Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Andai Aku Menteri Pertanian atau Perikanan, Petani dan Nelayan Pasti Kuberi Gaji

15 Februari 2016   11:02 Diperbarui: 15 Februari 2016   11:10 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebab, rata-rata petani yang memiliki dan bekerja di atas luas lahan sempit itu adalah petani yang benar-benar miskin. Saking miskinnya, jumlah petani macam ini mengalami penurunan yang sangat drastis. Yakni berdasarkan data BPS, jumlah RTUP yang memiliki dan bekerja di atas lahan kurang dari 1000 m2 ini pada tahun 2003 berjumlah 9.380.300 rumah tangga, namun kemudian berkurang di tahun 2013 menjadi 4.338.847. Bisa ditebak, alasan utamanya adalah karena mereka merasa “tak dapat bertahan” hidup jika terus-terusan mengandalkan penghasilan dari usaha pertanian di atas lahan kurang dari 1000 m2 tersebut.

Jadi, jika dicermati secara saksama tabel 2 daftar gaji petani di atas, maka perhitungannya nampak sudah cukup adil. Misalnya, petani padi sawah di lahan kurang 1000 m2 hingga 2.000 m2 hasil panen pertanian yang bisa dicapai yakni hanya sekitar 500 kilogram. Artinya, dengan hasil sebesar itu, petani tersebut hanya mendapatkan tunjangan 25% setiap sekitar 3 bulan (masa panen) dari gajinya perbulan.

Begitupun dengan petani yang memiliki dan bekerja di atas lahan yang luas, misalnya 2 hektar hingga 3 hektar, yang bisa tiap 3 bulan sekali mendapat tunjangan 75% dari gajinya karena memiliki potensi hasil panen yang lebih banyak pula. Sehingga petani golongan A, B, C, dan D rata-rata akan mendapatkan penghasilan (gaji + tunjangan) dalam 3 bulan sekali adalah “beda-beda tipis”, yakni kisaran Rp. 1.000.000.

Jika berdasar pada tabel 2 daftar gaji tersebut, maka pemerintah akan menyiapkan anggaran setiap bulan sebesar sekitar:
1. Untuk Golongan A = Rp.3,2.. Triliun,
2. Untuk Golongan B = Rp.6,1.. Triliun,
3. Untuk Golongan C = Rp.4,5.. Triliun, dan
4. Untuk Golongan D = Rp.1,6.. Triliun.
►►Jumlah = Rp.15,5.. Triliun per bulan. Angka ini dikali 12 bulan, menjadi total Rp.187,1 Triliun. (Untuk lebih jelas lihat tabel 3)

Sementara itu berdasar ketentuan (syarat) tunjangan kinerja pada tabel 2 di atas, maka dapat diestimasi besar tunjangan petani (sesuai kinerja/produktivitas) yang akan disiapkan oleh pemerintah adalah berkisar antara Rp.150.000 hingga Rp.250.000 untuk setiap golongan. Sehingga secara akumulasi untuk seluruh golongan setiap 3 bulan sekali (4 kali dalam setahun atau berdasar masa panen) total anggaran tunjangan petani adalah rata-rata Rp.200.000 X jumlah total RTUP (A, B, C, D), yakni Rp.200.000 X 26.135.469 RTUP = Rp.5,2.. Triliun (total tunjangan setahun).

Sehingganya, total anggaran setahun yang harus disediakan oleh pemerintah untuk memberi gaji ditambah tunjangan para petani adalah (Jumlah periodik 1 tahun + Total Tunjangan setahun) = Rp.187,1 Triliun + Rp.5,2 Triliun = Rp. 192,3 Triliun. Dan untuk teknis pembayarannya tidak perlu diserahkan penanganannya kepada dinas pertanian atau perikanan, cukup langsung melibatkan kepala desa atau lurah masing-masing.

Namun semua yang menjadi penjelasan dan gambaran ide dari saya ini hanyalah sebatas saran dan masukan buat pemerintahan Presiden Jokowi. Selain karena saya pernah “melakoni diri sebagai petani” sejak kecil, juga karena memang faktanya hidup para petani dan nelayan hingga detik ini rata-rata masih sangat miskin. Padahal, merekalah yang telah banyak memeras dan menumpahkan keringatnya demi “menyambung” hidup kita semuanya.

Olehnya itu pemerintah hendaknya tak usah kuatir, apalagi takut kehabisan anggaran (kalau perlu demi kesejahteraan petani dan ketahanan pangan yang lebih kokoh, pemerintah jangan ragu-ragu mengutang ke luar negeri) guna mengalokasikan anggaran untuk memberi gaji kepada petani-petani kita. Dan sungguh bisa diyakini, para petani akan sangat lebih bergairah lagi dalam memacu kinerja atau produktivitas pertaniannya hingga mencapai berkali-kali lipat dibanding besaran gaji yang mereka terima.

Pun pemerintah jangan pernah cemas dengan anggaran untuk gaji para petani tersebut, sebab mereka (para petani) tidak akan pernah melakukan korupsi seperti yang lazim digemari di lingkungan pemerintahan oleh oknum-oknum PNS.

Malah dengan menggaji para petani juga para nelayan, tentu akan semakin memudahkan Indonesia menjadi negara yang benar-benar hebat dalam kemandirian ekonominya, yakni melalui kekuatan seluruh petani dalam memperkokoh Indonesia sebagai negeri Agraris, tentu saja bersamaan dengan langkah kebangkitan seluruh anak bangsa dalam menancapkan kembali tonggak kejayaan Indonesia sebagai negara Maritim yang tangguh. Lalu, tunggu apa lagi...?!?!? Ayo segera Think and act out of the box....! Sekarang!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun