Izinkan saya melanjutkannya dengan sebuah puisi (hasil karyaku: Abdul Muis Syam) :
“ALGOJO dan DEWA PENGUASA DEMOKRASI”
Di benak Demokrasi itu berkata:
Wahai rakyatku yang optimis...,
Tetaplah menjadi budak di hadapan dewa-dewa koruptor itu
Sebab, perut dan lehermu telah disubsidi oleh penguasa itu
...yang di perutnya ada gurita belalai panjang penopang di kala miring
...yang bibir dan rambutnya selalu basah, namun hatinya lembek dan kering
...Karena istananya ada putri dan pelayan pembawa pundi yang hebring
Wahai rakyatku yang pesimis...,
Tetaplah menjadi tahanan bagi para algojo-algojo bayaran itu
Sebab, kaki dan tanganmu telah dipasung oleh parpol itu
...yang di genggamannya ada bilah pedang tajam di bawah, tapi tumpul di atas
...yang mata dan telinganya terbuka, namun hatinya ditutup oleh otoritas
...Karena mulut dan anunya telah disuap oleh sang raja popularitas
Wahai rakyatku yang optimis dan pesimis...,
Tetaplah mendengarkan curahan dan kicauan laguku
Menarilah bersama para Algojo dan Dewa-dewaku
Sebab, ada banyak citra yang akan ku tuangkan dalam bukuku
Meski sinar bintang kejora kelak menembus seluruh kegelapanku
---------
Merdeka... dan Salam PERUBAHAN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H