Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Waspadai Pers “Pelacur” dari Kekuasaan Sang Pengusaha!

18 Maret 2016   21:04 Diperbarui: 18 Maret 2016   21:34 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada kutipan pesan menarik dari mantan Pemimpin Redaksi Surat Kabar Al-Ahram terbitan Kairo-Mesir, Dr.H.Hassan Albanna, bahwa: "the job of journalist is not for hunting news only, but how to save the people" (tugas utama seorang wartawan sejati, bukan hanya mampu memburu berita, tapi harus juga dapat menyelamatkan orang-orang,-- yang teraniaya).

Bahkan mantan Pemred PosKota, H. Sofyan Lubis (almarhum),  pernah secara tegas melontarkan sindiran keras kepada para pemilik media massa agar tidak menyalahgunakan kekuasaannya sebagai insan Pers. Ia mengatakan, bahwa Pers Indonesia jangan sampai menjadi ‘’centeng’’ (anjing penjaga malam) buat para pejabat rakus, ataupun ‘’pelacur’ buat penguasa dan pengusaha.

H. Sofyan Lubis yang juga mantan Ketua Umum PWI Pusat itu mengajak Pers Nasional agar tidak segan-segan menjalankan kontrol sosial dengan tajam, transparan, akurat namun berimbang. Karena, katanya, Pers juga berfungsi sebagai pengawal nilai-nilai kebenaran, bukan pelindung kejahatan terselubung, atau menjadi alat propaganda yang bombaptis, sesat dan menyesatkan informasi yang hakiki.

Cover both side dan croos check, buat menjaga kemuliaan sejati seorang wartawan, adalah hendaknya wajib dijadikan sebuah prinsip untuk tetap dijunjung tinggi dan dipertahankan. Sehingga, nantinya tidak melahirkan opini keliru, dimana seringkali ‘ber­naung’ di bawah ketiak pemilik sebuah media raksasa.

Suatu berita yang tidak memenuhi prinsip cover both side yang disusun oleh jurnalis tidak ada bedanya membangun reality in imagination (kenyataan dalam imajinasi), bukan real in reality (nyata dalam kenyataan). Berita yang disusun berdasar reality in imagination rata-rata lebih merupakan pekerjaan kehumasan, bukan jurnalistik.

Sehingganya, jika suatu media banyak gagal melakukan cover both side karena mungkin media tersebut sangat sulit lepas dan bebas dari kepentingan pemilik yang memihak pada kelompok tertentu, maka media massa tersebut hanya sebatas sebagai media pengawal aspirasi dan penyambung lidah sang pemilik. Dan media seperti ini lebih pantas dinamai sebagai media humas yang bertugas hanya untuk memenuhi kepentingan pemilik.

Padahal bila peran dan fungsi media massa atau Pers bila dilaksanakan dengan benar, maka akan membawa manfaat dan kemajuan besar bagi negeri ini. Saya justru membayangkan, betapa dahsyatnya jika para pemilik media dapat bersatu dan kompak untuk tidak memberitakan atau menulis “ide-ide” dari oknum-oknum pejabat pemerintahan atau siapa saja yang nyata-nyata telah terindikasi melakukan pelanggaran, baik sebagai koruptor maupun kejahatan-kejahatan lainnya.

Sebagai kesimpulan dari saya, bahwa suatu negara yang dianggap telah rusak sebenarnya masih bisa menjadi baik (bahkan maju dan berkembang) apabila negara tersebut mendapat “asuhan” dari elite-elite dan juga media-media massa yang baik dengan berani tampil (seperti Rizal Ramli) dalam membela kepentingan umum.

Sebaliknya, Elite-elite dan juga media-media massa yang dianggap telah “rusak” (mental dan moralnya) karena melakukan kegiatan yang merugikan bangsa dan negara hanya akan melahirkan generasi-generasi yang rusak pula, salah satunya rusak karena “melacur” (menjual diri, bangsa dan negaranya) demi kepentingan kelompok tertentu. Jadi waspada... dan waspadalah!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun