Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

20 Tahun MK: Jangan Pernah Jadi "Mahkamah Konspirasi", Ingatlah Sejarah!

21 Juli 2023   02:06 Diperbarui: 21 Juli 2023   02:07 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kesempatan yang sama, Anwar Usman sebagai Ketua MKRI juga menyampaikan pentingnya norma konstitusi yang telah menjadi norma dasar bernegara untuk harus dipatuhi dan dilaksanakan. Jika tidak, maka norma konstitusi tersebut hanya akan indah di atas kertas. "Dan jika norma konstitusi tidak dipatuhi dan dilaksanakan, maka, sesungguhnya telah terjadi pengingkaran terhadap nilai-nilai konstitusi," ujar Anwar Usman, dilansir mkri.id.

Ada sebuah makna yang tersirat dari pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi dan juga Ketua MKRI Anwar Usman. Yakni, keduanya sama-sama mengajak semua pihak agar tetap serius mendukung dengan penuh kesadaran seluruh peran MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Terlebih pada 13 Agustus 2023, MK tepat memasuki usia 20 tahun, hendaknya dijadikan sebagai momentum bagi semua pihak secara umum untuk kembali mengingat sejarah paling awal munculnya "embrio" pembentukan MK serta cita-cita yang terkandung di dalamnya.

Selain itu, HUT ke-20 MK tahun ini, juga hendaknya bisa dijadikan kesempatan untuk mengingatkan dan memotivasi para Hakim MK agar berupaya maksimal menjadi "malaikat" pelindung dan penjaga konstitusi (the guardian of constitution), bukan malah menjadi "iblis" yang justru akan membuat MK menjadi "Mahkamah Konspirasi" yang melakukan persekongkolan dalam "memperjualbelikan" konstitusi.

Olehnya itu, para Hakim MK dengan "body" kewenangan super jumbo yang diberikan oleh negara sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 24C ayat (1) dan (2), harus dapat ditunaikan sebaik-baiknya tanpa pamrih, yakni: (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum. (2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Selain itu, saat ini kewenangan MK memutus perselisihan hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang kini permanen tidak lagi transisional.

Eksistensi sembilan Hakim MK sebagai hasil rekrutmen dan pengajuan dari Mahkamah Agung (MA), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Presiden dengan masing-masing tiga orang, sudah pasti amat diharapkan tidak sekali-kali mencoba menggunakan jubah kebesarannya untuk melakukan tindakan tercela, seperti praktik-praktik korupsi melalui sebuah konspirasi (persekongkolan) terselubung, terutama dengan pihak-pihak yang berperkara dari golongan "kapitalis" atau bahkan dengan rezim yang berkuasa.

Ingatlah! kehancuran negara ini juga (cukup) bisa dimulai dari MK. Dan sebaliknya, negara ini dipastikan sangat kuat dan maju berkembang pesat apabila MK mampu menjalankan perannya secara tegak lurus dengan melaksanakan Sapta Karsa Hutama sebagai kode Etik dan perilaku Hakim Konstitusi, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan MKRI Nomor: 09/PMK/2006 yang meliputi 7 prinsip, yakni: Prinsip Independensi, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan, Prinsip Kesetaraan, Prinsip Kecakapan dan Keseksamaan, serta Prinsip Kearifan dan Kebijaksanaan.

Karena itu pula, para Hakim MK sangat diharapkan agar jangan sampai menjerumuskan diri dalam berbagai praktik atau tindakan yang menjurus ke pengkhianatan terhadap konstitusi, serta juga jangan pernah tergiur untuk melakukan perbuatan yang mengarah kepada bentuk konspirasi kejahatan terhadap konstitusi.

Sungguh banyak godaan besar yang setiap saat dapat "menghinggapi" para Hakim MK untuk melakukan konspirasi jahat. Yakni seperti yang dikemukakan oleh seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Suparman Marzuki, dalam artikelnya yang pernah diterbitkan dalam versi cetak dan juga online pada rubrik Opini di Harian Kompas (edisi 24 Januari 2018) dengan judul: "Sudah Dua Kali, Lalu Bagaimana?"

Suparman menuliskan, ada banyak ragam ujian integritas hakim. Misalnya, suap untuk memainkan perkara, menyembunyikan konflik kepentingan dalam penanganan perkara, dan menegosiasikan kasus secara diam-diam atau terbuka untuk kepentingan mendapatkan jabatan kembali di masa depan. Ada juga menjual pengaruh, menyalahgunakan kedudukan dan jabatan untuk kepentingan pribadi, menceritakan perkara yang sedang ditangani kepada orang yang menjadi pihak dalam sengketa, mengeluarkan kata-kata tidak patut, dan sebagainya.

"Ujian-ujian kepercayaan telah terjadi dan menimpa hakim-hakim MK terdahulu. Ada yang lolos ujian dan husnul khatimah dalam jabatan, ada yang gagal. Yang pertama terjadi pada 2011, diuji dengan permainan perkara dan gagal lalu mundur sebagai hakim MK. Ujian kedua lebih berat dan memalukan, menimpa Ketua MK Akil Mochtar: terkena operasi tangkap tangan KPK lalu dipecat dan dipenjara. Ujian ketiga menimpa Patrialis Akbar yang juga kena OTT KPK, mundur dan berakhir di penjara," demikian Suparman dalam artikelnya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun