Â
 Esti, maaf dia bukan siapa-siapa hanya sebatas teman saja. kamu ga marah kan?
 Keadilan dunia memang suatu hal yang sulit kita dapatkan, terkadang keegoisan mengalahkan semuanya.  Sebenarnya  bukan dunia yang tidak adil, bukan dunia yang kejam, bukan dunia yang egois.  Tetapi orang-orang yang ada di dalamnya yang menyebabkan itu semua, menjadikan warna pelangi tak seindah biasanya, membuat cahya rembulan menjadi gelap, menjadikan sinar matahari padam.
Itu semua membuat menjadikan dunia penuh hiruk pikuk dan penuh kebisingan. Namun ada seseorang yang selalu membuatku nyaman dan aman.
Sosok tanpa pamrih, Ibu, begitu panggilannya beliau sering seperti lilin yang rela membakar habis dirinya untuk kebahagian orang sekitar, kebohongan-kebohongan kecil yang aku tahu sebenarnya itu demi keluarganya. Â Masih teringat jelas seringkali Ibu rela berbohong sudah makan kepada aku dan masku. Sepeninggal bapak, hidup kami pernah di satu titik sungguh sulit sampai pada akhirnya aku mendapatkan beasiswa kuliah dan merantau ke Jakarta. Mas Priyo yang sudah berkeluarga dan Ibu sekarang tinggal sendiri di kampung. Berulang kali kuajak dan selalu menolak. Mas juga sudah sering menawarkan, katanya ga enak nanti merepotkan. Begitulah Ibu yang selalu mendahulukan kepentingan anak-anaknya.
Tekadku sudah bulat besok aku akan mengambil cuti, rasa rindu yang membuncah dan juga aku butuh untuk beristirahat sejenak.
Coretan
Kasih sayang, cinta, dan senyuman
Terbakar habis tanpa sisa
Untaian doa selalu terucap
Hanya Tuhan yang mampu membalas
Segala kebaikan kan selalu terkenang