Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konvensi Rakyat: “Suara Algojo Vs Suara Rakyat”

15 November 2013   13:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:08 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah perubahan tidak akan pernah jatuh dari langit begitu saja. Jadi, jangan pernah menunggu perubahan dapat terjadi kepada kaum di negeri ini hanya dengan melalui doa berpasrah tanpa diikuti dengan usaha.

Bagi manusia beragama, makna doa pada dasarnya adalah sebuah usaha, dan usaha adalah sebuah doa. Kedua-duanya harus berjalan seiring dan searah. Jika hanya salah satunya yang berjalan, maka dipastikan akan mengalami kepincangan, sehingga sangat sulit melangkah apalagi berlari untuk memasuki gapura perubahan yang penuh kemuliaan.

Dari prolog di atas, sebagai salah satu agen perubahan (yang kini sedang berada di luar parpol), saya tentunya berharap agar rakyat jangan lagi mau diam apalagi tertunduk dan pasrah (fatalis) terhadap fatamorgana yang kerap disuguhkan oleh para parpol korup.

Terlebih menjelang Pemilu Pilpres 2014 seperti saat ini, sangat banyak agen parpol korup yang “bergentayangan”. Yakni, mendekati rakyat dengan menghambur 1001 janji dan iming-iming 1000% hingga 2000% akan ditepati oleh mereka (parpol), baik itu melalui anjangsana maupun anjangsini, baik berupa blusukan langsung maupun dengan telusukan hingga ke kamar tidur yang dapat disaksikan melalui TV (seperti iklan dan sebagainya).

Sadarilah, bahwa semua yang mereka lakukan saat ini adalah tak lain hanya ingin menarik simpatik rakyat, yakni agar bisa terpilih (menang) pada Pemilu atau pun untuk berkuasa kembali demi kepentingan dan kepuasan kelompok mereka saja.

Rakyat jangan pernah takut apalagi takluk dengan desakan dan bujukan dari parpol yang terbukti korup. Tolak dan lawan..!!! Karena masih ada beberapa tokoh nasional dan banyak LSM anti-korupsi yang siap sedia setiap saat berjuang bersama rakyat untuk tetap melawan parpol korup sebagai musuh bersama kita, dan semua itu adalah demi mewujudkan perubahan.

Sebagai gambaran, bahwa saat ini selain para parpol yang sibuk berkonsolidasi dan berkonvensi dalam mendirikan bangunan kekuasaannya, para tokoh nasional non-parpol pun kini sedang giat menyusun fondasi perubahan dengan melakukan gerakan yang sama, yakni KONVENSI RAKYAT untuk mencari Capres 2014 ideal yang benar-benar lahir dari kandungan ibu Pertiwi (rakyat), bukan dari “perut gendut” parpol.

Konvensi rakyat yang digelar oleh sejumlah tokoh nasional yang berasal dari kalangan rohaniawan, budayawan, akademisi, praktisi hukum dan PERS, tokoh masyarakat serta tokoh perempuan itu adalah merupakan “Gerakan Moral menuju Perubahan” yang patut kita dukung. Sebab, kegiatan dan gerakan seperti itulah sesungguhnya yang tepat disebut demokrasi.

Saya tak tahu, apakah kita benar-benar menyadari bahwa betapa amat memprihatinkannya kondisi negeri kita saat ini? Ketika rakyat kita sedang mengalami himpitan ekonomi yang dahsyat. Akibat karena kondisi tersebut, mereka tak sedikit hingga terpaksa melakukan kriminalitas, bahkan bunuh diri dan lain sebagainya.

Namun di saat bersamaan, para koruptor malah semakin tumbuh dengan suburnya, seakan memang koruptor dipelihara oleh negara. Kalau pun ada yang berhasil tertangkap, mungkin itu cuma kelalaian individu koruptornya saja yang tak hati-hati karena terlalu serakah.

Dan ketika pemerintah “gemar membiarkan” sumber kekayaan alam kita disedot dan dikuasai oleh negara asing, yang di saat bersamaan bangsa (rakyat) kita justru tak sedikit harus terpaksa meninggalkan istri/suami, anak-anak, dan keluarga mereka, bahkan harus mempertaruhkan nyawa hanya demi mengais rezeki di negeri orang sebagai TKI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun