Kasidah Musim Gugur
KABUT kelam turun menghinggap padalayu kelopak mawar
ketika gagak membawa kabar sebuah prahara
batang kering patah ditempa badai di terik siang
panas jerang kulit gembala di tepi danau kering
bunyi seruling undang angin laut yang sembunyi
Anasir debu berhamburan menyusup ke mata
menyisakan perih dalam tiap kerjap menatap
luka batin hendak gulirkan bening airmata
bersama sunyi yang merayap di sekujur jiwa
Langit mengurai kisah dalam partitur sunyi
dawai gitar hanya merangkum kelam dalam diam
sedangkan paruh nafas terus berkepak ke udara
seirama denyut liris kalbu yang diselimuti lara
Kerinduan makin meremang bersama larut malam
suara hatimu yang akrab kudengar pun redam
hingga diriku dikuasai hampa begitu panjang
bintang serasa enggan menari di ujung galau jiwa
Dan inilah kasidah musim gugur yang pilu
sewaktu mimpi dan asa begitu cepat berlalu
genggaman ini pun terbuka dalam rasa hampa
ini bukanlah tragedi atas jiwa yang bersengketa
sebab dirimu teramat bahagia digugur rasaku
Yogyakarta, 05 Juni 2012
Daun-daun Kering
DAUN-daun kering yang berserakan dirumahmu adalah tanda dari
kesederhanaan sebuah cinta yang telah kau tunjukkan padaku atashidupmu
daun-daun itu tersapu angin yang datang menerpa
menguak ubin-ubin yang terkadang berbunyi
ketika dipijak sewaktu melintas di atasnya
membuatku enggan berpijak tergesa-gesa
sebab khawatir bangunkan istirahatmu sehabis kerja
bangunan rumahmu yang berbahan kayu
dan bambu, terlebih di sana-sini terdapat
jaring laba-laba yang telah hitam menjelaga rupa warnanya
kian menegaskan caramu bersikap sederhana menjalani
dan memahami kehidupan ini
lalu kau mengatakan sesuatu padaku
kata-kata yang sedemikian bijak
dan menyentuh:
“Sederhanakanlah hidupmu,
sebab kau akan lebih mudah
untuk bersyukur.”
aku hanya diam
diam menafakuri diri atas kata-kata sarat makna
yang baru saja kau tuturkan padaku
sebelum aku benar-benar berlalu dari rumahmu
dan yang tersisa adalah pertanyaanku sendiri:
“Kapan aku bisa menyederhanakan diriku
dan kapan aku bisa berjumpa kembali
denganmu hingga aku bisa bersikap bijak
dan berlaku sederhana?”
Yogyakarta, 07 Mei 2009
Romansa Kuntum Bunga
DAN aku pun menjadi bunga dalam genggamtanganmu
yang terlumuri airmataku kala mimpi itu pudar di batas fajar
Lalu hatimu menjadi kupu-kupu
yang setia hinggap pada kelopak jiwaku
yang bertabur embun waktu
Kulihat pelangi mengikis matahari dalam paruh lingkarnya
lalu getar hati kita menjadi selaksa cinta yang dicekamcemburu
hingga ceraikan senyuman,
“Aku adalah dirimu.
Jangan lepaskan aku,” ucapmu.
Yogyakarta, 01 Mei 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H