Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Rizal Ramli: Mafia Berkeley Bikin Ekonomi Indonesia Dari Awal Babak Belur

11 Agustus 2014   19:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:49 4184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan ini sekaligus menunjukkan, bahwa ternyata kekuasaan dan peranan Mafia Berkeley yang nyaris 40 tahun itu tidaklah mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia dan hanya mewariskan potensi sebagai salah satu negara gagal (failed state) di Asia.

Atau dengan kata lain, Mafia Berkeley telah gagal membawa Indonesia menjadi negara yang sejahtera dan besar di Asia walaupun didukung rezim otoriter selama 32 tahun.

Dan hal ini menurut Rizal Ramli tentu sangat menyedihkan dan amat memprihatinkan, sebab selain ketinggalan dari segi pendapatan per kapita, Indonesia juga merupakan salah satu negara yang memiliki distribusi pendapatan paling timpang, stok utang paling besar, serta memiliki landasan struktural dan industri yang sangat rapuh.

Padahal negara-negara seperti Taiwan, Malaysia, Korea Selatan, Cina dan Thailand tidak memiliki sumber daya alam yang besar seperti Indonesia.

Bahkan, menurut Rizal Ramli, di bawah pengaruh dan kekuasaan Mafia Berkeley, utang yang besar dan habisnya kekayaan alam dan hutan yang rusak, ternyata hanya menghasilkan pendapatan per kapita sekitar US$ 1.000. Dan pemenuhan kebutuhan dasar sangat minimal serta ketergantungan mental maupun finansial terhadap utang luar negeri.

Bagi Rizal Ramli, Mafia Berkeley juga gagal melakukan reformasi terhadap birokrasi dan justru mendorong pegawai negeri dan TNI untuk bertindak koruptif karena penentuan skala gaji yang sangat tidak manusiawi. Anggota dan murid Mafia Berkeley sendiri direkayasa untuk mendapatkan pendapatan yang sangat tinggi melalui penunjukan mereka sebagai komisaris di BUMN-BUMN, double/tripple billing di BI, depKeu dan Bappenas.

Dengan pendapatan yang tinggi tersebut, Rizal Ramli menilai, Mafia Berkeley tidak memiliki empati terhadap nasib pegawai negeri dan TNI sehingga tidak berupaya melakukan reformasi penggajian pegawai negeri dan TNI. “Dengan sengaja maupun tidak sengaja, mereka mendorong pegawai negeri dan TNI menjadi koruptor,” tulis Rizal Ramli dalam bukunya tersebut.

Kegagalan penting lainnya yang dilakukan oleh Mafia Berkeley adalah mengundang keterlibatan IMF untuk mengatasi krisis ekonomi pada bulan oktober 1997. Keterlibatan IMF tersebut membuat krisis menjadi lebih parah.

Padahal, menurut Rizal Ramli, tanpa keterlibatan IMF pun krisis ekonomi akan tetap terjadi, tetapi skalanya akan relatif lebih kecil (pertumbuhan ekonomi antara -2% sampai 0%) pada tahun 1998, tetapi keterlibatan IMF malah telah mengakibatkan ekonomi indonesia anjlok luar biasa -12,8% pada tahun 1998.

Biaya sosial ekonomis dari krisis tersebut dalam bentuk kerusuhan sosial (IMF-provoked riots), justru hanya meningkatkan puluhan juta pengangguran, kebangkrutan ekonomi nasional dan swasta, biaya rekapitalisasi bank lebih dari Rp 600 trilliun, serta tambahan beban utang puluhan miliar dollar masih terasa sampai saat ini.

Dan ini ibarat dokter yang dimintai pertolongannya untuk menyembuhkan penyakit pasien. Dokter tersebut tak hanya gagal menyembuhkan penyakit, tetapi juga telah melakukan berbagai amputasi yang tidak perlu, karena ternyata semua itu hanya membebankan biaya kegagalannya kepada sang pasien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun