Selain pendapat yang dikemukakan John, sumber lainnya menyebutkan orang yang mudah menangis juga terbukti punya kelebihan dalam hal feeling, yang belum tentu dimiliki oleh orang yang lebih sulit untuk menangis. Ada 4 ‘kelebihan’ yang mereka miliki, yang dapat dibuktikan secara langsung.
A. Mereka (orang yang mudah menangis) adalah orang ber empati besar. “Besarnya empati yang dimiliki, membuat seseorang mudah larut, ikut merasakan apa yang dirasa orang lain”
B. Mereka dapat dengan mudah menempatkan diri di posisi orang lain. “Dalam cara berpikir, mereka mudah sekali menempatkan diri pada posisi orang lain yang keadaanya tidak lebih baik dari dirinya. Alhasil, mereka akan lebih gampang sedih, dan iba, Dan umumnya, sebisa mungkin melakukan action, membantu”
C. Mereka menangis bukan semata karena sedih. “Air mata orang-orang yang mudah menangis, ternyata tidak selalu berarti sedih. Sebab, ketika merasakan kebahagiaan, atau menyaksikan orang lain merasakan kebahagiaan, seketika itu pula air mata mereka akan meleleh”
D. Mereka menangis, bahkan ketika merasakan kagum dan takjub. Khusus untuk point ini, sebuah riset membuktikan,kala berada dalam sebuah euphoria, orang yang mudah menangis akan merasa kagum, dan takjub. Efeknya, akan muncul rasamembuncah dari dalam hati, yang kemudian secara alami mendorong air mata menggenang dan mengalir turun.
Guyss… Accem ? Rasanya argumen-argumen psikologis yang disebutkan tadi sudah cukup kan, untuk menjawab teka-teki kenapa seseorang mudah menangis. Setidaknya, sudah tak ada (lagi) alasan untuk suudzon menilai air mata, tangisan orang lain siapapun itu. (Siapapun? Yo’i! termasuk JR Saragih? Ya iyalah, cuy) Toh pada akhirnya semua bebas berpendapat.
Siapa pun punya hak untuk mengatakan (menilai) apapun dengan tetap mengedepankan objektifitas. Betul? By The Way (biar kekinian dikit) kembali ke topik awal, tulisan jangan artikan tulisan ini sebagai alat (teori) pembenaran terhadap ‘tradisi’ menangis ala JR Saragih. Tapi, kalaupun diartikan demikian, no problem!.Kita boleh sepakat, namun tak salah pula berbeda pendapat.
*****
Bicara tentang orang yang punya kecenderungan mudah menangis, seorang sahabat, seorang pria berstatus mahasiswa, sebut saja namanya Arioe yang kebetulan nyambi bekerja sebagai pegawai lepas di sebuah instansi pernah bercerita. Ketika itu, sambil nongkrong di sebuah coffe shop (kayak anak-anak zaman itu loh) ia mengisahkan tentang seorang, pemimpin, yang ia nilai unik, bahkan sedikit nyeleneh. “Kalau aku bilang, bos itu anti mainstream bang,” ujarnya becerita.
Di matanya, pria yang ia sebut ‘Bos’ itu terbilang nyeleneh karena berbeda dengan umumnya orang lain yang punya kedudukan sama. “Kalau ngomong sering ceplas-ceplos. Tegas, kadang terkesan keras juga sih. Udah gitu, sering cuek. Kadang nggak ambil pusing kalau dikomentari miring. Tapi mudah nangis, bang. Kalau udah urusan soal orang susah, orang yang sakit-sakitan, orang-orang yang mau sekolah, pasti langsung ‘hujan’ lokal, bang. Tapi nggak lah pula cuma nangis, langsung dibantu sama dia,” kata dia, coba menjabarkan sosok yang ia maksud.
Bah!! Kok bisa gitu?,” Arioe bilang (nggak tahu apa memang benar, atau cuma analisa pribadi dia), hal tersebut mungkin berkait paut dengan masa lalu pria tersebut, si ‘bos’ yang ia sebutkan tersebut. Walaupun kini pria itu, kata Arioe, punya jabatan tinggi, hidup berkecukupan, terbiasa bergaul dengan orang-orang dari kalangan jet set, masa lalunya terbilang amat menyedihkan. “Jauh lebih sedihlah pokoknya dibandingkan sama cerita – cerita sedih di komik atau sinetron-sinetron itu,” celoteh Arioe.