Mohon tunggu...
Ana Widyaningrum
Ana Widyaningrum Mohon Tunggu... Penulis - Full time writer

Ibu rumah tangga yang memilih kegiatan menulis sebagai me time nya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Calon Ayah

6 Desember 2024   17:46 Diperbarui: 6 Desember 2024   17:58 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 "Kita tunggu sepuluh menit lagi, ya, Bun," serunya dengan wajah cerah yang sangat kontras dengan cuaca saat ini.

 "Kalau hujannya masih belum reda bagaimana, Yah?" tanyaku berharap ia memberi jawaban yang berbeda dari biasanya.

 Ia berjalan mendekat ke arahku. Dibelainya puncak kepala yang telah tertutup kerudung dengan warna senada dengan seragamku. Ia lalu duduk di tepi ranjang, menyejajarkan wajahnya denganku. 

 "Sepertinya kita harus kembali berbagi kehangatan di balik mantel lagi, Bun," jawabnya santai.

 Aku berusaha keras menarik bibirku selebar yang aku bisa, demi menghormati lelucon yang menjurus ke arah rayuan yang ia lontarkan. Aku menghargai usahanya untuk membuatku tetap bersyukur dalam kondisi apa pun. Namun kejengkelanku tetap tak berkurang. Ia justru semakin bertambah, hingga dalam hati aku melontarkan protes pada Tuhan karena terus menurunkan air dari langit-Nya yang luas. 

 Awal minggu sudah cukup membuatku malas untuk berangkat ke sekolah yang jaraknya puluhan kilo. Namun kali ini, Kau harus menambah penderitaanku dengan cuaca yang tidak mendukung seperti ini? Di hari yang seharusnya spesial bagi kami? Tak bisakah Kau hentikan hujan badai yang turun sekarang? Aku hanya minta hari ini saja.

Kini aku telah berdiri di teras rumah. Sekali lagi kuperhatikan tumpahan air hujan yang tampak semakin deras jika dilihat dari jarak dekat seperti ini. Ia mengguyur berbagai tanaman hias yang dirawat suamiku dengan penuh cinta, hampir sama besar seperti cintanya padaku. Aku mengembuskan napas panjang sesaat sebelum memakai mantel berwarna krem pastel yang telah susah payah dibeli oleh suamiku. Drama pencarian mantel itu bahkan berjalan hingga berbulan-bulan, karena sungguh tak mudah mencari mantel dengan kriteria warna yang sesuai dengan yang aku inginkan. Namun bukan suamiku jika harus menyerah pada apa pun yang kuminta. Sesuatu yang sering diingatkan oleh teman-temanku, supaya aku bersyukur dikaruniai akan hal itu.

 "Sudah siap, Bun?" tanyanya mengembalikan kesadaranku.

 Aku hanya mengangguk datar. Maafkan aku, Yah. Karena sekarang aku benar-benar tak bisa menyembunyikan kejengkelanku lagi. 

Sebenarnya, hari ini adalah hari penting. Hari ini bukan sekadar akhir tahun yang biasa diperingati oleh kebanyakan orang dengan pesta. Juga bukan tentang hari jadi pernikahan kami yang ke tiga belas. Ini semua tentang kejutan besar yang telah kusiapkan untuknya di acara makan malam spesial kami nanti. Namun kondisi cuaca yang menyebalkan ini sungguh membuat suasana hatiku berantakan.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun