Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Andai Aku Menteri Pertanian atau Perikanan, Petani dan Nelayan Pasti Kuberi Gaji

15 Februari 2016   11:02 Diperbarui: 15 Februari 2016   11:10 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bandingkan dengan porsi anggaran penanganan sektor pertanian yang dialokasikan pada Kementerian Pertanian hanya sebesar Rp.31,5 Triliun. Juga dengan porsi anggaran untuk menggenjot sektor kelautan dan perikanan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan yang hanya dialokasikan sebesar Rp.13,8 Triliun.

Mengetahui kenyataan porsi anggaran gaji PNS yang begitu sangat tinggi dibanding alokasi anggaran untuk sektor “petani dan nelayan” seperti tersebut di atas, maka betapa “lucu nan memprihatinkannya” negeri yang dikenal sebagai negara agraris dan maritim ini.

Wajar saja jika jumlah petani saat ini juga terus berkurang. Sebab, menjadi petani serta nelayan di negeri agraris dan maritim ini belumlah bisa dijamin kesejahteraannya oleh negara.

Kedaulatan pangan pun kini terancam mandul seiring penurunan jumlah petani. Pendapatan petani yang rendah adalah faktor utama menurunnya jumlah petani. Pendapatan petani hanya Rp.9.000 per kapita per-hari. Bahkan bisa Rp7.950 per hari. Para pemuda desa lebih memilih pindah ke kota untuk bekerja di pabrik atau berdagang.

Dengan kondisi seperti itu, sudah pasti produktivitas pertanian dalam negeri jelas akan selalu rendah jika tidak ditopang oleh tenaga kerja (petani) yang memadai. Tetapi justru di situlah masalahnya. Petani saat ini sebagian besar sudah jenuh dan tak bersemangat lagi menjadi petani.

Dengan jumlah petani yang jumlahnya terus menurun, tentu membuat produktivitas pertanian dalam negeri pun ikut cenderung menurun. Akibatnya, nilai impor pertanian mencapai 2 kali lipat dari persentase ekspor yang hanya 7%. Dan jika masalah ini tak dapat diatasi, maka dalam 10 tahun ke depan pasokan pangan Indonesia akan benar-benar bergantung sepenuhnya pada impor (dari negara luar).

Dari data BPS, tahun 2003 jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) masih mencapai 31,2 juta rumah tangga, namun pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 26,1 juta rumah tangga. Dan sekali lagi, hal ini sudah pasti sangat mempengaruhi produktivitas pertanian dalam negeri yang juga akan terus menurun.

Kondisi tersebut tentu saja merupakan indikasi ancaman terhadap ketahanan pangan kita. Olehnya itu, pemerintah harus segera mengambil terobosan dahsyat dalam memajukan sektor pertanian, juga kelautan dan perikanan.

Langkah terobosan yang dimaksud adalah seperti yang sering dikumandangkan oleh Menko Kemaritiman dan Sumberdaya, Rizal Ramli, yaitu “Think and act out of the box”. Artinya, kita harus berpikir dan bertindak berbeda dari yang lainnya, yakni di luar dari yang “rutin” atau yang biasa dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya.

Think and act out of the box dalam konteks ini adalah pemerintah hendaknya tidak ragu-ragu untuk segera pula memberi gaji setiap bulannya kepada para petani serta nelayan. Dan jika langkah ini diwujudkan, maka sangat mendatangkan keuntungan bukan hanya buat petani atau nelayan tetapi juga buat seluruh rakyat di negeri ini.

Konsekuensinya, negara memang harus menambah anggaran untuk menggaji petani dan nelayan. Tetapi anggaran tersebut tidak seberapa besar dibanding hasil yang akan dicapai, terutama dalam hal produktivitas pertanian yang diyakini mampu meningkat berkali-kali lipat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun