Salah satu kemajuan nasional adalah bangkit dan bersatunya organisasi-organisasi di Indonesia. Sayangnya, pada saat ini kesatuan itu belum terjalin dengan baik. Kebangkitan Nasional seolah terhenti pada masa lalu dan peringatan reformasi tidak kunjung menyabut masa depan.
Ditengah dilema tersebut, sebenarnya masih dapat ditemukan sosok aktifis yang memiliki integritas, indepedensi dan intelektualitas yang mampu menyelesaikan permasalahan tersebut Meskipun mulai menipis, aktivis-aktivis ini merupakan oase ditengah gurun, meski sedikit, namun mampu memberikan kesegaran untuk negara ini.
Maka dari itu, kali ini, tim Anak Laut berusaha untuk mewawancarai  Aristianto Zamzami, Bendahara Umum PB HMI sekaligus seorang pengusaha muda yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan usaha di sektor maritim.
Anak Laut ingin menggali gagasan dan refleksi pria yang akrab disapa Kak Zami, terkait Hari Kebangkitan Nasional dan Hari Peringatan Reformasi. Berikut petikan wawancara anak laut dengan Bendahara Umum PB HMI, Aristianto Zamzami:
Anak Laut: Pada bulan Mei, ada dua hari penting yang perlu menjadi refleksi bersama, Hari Kebangkitan Nasional dan Peringatan Reformasi. Dua peristiwa sejarah yang sedikit banyak membentuk kesadaran bangsa Indonesia. Bagaimana menurut kak Zami sendiri?
Kak Zami: Memang, ada yang menjadikan momentum ini sekedar seremoni, sayangnya juga ada yang tidak peduli. Sejarah perjalanan sebuah bangsa yang penuh dengan harapan dan perjuangan, kini semakin tidak memiliki arti.
Bila menengok masa lalu, Kebangkitan Nasional ditandai dengan lahirnya Boedi Utomo pada tanggal 20 mei 1908, diiringi  dengan berdirinya sebuah organisasi-organisasi yang memiliki semangat persatuan, kesatuan dan tentunya nasionalisme.
Semangat nasionalisme menjadi modal utama merajut perbedaan suku, agama juga atribut sosial lainnya dalam menyatukan pandangan bangsa melawan kolonialisme.
Sebelum tahun 1908, saat bangsa kita tidak mengenal organisasi. Perlawanan terhadap kolonialisme terjadi dimana-mana. Mengangkat senjata, pertempuran fisik, adalah makanan sehari-hari. Namun, gerakan perlawanan masih terpecah-pecah, hanya perjuangan sektoral, wajar saja mudah dipatahkan dan diadu domba oleh penjajah berkali-kali.
Anak Laut: Lalu setelah tahun 1908, apakah ada perbedaannya ?
Kak Zami: Setelah tahun 1908, pendahulu kita mulai belajar mengorganisir diri. Perlawanan tidak lagi dengan senjata, Â kekuatan utama adalah pena, dengan menulis wacana perjuangan lalu mengabarkan setiap anak bangsa agar bersatu dan berorganisasi.