Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ini yang Membuat Rizal Ramli Bulat Hentikan Reklamasi Pulau G

23 Juli 2016   11:01 Diperbarui: 26 Juli 2016   10:58 1256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Agustus lalu misalnya, tanah reklamasi di Qianhai harganya (modal) 1,77 Miliar USD. Tanah reklamasi itupun “disulap” jadi kawasan ekonomi khusus yang total keuntungan dari penjualannya mencapai 37,4 Miliar USD. Dan itulah prinsip dagang yang “diterapkan” pada proyek reklamasi di China.

Dan nampaknya, prinsip dagang semacam di China itu berlaku pula saat ini di Indonesia melalui reklamasi Teluk Jakarta. Yakni prinsip pedagang: “belinya murah, jualnya mahal”.

Seperti dikutip kompas.com, pengembang reklamasi hanya perlu dana (modal) Rp.4 Juta hingga 10 juta per meter persegi, lalu dijual antara Rp. 30 Juta hingga Rp.40 Juta per meter persegi.

Para pengembang tentu saja lebih memilih cara reklamasi dengan dana Rp.4 Juta hingga Rp.10 Juta. Sebab, biaya ini jauh lebih murah daripada membeli lahan (tanah) di Jakarta, misalnya di Menteng yang harga tanahnya berkisar Rp.45 Juta hingga Rp.75 Juta per meter persegi.

Gambaran tentang prinsip dagang: “Belinya Jutaan, jualnya Miliaran” tidak hanya sampai di situ. Beberapa waktu lalu crew jurnalis dari rmolJakarta sempat melakukan investigasi ke salah satu lokasi penjualan unit bangunan Pluit City di lantai dasar Mall Bay Walk Pluit, Jakarta Utara, selain Mall Emporium Pluit.

Dari situ ditemui tiga jenis bangunan yang dijual entitas PT Agung Podomoro Land Tbk (APL), yakni rumah, rumah toko (ruko), dan condominium.

Untuk rumah, ada beberapa tipe yang dipasarkan. Mulai dari tipe Oakwood (6x16 meter2), Greenwood (8x18 m2), Waterfly (10x20 m2), dan Palmwood (10x20 m2). Namun, yang tersisa hanya tipe 10x20 m2 dengan harga Rp9,9 miliar, mengingat lebih dari 80 persen hunian yang dipasarkan telah laku terjual.

“Angsurannya 60 bulan," ujar seorang sales yang ditemui rmolJakarta, seraya menambahkan, kalau 9,9 (miliar rupiah), berarti cicilannya kurang lebih Rp.165 juta per bulan.

Woowww.... harga yang sangat fantastis. Tapi.. Stooppp, dulu! Sampai di sini pasti banyak yang akan bertanya: “Siapa dan dari mana saja pembelinya? Dan bagaimana pihak pengembang bisa memasarkannya???

Dari hasil penelusuran, ditemui adanya sebuah Iklan pemasaran dari Agung Podomoro Group yang dikabarkan ditayangkan di stasiun-stasiun televisi di negara China, sehingga orang-orang pun berasumsi dan bisa dipastikan bahwa Indonesia sedikit demi sedikit “dijual” oleh Ahok buat dan kepada “kaumnya”.

Pada durasi awal video iklan yang berbahasa (lagu) Mandarin tersebut tercantum nama Mr. Addie MS sebagai pihak yang diberi proyek untuk pembuatan music & arranger-nya (pantasan saja si Addie MS ini “berani-beraninya ikut menyerang” Rizal Ramli melalui twitter, beberapa waktu lalu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun