Sangat mengerti, dan semua orang sebetulnya tidak menolak apabila ada persoalan-persoalan yang timbul antar-menteri menyangkut tupoksi sebaiknya dibicarakan dan dibahas secara internal di dalam rapat kabinet atau sejenisnya. Namun sejak dulu juga orang tahu, bahwa bukankah rapat kabinet adalah juga merupakan cara yang dilakukan oleh rezim Orba dalam memecahkan sebuah masalah? Tetapi tengoklah bagaimana hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan oleh rezim Orba itu meski telah melalui rapat kabinet!
Sehingga, pada sisi lain semua orang pun paham, bahwa bila Rizal Ramli melakukan kegaduhan (bersuara) maka itu sesungguhnya adalah tanda adanya persoalan (kebijakan) yang upaya pemecahannya di dalam rapat kabinet justru berpotensi menaklukkan kehendak rakyat.
Dan di saat mengetahui kondisi seperti itu, sebagai mantan pimpinan aktivis mahasiswa, Rizal Ramli tentu saja tak ingin berkompromi apalagi tunduk dan mengikuti kehendak orang yang “terdeteksi” KKN. Sehingga itu, sebagai upaya untuk mendapatkan pemecahan yang pro-rakyat, Rizal Ramli pun harus memilih “bersuara” lantang guna mencari “dukungan” langsung dari rakyat atas persoalan yang menyangkut kebijakan tersebut.
Itulah kegaduhan Rizal Ramli yang sangat kental dengan warna kerakyatan dan amat jelas berkiblat untuk kepentingan seluruh bangsa dan negara ini.
Lalu seperti apa bentuk kegaduhan menonjol yang dilakukan oleh Jusuf Kalla (JK) dari dulu hingga sekarang?
Tersebutlah, ada hal dilakukan JK yang tak pernah bisa dihapus dalam sejarah, yakni ia sempat dipecat dari jabatannya sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) karena diyakini terlibat kegiatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Dan itulah kegaduhan yang untuk pertama kalinya terjadi di alam reformasi (pasca tumbangnya rezim Orde Baru). Artinya, jika motif pemecatan tersebut benar, maka boleh dikata JK adalah orang pertama kali yang tega mencoreng dan mengkhianati cita-cita era Reformasi.
Kegaduhan menonjol berikutnya yang pernah dilakukan oleh JK adalah jelang Pilpres 2014 pernah menuding Joko Widodo sebagai sosok yang hanya akan membuat Indonesia hancur jika dimajukan sebagai calon presiden.
“Jangan tiba-tiba karena dia (Jokowi) terkenal di Jakarta tiba-tiba dicalonkan presiden, bisa hancur negeri ini, bisa masalah negeri ini,” ungkap JK dalam sebuah wawancara.
Dan dalam wawancara tersebut, JK ketika itu seolah-olah ingin mengatakan bahwa hanya orang seperti dirinya yang cocok menjadi presiden. Sebab dalam penjelasannya itu, JK seakan-akan “menjual” dirinya untuk diakui sebagai sosok yang lebih punya track-record atau pengalaman dan karir di dalam pemerintahan. Tapi apakah pengalaman yang “dibanggakan” JK itu adalah track-recordnya mulai dari menteri yang pernah dipecat karena KKN, kemudian berhasil menjadi wapres mendampingi SBY, lalu sebagai capres gagal?
Dan sejumlah kejadian yang diakumulasi oleh seorang politikus PDIP, Masinton Pasaribu menyebutkan Wapres Jusuf Kalla sebagai pusat kegaduhan pemerintah belakangan ini.
Kegaduhan tersebut, menurut Masinton, mulai dari proyek listrik 35 ribu watt, penggeledahan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri terhadap ruangan Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo II RJ Lino yang berujung pada “pencabutan” Komjen Budi Waseso dari jabatannya selaku Kabareskrim, serta kisruh perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia. Dan juga dengan masalah Blok Masela yang diduga kuat JK yang mengarahkan agar Sudirman Said tetap ngotot mempertahankan metode offshore (di laut).