Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ini yang Membuat Rizal Ramli Bulat Hentikan Reklamasi Pulau G

23 Juli 2016   11:01 Diperbarui: 26 Juli 2016   10:58 1256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KOMITE Gabungan reklamasi Pantai Utara Jakarta yang dipimpin oleh Dr. Rizal Ramli selaku Menko Kemaritiman dan Sumber Daya, telah sepakat secara bulat memunculkan 3 poin rekomendasi, salah satunya adalah menghentikan secara permanen pembangunan reklamasi Pulau G.

Namun perlu digaris-bawahi, bahwa dengan dihentikannya pembangunan Pulau G secara permanen, itu bukan berarti Komite Gabungan telah menganulir peraturan maupun perundang-undangan yang berlaku.

Justru dengan penghentian pembangunan Pulau G tersebut, Komite Gabungan boleh dikata telah berhasil “meluruskan” dan memperjuangkan kehendak hakiki yang tersirat dalam seluruh aturan maupun perundang-undangan yang ada, khususnya mengenai reklamasi di negara ini. Apa itu? Ya... secara hakiki tentu saja tersirat adalah untuk kepentingan besar bagi rakyat dan negara tercinta ini.

Bukankah memang setiap aturan maupun segala bentuk perundang-undangan yang diterbitkan adalah untuk dan demi kepentingan bangsa serta kebaikan negara ini? Dan nampaknya Komite Gabungan memang sangat memahami dengan filosofi hukum, yang di dalamnya terdapat di antaranya yang disebut Ontologi, Ideologi dan juga Teleologi hukum.

Ontologi hukum mencakup tentang segala sesuatu (merefleksi hakikat hukum dan konsep-konsep fundamental dalam hukum, seperti konsep demokrasi, hubungan hukum dan kekuasaan, hubungan hukum dan moral).

Sedang ideologi hukum mencakup tentang tujuan hukum yang menyangkut cita manusia (merefleksi wawasan manusia dan masyarakat yang melandasi dan melegitimasi kaidah hukum, pranata hukum, sistem hukum dan bagian-bagian dari sistem hukum)

Selanjutnya, Teleologi hukum meliputi seluruh hal tentang tujuan hukum yang menyangkut cita hukum itu sendiri (artinya merefleksi makna dan tujuan hukum).

Sayangnya, dalam konteks reklamasi ini, malah Ahok yang kelihatannya tidak mampu melihat permasalahan yang terjadi saat ini secara filosofi hukum, yakni dengan hanya langsung menelan mentah-mentah Keppres No.52 Tahun 1995 yang “sudah basi” itu tanpa mau peduli dengan “situasi terkini”.

Hal itu terlihat dengan gesitnya Ahok melakukan langkah penolakan terhadap hasil kerja yang telah dilakukan oleh Komite Gabungan yang memberhentikan pembangunan reklamasi Pulau G.

Ahok bersikeras dengan tetap menjadikan Keppres No. 52 Tahun 1995 itu sebagai satu-satunya dasar hukum, bahkan menganggap bahwa Keppres tersebut “tak bisa dikalahkan” oleh aturan atau kekuatan hukum apapun, kecuali dari Presiden. Sekali lagi ini bukti bahwa Ahok tidak paham dengan filosofi hukum.

Dengan sikapnya yang lebih “mendewakan” Keppres 52 Tahun 1995 itu dibanding aturan lainnya (termasuk aturan perizinan, amdal, tata-ruang, civil-society, dan lain sebagainya) membuat publik pun makin geram dengan sejuta dugaan kepada Ahok, --misalnya: jangan-jangan Ahok sudah ada “affair” dengan pihak pengembang? Atau jangan-jangan Ahok adalah sosok “penjajah model masa kini” yang ingin menguasai Indonesia tanpa perlu melalui cara seperti yang dilakukan oleh Belanda??

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun