Mulanya kedua lawan jenis ini berbicara apa adanya serta terkesan normatif, tetapi ketika menyinggung soal etika dan moral, salah satu diantara mereka tersulut emosi namun tak menampakkan sambil membalas jika keduanya jauh dari kata ideal.
Anggun berprofesi sebagai wanita penghibur, diakui dalam sehari pendapatannya bisa melampaui angka 20 juta, tepatnya 27 juta rupiah sudah dipotong biaya jasa dan pajak. Sementara Budi berprofesi sebagai pegawai di salah satu perusahaan swasta ibukota, pendapatannya mentok diangka 9 juta juga belum dipotong dengan biaya pajak dan lain -- lain.
Walaupun sama -- sama mengeluh, Budi terlebih dahulu berujar bersyukur karena tidak menjual diri dan jauh dari resiko tertangkap oleh aparat penegak hukum. Kemudian sembari menggelengkan kepala serta terkekeh - kekeh dibalas jika tubuh gendut serta tak terawat tak mungkin bisa mendapatkan penjaja sex kelas atas kecuali kelas bawah dengan kaki serta tangan berkoreng.
Setelah lama berdiam diri, mereka sama -- sama setuju jika kedua orang itu memiliki pikiran serta perilaku kacau dalam memandang sesuatu, yakni sebuah nilai. Bagi Anggun belum tentu juga wanita penghibur selalu mendapatkan predikat negatif, sementara yang selalu mengikuti aturan belum tentu juga bisa menjaga kemaluannya.
Lalu Budi menyetujui jika pria sepertinya selalu mengandalkan nafsu walaupun mulut terus mengumbar tentang adab Agama. Disambut oleh tawa jika pandangan wanita inipun sama, pelacur tetaplah pelacur, mereka sudah sering digunakan layaknya WC umum. Salome, Satu Lobang Rame -- Rame.
Kemudian keheningan beberapa menit inipun pecah saat salah satu dari mereka menawarkan rokok tetapi seketika ditolak dengan alasan hal itu tak baik untuk kesehatan, seketika itu pula keduanya tak bisa menahan gelak tawa.
Saat Budi menanyakan biaya jasa memuaskan birahi untuk dirinya, Anggun membalas dengan berceloteh kasar jika otak pria dihadapannya memang hanya didengkul disambung oleh keheningan lalu dilanjutkan bahwa pria tersebut tak enak dipandang sehingga tak boleh memakai jasanya.
Lalu karena tidak ada tanggapan kecuali anggukan saja, Anggun menimpal jika pria seperti Budi inilah yang mengerikan sepengalaman wanita itu membaca perilaku para pelanggan, pura -- pura sebagai pria baik tetapi otaknya hanya ada di dada dan diselangkangan lawan jenis.
Obrolan yang terkesan santai itupun dilanjutkan oleh Budi jika merunut dari pendapatan Anggun yang bisa membeli barang mewah dalam 1 hari bekerja, pria ini menekankan betapa pergeseran makna moral itu sudah jauh.
Ternyata Anggunpun sependapat karena wanita ini mengaku memiliki beban lebih besar daripada wanita lainnya, namun merasa lega tidak menjadi simpanan para penguasa hingga kucing -- kucingan dengan istri resmi. Tak lama kemudian, keheningan itupun pecah dan mereka hanya bisa tertawa sambil melihat pemandangan kota dari food court lantai paling atas salah satu mall terbesar di ibukota.
Membuyarkan keheningan dengan mengganti nama Budi menjadi Anjing, Anggun menekankan jika terkadang ia ingin berhenti dari pekerjaan kotor karena sudah lelah meladeni lelaki hidung belang.
Saat Budi menimpal jika hal tersebut sangatlah tak mungkin, sembari membusungkan serta menahan dengan kedua tangan dadanya yang besar serta kencang itu, ia menawarkan pria tersebut untuk tidur bebas semalam saja dengan wanita ini, lalu mengejek jika baru melihat tubuhnya tanpa sehelai benangpun, si Anjing pasti seketika langsung terkulai lemas.
Tak lama setelah Anggun mengeluarkan sekotak rokok dan menghisapnya, Budi menanggapi dengan mengatakan jika kehidupan yang dijalani tak semunafik wanita dihadapan. Sembari tertawa wanita ini membalas jika hal tersebut (merokok) dilakukan hanya untuk menghilangkan kesuntukkan saja.
Lalu menambahkan jika berbicara dengan pria tak berpenampilan menarik memang bisa membuat suntuk dan risih. Seketika ditanggapi dengan tawa oleh Budi jika mereka bertemu karena undangan dari wanita dihadapan bukan dirinya.
Namun saat mereka kompak menanyakan tentang moral dan etika, ternyata jawabannyapun sama yakni kekuasaan karena uanglah yang menjadi Tuhan bukanagama dengan para pemuka serta pengikutnya.
Setelah cukup lama termenung, mendadak keduanya memecah keheningan dengan mengatakan bahwa mereka juga sebenarnya adalah manusia tak tahu diri karena masih menuhankan hal sama yakni kuasa uang yang bisa mengendalikan semua hal.
Pertanyaan Anggun tentang uang yang diterima oleh Budi tiap bulannya dijawab jika pria itu tak serendah orang lain yang hanya menghamburkannya demi memuaskan hasrat birahi terhadap wanita penjaja seks.
Seketika disambar jika hal yang barusan dikatakan hanya kemunafikan saja karena belum menemukan seseorang yang tepat dan mengaku tambah kesal saat Budi hanya membalas dengan anggukan.
Sembari mengambil serta menghisap lagi rokok yang berada didalam kotak dengan isi tinggal setengah, Anggun mengulang kembali jika pria paling buruk daripada pria hidung belang adalah Budi, seorang manusia berperilaku lebih dari hewan yang paling hina.
Setidaknya menurut pria tersebut, adalah kehadiran wanita ini menambah keberadaannya menjadi buruk disana karena status sebagai pelacur kelas atas tetapi masih ingin menemui pria tak tahu diri dengan penampilan terjelek disana.
Sembari menghembuskan asap rokok ke arah depan hingga membuat wajah Budi agak terlihat buram dipandangannya, Anggun mengakui jika mereka adalah hasil dari keburukan sikap serta tuntutan kejam masyarakat modern.
Anggun menambahkan jika mereka hanya 2 orang yang memiliki sifat serta pekerjaan najis di kehidupan sosial dari 200 juta penduduk yang tinggal di negara paling luas tersebut. Jika sukses irilah orang disekitaran, tetapi jika salah sedikit saja malah tak dimaklumi.
Sembari tertawa Anggun menaggapi Budi dengan mengatakan bahwa mereka juga lebih hina daripada penampil drama diatas panggung. Mereka harus rela mengakui penyimpangan yang dimiliki demi sedikit menghibur kalangan yang mengaku paling superior di negara ini.
Perselingkuhan, merendahkan martabat orang lain, memaksa bekerja hingga tak bisa beristirahat, tentu bagi Budi dan Anggun hal itu sangatlah buruk daripada yang mereka lakukan.
Tak lama kemudian, Anggunpun menuduh jika Budi adalah salah satu dari perundung yang ingin menjadi superior ditempat kerja, dan lagi -- lagi hanya dibalas dengan anggukan serta berujar bisa jadi pria tersebut memang sudah seperti itu tanpa disadari.
Lalu Anggun merendahkan lagi Budi dengan mengatakan jika pria itu tak lebih dari babi berjalan yang hanya mengandalkan nafsu untuk menjalani kehidupan. Tambah kesal saat pria tersebut hanya mengulangi hal sama yakni setuju serta anggukan.
Saat Budi berujar setidaknya hari itu mereka bisa bertemu serta saling berbincang dengan waktu cukup panjang, tatapan wanita ini hanya terpaku ke arah hiruk pikuk kepadatan kendaraan dikota sambil membalas "dasar berengsek".
Kemudian barulah wanita ini menambahkan jika terkadang manusia -- manusia hina seperti mereka memang perlu bertemu dan berbincang seperti sekarang. Tak perlu mengeluarkan uang banyak untuk mendapatkan perhatian dan tak perlu juga hingga mencari orang baru untuk berbagi sudut pandang. Sembari membereskan barang bawaan yang tergeletak diatas meja, keduanya pun berpisah dan tak berharap bisa berjumpa lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H