Selain mendesak agar mafia minyak diberantas, dan menawarkan gagasan pembagian dua jenis BBM, Rizal Ramli juga mengusulkan agar pemerintah segera membangun kilang minyak. Sebab, Indonesia saat ini mengimpor sangat banyak minyak mentah dan BBM. Pasalnya, selain kebutuhan BBM tinggi, produksi minyak dan kapasitas kilang yang dimiliki selama ini tidak cukup.
Seperti diketahui, kilang-kilang yang dimiliki Indonesia saat ini masih peninggalan Belanda. Jumlah kapasitas kilang-kilang itu sendiri hanya mencapai 1 juta barel per hari, sementara kebutuhan BBM di Indonesia rata-rata mencapai 1,5 juta barel per hari.
Menurut Rizal Ramli, sebaiknya pemerintah juga segera membangun kilang minyak berkapasitas 600 MBSD (600 ribu Barrel Stream Day). Jika ini dilakukan, katanya, maka biaya atau ongkos produksi untuk premium dn minyak tanah akan turun atau bisa ditekan hingga setengahnya.
Jika ketiga hal yang menjadi masalah tersebut di atas mampu dilakukan oleh pemerintah, maka harga BBM tak perlu dinaikkan.
Tetapi apabila pemerintah enggan melakukan upaya pembenahan terhadap masalah BBM sebagaimana tersebut di atas, dan tetap ngotot serta bernafsu untuk hanya menaikkan harga BBM, maka hampir bisa dipastikan pemerintah Jokowi-JK adalah penganut neoliberal dan kaki-tangan negara asing beraliran kapitalis.
Jika saja demikian adanya “wajah dan bentuk” pemerintahan Jokowi-JK, maka bisa dipastikan rakyat kembali akan merasakan kesengsaraan, yakni terhimpit beban ekonomi yang amat berat dan berkepanjangan.
Padahal rakyat baru saja bermimpi indah akan bisa mendapatkan perubahan dari pemerintahan yang baru ini, tetapi apabila harga BBM kembali dinaikkan, maka rakyat miskin (dan yang hampir miskin) akan kembali harus menahan “sakit” ----“sakitnya tuh di sini”, yakni (kepedihan) di hati di saat uang mereka tak cukup atau bahkan tak ada di kala ingin membeli beras, ikan, bumbu dapur, gas elpiji, beli pulsa listrik, dan lain sebagainya.
[caption id="attachment_335216" align="aligncenter" width="450" caption="Ilustrasi/Desain: Abdul Muis Syam."]
Juga “sakitnya tuh di sini”, yakni (kepedihan) di hati di saat anak-anak mereka merengek meminta uang jajan atau bahkan uang transpor ke sekolah, tak dapat mereka penuhi karena uang tak cukup atau bahkan tak ada samasekali.
Kondisi kepedihan rakyat miskin tersebut akan semakin tertancap di hati ketika di sisi seberang mereka ternyata terdapat begitu banyak pejabat, dan kalangan PNS (termasuk golongan/eselon rendah) yang “sibuk” memamerkan dan bersaing memperlihatkan gaya hidup mewah.
Mulai dengan pamer dan gonta-ganti handphone terbaru, cincin dan kalung emas yang kinclong, sepatu dan busana serta polesan make-up bak seorang model dan artis ternama, keluar-masuk shopping di mall-mal dan di rumah makan berkelas dengan mobil mewah, hingga membeli dan membangun sejumlah rumah di beberapa tempat.