Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Karena Seenaknya Offside, “Kartu Merah” Menanti Jokowi-JK

18 November 2014   18:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:30 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_336313" align="alignnone" width="599" caption="Ilustrasi/Desain repro: Abdul Muis Syam"][/caption]

BELUM sebulan dilantik sebagai pasangan presiden terpilih di negara (Indonesia) yang menganut sistem demokrasi ini, Jokowi-JK dinilai sudah melakukan sejumlah “offside” (pelanggaran).

Mengadakan tiga kartu, yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera, dan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah hal-hal yang sangat patut dinilai sebagai pelanggaran yang telah dilakukan oleh Jokowi-JK. Sebab, kesemua itu dilakukannya tanpa dilandasi dengan aturan yang jelas serta diputuskan secara sepihak tanpa melibatkan DPR.

Dan khusus mengenai BBM yang telah diumumkan kenaikan harganya oleh Presiden Jokowi pada Senin (17/11/2014) itu, kini memang sudah menjadi kewenangan pemerintah. Namun di sisi lain, kewenangan tersebut tidak serta merta bisa langsung ditempuh, sebab ada aturan lain yang lebih mesti dipatuhi.

Salamuddin Daeng selaku pengamat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) menilai, kebijakan Jokowi tentang kenaikan harga BBM tanpa persetujuan DPR adalah tidak sah, ilegal, dan inkonstitusional.

“Jokowi melakukan pelanggaran terhadap terhadap UU Nomor 12 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2014,” ungkapnya melalui Broadcast BlackBerry-Messenger diterima penulis, Senin malam (17/11/2014).

Salamuddin yang juga Peneliti Senior The Indonesia for Global Justice (IGJ) ini pula menegaskan, dalam Pasal 14 Ayat (13) Anggaran untuk subsidi energi yang merupakan bagian dari Program Pengelolaan Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan realisasi harga minyak mentah (ICP) dan nilai tukar rupiah.

“Sementara saat ini harga minyak mentah dunia jatuh, bahkan telah berada dibawah 80 US$/ barel. Dengan demikian tidak ada alasan bagi pemerintah Jokowi Menaikkan harga BBM,” tulisnya.

Disebutkannya, kewajiban pemerintah Jokowi-JK meminta persetujuan DPR jika menaikkan harga BBM kembali diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015.

Dalam UU tersebut, terdapat pasal 13 ayat (3): Anggaran untuk subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan perubahan parameter dan/atau realisasi harga minyak mentah (ICP) dan nilai tukar rupiah.

Kemudian, ayat (4): Dalam hal perubahan parameter sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa perubahan volume Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, Pemerintah membahas perubahan tersebut dengan komisi terkait di DPR RI untuk mendapatkan persetujuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun