Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Soal BBM: Pak JK, "Sakitnya Tuh di Sini!"

14 November 2014   03:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:51 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain mendesak agar mafia minyak diberantas, dan menawarkan gagasan pembagian dua jenis BBM, Rizal Ramli  juga mengusulkan agar pemerintah segera membangun kilang minyak. Sebab, Indonesia saat ini mengimpor sangat banyak minyak mentah dan BBM. Pasalnya, selain kebutuhan BBM tinggi, produksi minyak dan kapasitas kilang yang dimiliki selama ini tidak cukup.

Seperti diketahui, kilang-kilang yang dimiliki Indonesia saat ini masih peninggalan Belanda. Jumlah kapasitas kilang-kilang itu sendiri hanya mencapai 1 juta barel per hari, sementara kebutuhan BBM di Indonesia rata-rata mencapai 1,5 juta barel per hari.

Menurut Rizal Ramli, sebaiknya pemerintah juga segera membangun kilang minyak berkapasitas 600 MBSD (600 ribu Barrel Stream Day). Jika ini dilakukan, katanya, maka biaya atau ongkos produksi untuk premium dn minyak tanah akan turun atau bisa ditekan hingga setengahnya.

Jika ketiga hal yang menjadi masalah tersebut di atas mampu dilakukan oleh pemerintah, maka harga BBM tak perlu dinaikkan.

Tetapi apabila pemerintah enggan melakukan upaya pembenahan terhadap masalah BBM sebagaimana tersebut di atas, dan tetap ngotot serta bernafsu untuk hanya menaikkan harga BBM, maka hampir bisa dipastikan pemerintah Jokowi-JK adalah penganut neoliberal dan kaki-tangan negara asing beraliran kapitalis.

Jika saja demikian adanya “wajah dan bentuk” pemerintahan Jokowi-JK, maka bisa dipastikan rakyat kembali akan merasakan kesengsaraan, yakni terhimpit beban ekonomi yang amat berat dan berkepanjangan.

Padahal rakyat baru saja bermimpi indah akan bisa mendapatkan perubahan dari pemerintahan yang baru ini, tetapi apabila harga BBM kembali dinaikkan, maka rakyat miskin (dan yang hampir miskin) akan kembali harus menahan “sakit” ----“sakitnya tuh di sini”, yakni (kepedihan) di hati di saat uang mereka tak cukup atau bahkan tak ada di kala ingin membeli beras, ikan, bumbu dapur, gas elpiji, beli pulsa listrik, dan lain sebagainya.

[caption id="attachment_335216" align="aligncenter" width="450" caption="Ilustrasi/Desain: Abdul Muis Syam."]

1415884394510468627
1415884394510468627
[/caption]

Juga “sakitnya tuh di sini”, yakni (kepedihan) di hati di saat anak-anak mereka merengek meminta uang jajan atau bahkan uang transpor ke sekolah, tak dapat mereka penuhi karena uang tak cukup atau bahkan tak ada samasekali.

Kondisi kepedihan rakyat miskin tersebut akan semakin tertancap di hati ketika di sisi seberang mereka ternyata terdapat begitu banyak pejabat, dan kalangan PNS (termasuk golongan/eselon rendah) yang “sibuk” memamerkan  dan bersaing memperlihatkan gaya hidup mewah.

Mulai dengan pamer dan gonta-ganti handphone terbaru, cincin dan kalung emas yang kinclong, sepatu dan busana serta polesan make-up bak seorang model dan artis ternama, keluar-masuk shopping di mall-mal dan di rumah makan berkelas dengan mobil mewah, hingga membeli dan membangun sejumlah rumah di beberapa tempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun