Sehingga, menurut pandangan psikologis saya dalam hal ini, jika hakim bisa memarahi seorang saksi yang dianggap “mengada-ngada”, atau katakanlah hanya sebatas karena ada keterangan seorang saksi yang TIDAK DISUKAI oleh hakim lalu kemudian hakim itu memarahinya......, maka apa bedanya dengan SBY yang pula ikut “memarahi” Luthfi dengan “menggelar sebuah persidangan tandingan” di luar pengadilan..???
Namun terlepas dari semua itu, saya sebagai pengamat politik, hukum dan sosial, sementara ini hanya bisa menyimpulkan, bahwa baik kesaksian yang “dahsyat” dari Luthfi, maupun bantahan “galau” SBY bernada marah yang bukan pada tempatnya, adalah saya percaya 2014% bermuatan politik.
Tetapi salah satu di antaranya (SBY ataukah Luthfi) tentunya memiliki nilai kebenaran yang “HARUS DIKEJAR” dan diungkap oleh hakim secara arif dan bijaksana, serta harus dengan TEGAS dan BERANI memunculkan kebenaran tersebut atas nama TUHAN SANG PEMILIK KEADILAN.
Salam Perubahan....!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H