[caption id="attachment_336313" align="alignnone" width="599" caption="Ilustrasi/Desain repro: Abdul Muis Syam"][/caption]
BELUM sebulan dilantik sebagai pasangan presiden terpilih di negara (Indonesia) yang menganut sistem demokrasi ini, Jokowi-JK dinilai sudah melakukan sejumlah “offside” (pelanggaran).
Mengadakan tiga kartu, yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera, dan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah hal-hal yang sangat patut dinilai sebagai pelanggaran yang telah dilakukan oleh Jokowi-JK. Sebab, kesemua itu dilakukannya tanpa dilandasi dengan aturan yang jelas serta diputuskan secara sepihak tanpa melibatkan DPR.
Dan khusus mengenai BBM yang telah diumumkan kenaikan harganya oleh Presiden Jokowi pada Senin (17/11/2014) itu, kini memang sudah menjadi kewenangan pemerintah. Namun di sisi lain, kewenangan tersebut tidak serta merta bisa langsung ditempuh, sebab ada aturan lain yang lebih mesti dipatuhi.
Salamuddin Daeng selaku pengamat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) menilai, kebijakan Jokowi tentang kenaikan harga BBM tanpa persetujuan DPR adalah tidak sah, ilegal, dan inkonstitusional.
“Jokowi melakukan pelanggaran terhadap terhadap UU Nomor 12 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2014,” ungkapnya melalui Broadcast BlackBerry-Messenger diterima penulis, Senin malam (17/11/2014).
Salamuddin yang juga Peneliti Senior The Indonesia for Global Justice (IGJ) ini pula menegaskan, dalam Pasal 14 Ayat (13) Anggaran untuk subsidi energi yang merupakan bagian dari Program Pengelolaan Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan realisasi harga minyak mentah (ICP) dan nilai tukar rupiah.
“Sementara saat ini harga minyak mentah dunia jatuh, bahkan telah berada dibawah 80 US$/ barel. Dengan demikian tidak ada alasan bagi pemerintah Jokowi Menaikkan harga BBM,” tulisnya.
Disebutkannya, kewajiban pemerintah Jokowi-JK meminta persetujuan DPR jika menaikkan harga BBM kembali diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.
Dalam UU tersebut, terdapat pasal 13 ayat (3): Anggaran untuk subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan perubahan parameter dan/atau realisasi harga minyak mentah (ICP) dan nilai tukar rupiah.
Kemudian, ayat (4): Dalam hal perubahan parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa perubahan volume Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, Pemerintah membahas perubahan tersebut dengan komisi terkait di DPR RI untuk mendapatkan persetujuan.
Karena semua itu tidak ditempuh, maka menurut Salamuddin, keputusan Jokowi menaikkan harga BBM seolah ‘kesurupan’ selepas kunjungannya ke luar negeri menghadiri pertemuan APEC CEO Summit, ASEAN Summit, dan G20 Summit, ditenggarai merupakan hasil deal-deal Jokowi dengan perusahaan multinasional dan negara maju yang mendesak liberalsiasi migas.
“Keputusan Jokowi yang menaikkan harga Premium menjadi Rp8.500 dan Solar menjadi Rp7.500 adalah kebijakan illegal, dan Jokowi dapat di-impeach oleh DPR,” ujarnya.
Artinya, kebijakan terburu-buru dalam menaikkan harga BBM tersebut adalah jelas-jelas sangat bertentangan dengan konstitusi, dan juga sangat jauh dari kehendak rakyat yang jika jujur rakyat tentu lebih menghendaki adanya penurunan harga BBM, tetapi kenyataannya Jokowi malah menaikkannya.
Hal ini tentu saja sangat melukai hati rakyat, sebab Jokowi yang belum memperlihatkan kerjanya, sekonyong-konyong telah melakukan sejumlah kebijakan yang sangat patut dinilai pelanggaran, pertama mengadakan kartu-kartu, --kartu tersebut memang betul sudah dijanjikan saat kampanye--, tetapi ini tidak diikuti dengan payung hukum yang jelas. Kedua, menaikkan harga BBM tanpa melalui mekanisme semestinya dan tanpa prosedur yang jelas (tidak transparan). Ketiga, terhadap kenaikan harga BBM itu juga Jokowi-JK sudah melanggar janjinya sendiri yang berjanji tidak akan membebani rakyat.
Atas pelanggaran-pelanggaran tersebut, bak bermain sepakbola, Jokowi-JK secara berulang-ulang dan sengaja telah seenaknya melakukan offside. Padahal, sejauh ini sudah diingatkan dan ditegur oleh banyak kalangan (termasuk DPR, pakar, dan pengamat) tentang “pelanggaran-pelanggaran” tersebut, namun Jokowi-JK sepertinya tetap saja secara arogan dan egois melakukannya.
Sehingga dari semua itu tentunya akan memaksa DPR untuk segera mengeluarkan “kartu merah” buat Jokowi-JK, alias mosi tidak percaya kepada presiden Jokowi-JK, dan ujung-ujungnya Jokowi-JK pun terpaksa dilengserkan dari jabatannya.
Dan kita sebagai rakyat memang sudah muak dengan pemerintah yang tahu dan bisanya cuma memberatkan rakyat dengan menaikkan harga BBM ketika menghadapi masalah. Saatnya Revolusi Mental segera dimulai dari presiden dan wakil presiden yang tak bermental pembaharuan! Rakyat tak butuh KARTU (jaminan sosial), rakyat sangat butuh KERJA (jaminan pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan yang memadai)!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H