Mohon tunggu...
Chairil Anam
Chairil Anam Mohon Tunggu... -

life is a Journey

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kau Duniaku, A tribute to Indonesian Women

2 Agustus 2011   06:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:10 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Iya, nanti dirumah ya..." Laila menyakinkan Rembulan, melangkah dengan tenaga yang ada. Dalam dekapannya kini ada harta yang paling berharga baginya. Tuhan telah memberinya sesuatu yang ia butuhkan untuk mengarungi kegetiran hidup. Dia yakin, Tuhan Maha Baik, maka baiklah segala yang diberikan padanya.

Sementara Rembulan bermain-main dengan kubik kesukaannya. Laila masih teringat ucapan-ucapan Sang Ibundanya.

'Tak peduli betapa dunia mengacuhkanmu, karena dunia tak selamanya baik padamu, seperti malam berganti siang, siang berganti malam.' Ucapan Ibundanya yang masih teringat jelas membekas lekat dalam otaknya.

'Bila kau dapati dirimu di sisi gelap hidup, mintalah Tuhanmu jadi pencerahmu, agar jalanmu diterangi dengan cahaya petunjukNya. Bilakah kau disisi siang hidupmu, mintalah payung perlindungan dari kesilauan dunia. Agar gemerlap dunia tak melupakanmu untuk bersyukur.' Laila menghirup nafas dalam-dalam.

"Bunda, bundaa... Bagus ya itu" Rembulan menunjuk pada sebuah benda didalam toko. Lentera antik.

"Iya, bagus ya sayang, ya?" Laila berhenti sejenak untuk membiarkan Rembulan melihat pada lentera itu. Lalu kembali melangkah.

"Bundaa, kenapa musti ada matahari?"

"Biar bisa menyinari dunia sayang..."

"Lha bulan buat apa, Bun?"

"Biar bumi kita imbang sayang, buat penghias malam juga mungkin..." Senyum Laila. Dan ingatannya kembali menerawang kembali melintasi waktu dan peristiwa yang telah lalu.

'Mentari dicipta untuk menerangi dunia, maka jadilah kau layaknya mentari.' Laila menatap ke langit. Mencari sumber cahaya yang tersembunyi dibalik awan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun