Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Waspadai Pers “Pelacur” dari Kekuasaan Sang Pengusaha!

18 Maret 2016   21:04 Diperbarui: 18 Maret 2016   21:34 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi/desain-repro: Abdul Muis Syam

SEBELUMNYA, mari kita tengok sejenak salah satu tokoh pergerakan yang juga sebagai wartawan yang sangat aktif berjuang, juga amat tegas membela hak-hak rakyat pada masa kolonial. Yaitu Abdul Muis.

Mungkin tak banyak yang tahu, bahwa Abdul Muis adalah tokoh pertama yang dinobatkan oleh pemerintah sebagai Pahlawan Nasional. Ia wafat tahun 1959 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP), Cikutra, Bandung.

Meski Abdul Muis adalah putra asal Minangkabau yang lahir di Agam, Sumatera Barat, 3 Juli 1883. Namun ia banyak berjuang dan mengabdikan diri di tanah Jawa dan untuk seluruh Indonesia. Yakni setelah kemerdekaan, ia mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan yang fokus pada pembangunan di Jawa Barat dan masyarakat Sunda. Ia bahkan termasuk salah seorang pencetus berdirinya Technische Hooge School – Institut Teknologi Bandung (ITB) di Priangan.

Semasa hidup, Abdul Muis banyak menggunakan Pers sebagai alat perjuangannya. Ia meninggalkan pekerjaannya di Departemen Onderwijs en Eredienst (Pendidikan dan Agama) lalu lebih memilih menjadi seorang wartawan di Bandung.

Tahun 1905 ia menjadi anggota dewan redaksi majalah Bintang Hindia, wartawan Majalah Neraca, lalu tahun 1913 menjadi Pemimpin Redaksi “Harian Kaoem Moeda”. Ia melawan dan menentang pemerintahan kolonial (Belanda) tidak dengan menggunakan senjata api ataupun tajam, tetapi melalui pena. Dan ia mampu membuktikan bahwa pena lebih “tajam” daripada pedang.

Dan dari situlah ia memulai perjuangannya untuk Indonesia. Yakni sebagai seorang sastrawan, wartawan, nasionalis dan politisi yang sangat keras melawan Belanda lewat tulisan-tulisannya. Salah satu tulisannya di harian berbahasa Belanda “De Express”, Abdul Muis pernah mengecam seorang Belanda yang menghina orang Indonesia.

Selain sebagai wartawan, tahun 1918 Abdul Muis juga pernah dipercaya sebagai anggota Volksraad (dewan rakyat) mewakili Central Sarekat Islam. Kemudian saat Belanda mengasingkannya di Garut, ia malah menjadi anggota Regentschapsraad (dewan kabupaten) tahun 1926, lalu menjadi Regentschapsraad Controleur (pengawas dewan kabupaten) hingga Jepang masuk ke Indonesia.

Membayangkan perjuangan Abdul Muis ketika itu, tentulah situasinya amat berat, karena teknologi pada saat itu belumlah berkembang seperti saat ini, tetapi bentuk perjuangannya sangatlah jelas adalah untuk melawan kezaliman yang dilakukan oleh kolonialis (asing) terhadap rakyat Indonesia.

Dan itulah sekelumit kisah Abdul Muis sebagai salah satu contoh tokoh pergerakan yang menggunakan Pers sebagai alat perjuangannya, dan tentu saja itu sangat patut dijadikan panutan oleh pelaku maupun tokoh-tokoh Pers yang hidup di era saat ini. Sebab, ia adalah tokoh Pers sekaligus wartawan yang samasekali tak ingin disogok, apalagi diperbudak dan menjadi “pelacur” (menjual diri) untuk kepentingan asing dan kelompok tertentu saja.

Sayangnya, sekarang justru kelihatan sebaliknya. Sejumlah Pers malah terindikasi sebagai “pelacur” yang hanya cenderung “melayani” (membela) pihak-pihak yang memperjuangkan kepentingan asing dengan melakukan penzaliman dan pembunuhan karakter terhadap tokoh-tokoh pergerakan yang berupaya menghalau “nafsu” asing untuk kembali menguasai negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun