Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reshuffle Kabinet Tak Efektif Jika Masih Ada Sosok Matahari Kembar yang Mencari Mata Pencaharian Ganda

4 April 2016   13:54 Diperbarui: 4 April 2016   14:14 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk mencapai hal tersebut, Hasto setidaknya memaparkan tiga kriteria yang harus dimiliki oleh seorang menteri di dalam Kabinet Kerja. Yang pertama, menurut Hasto, adalah kapasitas leadership-nya. “Ini sangat penting, kapasitas leadership di dalam menjabarkan Trisakti yang menjadi komitmen ideologis dari Bapak Jokowi yang dijabarkan melalui nawacita,” ujar Hasto.

Dalam penjelasannya, Hasto dengan sangat terang menggambarkan betapa pentingnya merekrut seorang menteri yang memiliki roh dan jiwa Trisakti, serta hanya tunduk dan loyal kepada Presiden. Dan di mata publik tentu saja hal yang digambarkan Hasto tersebut telah tercermin pada diri Menko Rizal Ramli.

Sebab, selama ini memang Rizal Ramli adalah sosok Menteri Koordinator yang sangat jelas-jelas banyak menentang kebijakan yang nyata-nyata bertentangan dengan Trisakti, yakni kebijakan-kebijakan yang diduga lahir dari kubu JK. Sehingga tak heran, Rizal Ramli sejauh ini pula kerap berseteru dengan "orang-orang JK" yang berada di dalam pemerintahan. Bahkan terakhir, Rizal Ramli dengan terang-terangan mengatakan, "My boss is President Jokowi, not anybody else",-- Bos saya adalah Presiden Jokowi, bukan orang lain.

Pernyataan Rizal Ramli tersebut terlontar lantaran gerah dan geram melihat adanya sejumlah sikap dan kebijakan dari kubu JK yang dianggap tidak pro-kerakyatan yang ujung-ujungnya dapat memicu kejengkelan dan kebencian rakyat terhadap Presiden Jokowi. Olehnya itu Rizal Ramli sama sekali tak ingin rakyat membenci Presiden Jokowi karena "ulah" Wapres JK yang sejak era SBY memang doyan bertindak seolah-olah sebagai presiden.

Dalam konteks yang sama, Hasto juga menyebutkan, bahwa saat ini ada menteri-menteri yang justru tidak memahami pro-kerakyatan dari Presiden Jokowi. “Mereka (menteri-menteri tersebut) mendorong liberalisasi ekonomi, mereka hanya ngurus impor beras yang seharusnya Presiden Jokowi lebih memilih upaya untuk membangun kemampuan petani untuk berproduksi,” ujar Hasto.

Yang kedua sebagai syarat menteri, menurut Hasto, tentu saja aspek-aspek manajerialnya. “Bagaimanapun juga menjadi menteri dia bukan pegawai tinggi biasa, dia adalah sosok yang menguasai hal ikhwal kementerian yang dipimpinnya, dia adalah sosok pemerintahan sehari-hari sehingga dari kebijakan dan keputusan politik yang diambil untuk mempercepat berbagai penyelesaian persoalan-persoalan ekonomi yang menjadi tema sentral dari kampanye Bapak Jokowi itu harus menjadi kriteria utama,” tutur Hasto.

Selanjutnya yang ketiga, menurut Hasto lagi, adalah soliditas di antara jajaran kementerian itu sendiri. Karena seluruh kerja menteri merupakan sebuah kerja bersama di dalam Kabinet Kerja.

“Dia (para menteri) bukan mewakili orang-perorang. PDI Perjuangan sendiri sebagai partai pengusung ketika Ibu Mega memberi arahan kepada menteri-menteri yang berasal dari PDI Perjuangan komitmen kami lebih kepada komitmen ideologis (Trisakti). Mbak Puan, Mas Cahyo, Pak Laoly ketika menjadi menteri dengan Pak Puspayoga menjalankan tugas-tugas untuk menjalankan Trisakti, dan itulah mandat utama dari partai,” lontar Hasto.

Hasto pun menjelaskan, bahwa menteri adalah pembantu presiden, dia (menteri) menjalankan pemerintahan sehari-hari, loyalitas yang utama adalah kepada presiden itu sendiri.

“Menteri-menteri yang berasal dari PDI Perjuangan sekalipun loyalitas kepada partai dalam perspektif loyalitas kepada idiologi itu untuk menjabarkan bagaimana Indonesia berdaulat berdikari dan berkepribadian (Trisakti), itu yang diminta oleh partai bukan pada kemampuannya untuk mendatangkan sumberdaya bagi partai,” jelas Hasto.

Pada kesempatan tersebut, Hasto juga menegaskan, bahwa wajib hukumnya bagi menteri untuk loyal kepada Presiden (tentu saja bukan kepada lainnya, seperti wapres dan lain sebagainya), karena menteri adalah pembantu Presiden, sehingga menurut Hasto, tidak ada loyalitas ganda selain kepada Presiden tentunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun