelas Tidak Seorang pun yang mau kena sial. Mereka mengikuti titahnya. Di alun-alun,Yang Mulia Holo membuka kembali buku besarnya,
"Begini Tuan-tuan dan Puan-puan yang Mulia, buku besar ini ditulis di Zaman Permata dan Mutiara.... Kalau memakai peraturan zaman itu, maka untuk menebus dosa pembunuhan keji terhadap seekor kucing adalah dengan menyumbang emas seberat badan kucing itu.
"Tapi, sekarang karena sudah Zaman Stainless Steel, maka emasnya bisa dikurangi menjadi 10 persen dari berat badan kucing. Nah, kalau saya perkirakan berat kucing yang malang itu pasti sekitar 4.5-5 kilo. Maka, 10 persennya berarti 450-500 gram."
Mendengar Itu, Ibu Hola sudah tidak bisa menahan diri lagi. Ia berteriak histeris, "Dasar perempuan sial kau Holi, untuk menebus dosamu kita harus menjual ladang kita. Belum tentu cukup pula... Ya sudah, sial ya sial, mampus saja kau sekalian. Untuk apa menjual segala-galanya untuk menebus dosamu..."
Yang Mulia Holo tidak membayangkan disrupsi seperti itu, lha koq jadinya begini... Maka, ia memberi isyarat kepada ibu Lola yang rupanya sudah terbiasa dan memahami betul bahasa isyaratnya, "Wah, celakalah kita semua, ibu Hola tega-teganya kau membiarkan menantumu kena sial! Apa jadinya dengan kita warga sekampung? Sepertinya kita semua akan ikut menanggung pula dosamu. Bagaimana sih, bagaimana kau bisa mengorbankan menantumu? Sudah kena sial karena membunuh seekor kucing, kena lagi sial karena mencelakakan menantumu. Aduuuhhhhh...."
Kalian dapat Membayangkan apa yang terjadi setelah itu. Rapat berjalan sangat alot. kepala-kepala lain ikut memberi pandangan sesuai isi kepala mereka masing-masing. Setiap orang mengaku pandangannya sah dan paling tepat.
Warga sekampung terpecah-belah menjadi sekian banyak kelompok. Ada yang berpihak pada ibu Hola; ada yang berpihak pada isteri Hola; ada yang berpihak pada Kabri, si kucing; dan, ada pula yang berpihak pada Yang Mulia Holo.
Dalam hatinya, Holo senang bukan main. Memang itu yang dikehendakinya. Makin banyak pihak yang bersuara, makin kacaunya situasi, makin menguntungkan bagi dia. Demikian pengalamannya selama bertahun-tahun sejak ia mewarisi profesi tersebut dari orangtuanya.
Holo Membuka Kembali Buku Besarnya, memejamkan mata untuk memperoleh "berita" atau apa sebutannya, kemudian: "Saya mendapatkan pesan dari Kabri yang malang itu. Saya berhasil mengadakan kontak dengan dia.