Bandingkan dengan porsi anggaran penanganan sektor pertanian yang dialokasikan pada Kementerian Pertanian hanya sebesar Rp.31,5 Triliun. Juga dengan porsi anggaran untuk menggenjot sektor kelautan dan perikanan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan yang hanya dialokasikan sebesar Rp.13,8 Triliun.
Mengetahui kenyataan porsi anggaran gaji PNS yang begitu sangat tinggi dibanding alokasi anggaran untuk sektor “petani dan nelayan” seperti tersebut di atas, maka betapa “lucu nan memprihatinkannya” negeri yang dikenal sebagai negara agraris dan maritim ini.
Wajar saja jika jumlah petani saat ini juga terus berkurang. Sebab, menjadi petani serta nelayan di negeri agraris dan maritim ini belumlah bisa dijamin kesejahteraannya oleh negara.
Kedaulatan pangan pun kini terancam mandul seiring penurunan jumlah petani. Pendapatan petani yang rendah adalah faktor utama menurunnya jumlah petani. Pendapatan petani hanya Rp.9.000 per kapita per-hari. Bahkan bisa Rp7.950 per hari. Para pemuda desa lebih memilih pindah ke kota untuk bekerja di pabrik atau berdagang.
Dengan kondisi seperti itu, sudah pasti produktivitas pertanian dalam negeri jelas akan selalu rendah jika tidak ditopang oleh tenaga kerja (petani) yang memadai. Tetapi justru di situlah masalahnya. Petani saat ini sebagian besar sudah jenuh dan tak bersemangat lagi menjadi petani.
Dengan jumlah petani yang jumlahnya terus menurun, tentu membuat produktivitas pertanian dalam negeri pun ikut cenderung menurun. Akibatnya, nilai impor pertanian mencapai 2 kali lipat dari persentase ekspor yang hanya 7%. Dan jika masalah ini tak dapat diatasi, maka dalam 10 tahun ke depan pasokan pangan Indonesia akan benar-benar bergantung sepenuhnya pada impor (dari negara luar).
Dari data BPS, tahun 2003 jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) masih mencapai 31,2 juta rumah tangga, namun pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 26,1 juta rumah tangga. Dan sekali lagi, hal ini sudah pasti sangat mempengaruhi produktivitas pertanian dalam negeri yang juga akan terus menurun.
Kondisi tersebut tentu saja merupakan indikasi ancaman terhadap ketahanan pangan kita. Olehnya itu, pemerintah harus segera mengambil terobosan dahsyat dalam memajukan sektor pertanian, juga kelautan dan perikanan.
Langkah terobosan yang dimaksud adalah seperti yang sering dikumandangkan oleh Menko Kemaritiman dan Sumberdaya, Rizal Ramli, yaitu “Think and act out of the box”. Artinya, kita harus berpikir dan bertindak berbeda dari yang lainnya, yakni di luar dari yang “rutin” atau yang biasa dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya.
Think and act out of the box dalam konteks ini adalah pemerintah hendaknya tidak ragu-ragu untuk segera pula memberi gaji setiap bulannya kepada para petani serta nelayan. Dan jika langkah ini diwujudkan, maka sangat mendatangkan keuntungan bukan hanya buat petani atau nelayan tetapi juga buat seluruh rakyat di negeri ini.
Konsekuensinya, negara memang harus menambah anggaran untuk menggaji petani dan nelayan. Tetapi anggaran tersebut tidak seberapa besar dibanding hasil yang akan dicapai, terutama dalam hal produktivitas pertanian yang diyakini mampu meningkat berkali-kali lipat.