Mohon tunggu...
Analisa Djajasasmita
Analisa Djajasasmita Mohon Tunggu... Mahasiswa - A Storyteller

Jack of all trades, master of none!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mekanisme Perlindungan Tanah Adat Dalam Kebijakan Reforma Agraria

20 November 2024   11:16 Diperbarui: 26 November 2024   07:41 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendahuluan

Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun-temurun tinggal di wilayah geografis tertentu dan memiliki identitas budaya, nilai-nilai, norma, hukum adat, serta kelembagaan tradisional yang khas, yang diakui dan dihormati keberadaannya baik oleh komunitasnya sendiri maupun oleh sistem hukum formal. Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat umumnya terkait dengan perlindungan hak atas tanah ulayat, lingkungan, dan sumber daya alam yang dikelola sesuai tradisi. Dalam konteks Indonesia, keberadaan masyarakat hukum adat diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1.UUD 1945 Pasal 18B Ayat (2), "negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang."

2.UU No.5 Tahun 1960 tentan Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Pasal 3 menyatakan bahwa hak ulayat masyarakat hukum adat diakui sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan.

3.UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 6 menegaskan pengakuan terhadap hak masyarakat hukum adat atas tanah, wilayah, dan budaya mereka.

4.UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 67 memberikan pengakuan kepada masyarakat hukum adat, terutama terkait pengelolaan kawasan hutan, selama memenuhi kriteria tertentu seperti adanya struktur kelembahaan adat dan masih dipraktikannya hukum adat.

5.Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012, menegaskan bahwa hutan adat adalah hutan yang berada di wilayah masyarakat hukum adat dan bukan merupakan bagian dari hutan negara.

Tanah memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat hukum adat karena dianggap bukan hanya sebagai sumber daya ekonomi, tetapi juga memiliki makna sosial dan budaya yang mendalam. Tanah menjadi simbol identitas dan keberadaan masyarakat hukum adat. Hak ulayat atas tanah menjadi dasar hubungan sosial di dalam komunitas. Tanah dianggap sebagai warisan leluhur yang harus dijaga dan dikelola secara kolektif demi keberlangsungan generasi mendatang. Hak atas tanah seringkali dikelola bersama, menunjukkan nilai gotong royong dan solidaritas komunitas. Tanah seringkali menjadi sumber konflik apabila terjadi perebutan hak antara masyarakat adat dan pihak luar, tetapi juga menjadi pemersatu dalam menjaga kearifan lokal.

Tanah menjadi basis utama perekonomian masyarakat hukum adat. Tanah menyediakan sumber daya alam yang menopang kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan, atau kehutanan secara tradisional. Tanah digunakan untuk pertanian subsisten, memenuhi kebutuhan sehari-hari komunitas, atau menghasilkan produk komersial. Sumber daya seperti kayu, hasil hutan bukan kayu, dan air menjadi bagian dari pemanfaatan tanah yang menopang ekonomi masyarakat adat. Masyarakat adat biasanya menjaga keseimbangan ekonomi dengan tidak mengeksploitasi tanah secara berlebihan sesuai kearifan lokal.

Tanah memiliki dimensi spiritual dan budaya yang erat kaitannya dengan adat istiadat, kepercayaan, dan ritual masyarakat hukum adat.. Lokasi-lokasi tertentu di tanah ulayat dianggap suci karena menjadi tempat pemujaan leluhur atau pelaksanaan ritual adat. Tanah diyakini sebagai pemberian leluhur yang harus dijaga. Ritual adat sering diadakan untuk menghormati tanah dan leluhur. Pemanfaatan tanah mencerminkan kearifan lokal, seperti sistem rotasi ladang (shifting cultivation) atau sistem pertanian berbasis ekologi.

Masyarakat hukum adat menghadapi berbagai tantangan terkait pengelolaan tanah dan sumber daya alam mereka. Tantangan ini tidak hanya mengancam hak ulayat, tetapi juga kelangsungan budaya, kehidupan sosial, dan kesejahteraan ekonomi mereka. Pertama: proses privatisasi, seperti alih fungsi lahan untuk perkebunan, pertambangan, atau infrastruktur, sering kali mengabaikan hak masyarakat adat. Pemerintah atau perusahaan seringkali mengklaim lahan adat sebagai "tanah negara", sehingga masyarakat adat kehilangan pengelolaan mereka. Privatisasi menghilangkan akses masyarakat adat ke tanah yang menjadi sumber penghidupan mereka, memicu konflik sosial dan ekonomi. Kedua: penggusuran paksa, penggusursan masyarakat adat sering terjadi dalam proyek pembangunan, seperti pembangunan jalan tol, bendungan, atau kawasan industri. Penggusuran sering dilakukan tanpa konsultasi yang memadai atau pemberian kompensasi yang adil. Penggusuran memutus hubungan masyarakat adat dengan tanah leluhur mereka, yang memiliki makna spiritual dan budaya penting. Contoh kasus, konflik penggusuran masyarakat adat di papua dan Kalimantan untuk perkebunan kelapa sawit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun